x

RA, tersangka pelaku pembunuh Eno Farihah, digelandang ke Kejaksaan Negeri Tangerang, saat penyerahan berkas perkara. TEMPO/Marifka Wahyu Hidayat

Iklan

Iwan Kurniawan

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Ini 9 Fakta di Balik Pembunuhan Keji Eno Farihah

Persidangan kasus pembunuhan keji Eno Farihah membuka babak baru dengan munculnya nama baru: Dimas, yang punya ciri tompel di wajah.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Persidangan kasus pembunuhan keji Eno Farihah membuka babak baru dengan munculnya nama baru: Dimas, yang punya ciri tompel di wajah. Nama itu disebut Rahmat Arifin alias Dayat, salah satu tersangka, dalam sidang tertutup di Pengadilan Negeri Tangerang pada Rabu, 8 Juni 2016.

Arifin juga membuat geger sidang karena mencabut seluruh keterangannya dalam Berita Acara Pemeriksaan di kepolisian, yang antara lain menyebut RA alias RAI sebagai pelaku pembunuhan. Menurut Arifin, otak pembunuhan kasus itu bukanlah RAI, melainkan pria bernama Dimas. "Aktor intelektualnya bukan dia (RAI)!" ujar Alfan Sari, salah seorang pengacara Arifin, menirukan ucapan Arifin.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Eno Farihah ditemukan tewas di kamar mes perusahaannya, PT Polyta Global Mandiri, di Desa Jatimulya, Kecamatan Kosambi, Kabupaten Tangerang. Dia diduga telah diperkosa dan dianiaya hingga akhirnya tewas antara Kamis malam dan Jumat dini hari, 12-13 Mei lalu.

Lantas siapa Dimas? Apakah keterangan baru Arifin akan mengubah jalannya sidang? Mungkin saja.

Mari kita tinjau fakta apa saja yang telah muncul di balik pembunuhan yang menggegerkan itu.

1. Rekonstruksi

Dari rekonstruksi yang dilakukan polisi, kronologi kejadian itu demikian. RAI, 15 tahun, adalah kekasih Eno, 19 tahun. Pada malam kejadian dia menemui Eno di kamar mes. Dia sempat bercumbu, tapi Eno menolak berhubungan badan. RAI sakit hati dan keluar mes.

Di depan mes, RAI bertemu dengan Imam Hapriadi, 24 tahun, dan Arifini, 24 tahun, yang sama-sama sakit hati terhadap Eno karena cinta mereka pernah ditolak. Mereka kemudian masuk ke kamar Eno dan melakukan peerkosaan dan pembunuhan keji dengan cangkul.

2. Motif

Menurut polisi, inilah motif ketiga tersangka:

- RAI: tersinggung karena Eno menolak diajak bersetubuh pada malam sebelum pemerkosaan dan pembunuhan.

- Rahmat Arifin: kesal lantaran sering diejek pelit dan jelek.

- Imam Hapriadi: pernah ditolak menjalin hubungan lebih dekat dengan Eno.

3. Bukti Forensik

Jaksa mendakwa RAI dengan sejumlah alat bukti, yakni surat visum yang menyatakan ada air liur RAI tertinggal di dada sebelah kiri korban dan bekas gigitan di dada korban yang meninggalkan struktur gigi yang identik dengan gigi RA. Bukti kedua adalah keterangan ahli yang menyebutkan bahwa darah Eno menempel pada tangan kanan RAI dan diusapkan RAI ke tembok kamar mess tempat pembunuhan terjadi. Sidik jari yang menempel di sana identik dengan sidik jari RAI.

Tapi, para ahli forensik belum pernah dihadirkan jaksa selama persidangan.

4. Telepon Genggam Eno

Polisi melacak pelaku pembunuhan dengan menelusuri jual-beli telepon genggam Eno. Telepon itu berada di tangan Eko pada Jumat, 13 Mei 2016. Polisi menangkap Eko, yang kemudian mengaku bahwa telepon itu berasal dari RAI. Dalam pengembangan pemeriksaan, polisi mencokok RAI setelah menemukan pesan pendek berisi janji kencan RAI dengan Eno di telepon itu.

Versi RAI: Dia bertemu Dimas di tengah jalan pada 13 Mei sekitar pukul 9 pagi [beberapa jam setelah pembunuhan Eno terjadi]. Dimas langsung menawarkan telepon genggam Cina merek Prince kepada RAI. RAI membelinya seharga Rp 10 ribu dan membawanya pulang.

Sesampai dirumah telepon yang tidak ada SIM card-nya itu ternyata mati total dan tidak bisa di-charge. RAI membawa telepon itu ke rumah temannya, Eko. Karena tidak bisa diperbaiki, RA meminta Eko membeli telepon itu seharga Rp 30 ribu. Karena RAI memiliki utang dengan Eko Rp 20 ribu, maka Eko hanya membayar Rp 10 ribu, sudah dipotong utang.

Eko berhasil memperbaiki telepon tersebut dan sempat ia gunakan. Tak beberapa lama kemudian, dia ditangkap polisi.

5. Bantahan RAI

Dalam persidangan, RAI membantah telah membunuh Eno. "Klien kami membantah mengenal korban, membunuh, dan memperkosa," kata Alfan Sari, pengacara RAI.

Dalam wawancara eksklusif dengan Tempo, RAI mengaku sama sekali tidak mengenal Eno. Ia juga membantah jika sedang melakukan pendekatan dan melakukan percakapan via telepon dengan korban. "Saya sama sekali tidak kenal Eno, pacaran, apalagi sampai SMS-an," katanya.

RAI juga mengaku bingung ketika ditangkap polisi, terkait dengan telepon Eno yang sempat dimilikinya. "Padahal saya dapat telepon itu dari teman saya, Dimas," katanya.

6. Bantahan Arifin

Arifin, salah satu tersangka, dalam BAP kepolisian menyatakan bahwa pelaku pembunuhan adalah RAI. Tapi, dalam sidang Rabu lalu, dia mencabut keterangannya. Dalam sidang itu, Arifin mengaku sesungguhnya tak mengenal RAI dan menyangkal keberadaan RAI dalam kamar Eno saat pembunuhan terjadi. Saat ditanya apakah ada orang lain pada malam pembunuhan itu, Arifin mengungkap peran Dimas, pria dengan ciri tompel di wajah. Arifin mengaku mengungkap hal itu karena menyesalkan perlakuan yang dialami Eno.

Tapi, menurut polisi, Arifin terpaksa mengubah keterangannya lantaran berada di bawah ancaman. RAI mendesaknya membuat pengakuan itu agar tak dipukuli teman-teman RAI jika ia bebas kelak.

7. Bantahan Ayah RAI

Ayah RAI, Nahyudin, berkeras anaknya merupakan korban salah tangkap. Menurut dia, RAI tak terlibat dalam kasus pembunuhan Eno lantaran berada di rumah saat kejadian tersebut. "Kebenaran pasti akan menang. Semuanya akan terungkap," kata dia.

8. Siapa Dimas?

Siapa Dimas, apa perannya dan dimana keberadaannya sekarang masih misterius. Dimas, kata RAI, adalah pemuda yang telah lama menetap di Desa Jati Mulia, tempat RAI dan keluarganya tinggal serta tempat pabrik dan mes karyawan tempat Eno bekerja. Hanya saja, RAI mengaku tidak dekat dengan Dimas. "Hanya teman sapaan," katanya kepada Tempo.

9. Ada Dalang?

Sempat beredar isu tentang ada yang mendalangi pembunuhan Eno. Tapi, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Awi Setiyono menyatakan bahwa motif lain itu tidak bisa dibuktikan. Polisi juga belum menemukan adanya fakta bahwa ketiga tersangka disuruh orang lain. "Hasil pemeriksaan belum sampai kesana, terkait katanya ada perintah dari atasannya Eno untuk membunuh, itu belum ada," ujar Awi.

Ikuti tulisan menarik Iwan Kurniawan lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler