x

Iklan

L Murbandono Hs

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Indonesia Abad XXV (8)

Di Indonesia adil makmur Presiden hanya punya 3 kunc. Prinsip 3 kunci adalah dasar sikap saling cinta dan saling percaya antara Presiden dengan rakyat.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

(Ilustrasi: kunzberg.de)

 

D E L A P A N

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Halo semula kecewa. Lalu bahagia. Semula kecewa, karena Kotir telah melepaskan hak harta warisan. Harta, menurut Kotir, amat berbahaya bagi pegawai negeri, pejabat, abdi rakyat.  Setelah Kotir menjelaskan panjang lebar, Halo maklum. Ia bahagia. Ia kaya raya, tapi rela anaknya akan hidup sederhana sebagai abdi rakyat.

 

Halo makin bahagia. Dengan kerelaannya, berarti membantu program negara mempertahankan mental bersih di kalangan abdi rakyat. Ya, mempertahankan! Semua aparat negara sipil dan militer sudah bermental bersih. Dampak positipnya  tampak di mana saja dan kapan saja. Kehadiran setiap aparat negara, selalu bikin rasa damai bagi siapa saja yang kebetulan berada di dekatnya. Dengan mental bersih, wajah setiap abdi rakyat cerah. Sinar matanya jernih, jujur, berwibawa, bisa dipercaya. Setiap abdi negara murah senyumnya, sopan, tak pernah marah tanpa alasan. Masuk akal kegiatannya. Tak ada nada ancam dalam tutur katanya.

 

Begitulah. Pembicaraan soal warisan itu, ditutup di situ. Kotir sudah menutup kopornya. Kopor  tanpa kunci. Semua kopor yang dijual di Indonesia tanpa kunci. Buat apa kunci? Setiap warga negara Indonesia tidak ada yang sudi mencuri isi kopor orang lain. Kopor-kopor berkunci hanya dimiliki orang asing yang belum kenal Indonesia. Kasus pencurian di Indonesia, tak pernah ada selama tiga abad terakhir. Jika terdengar kasus macam itu, umumnya hanya karena salah paham.

 

Bukan karena Kotir sudah menutup kopornya, lalu pembicaraan soal warisan  terhenti.  Terhenti, sebab Ikem muncul di ruang tengah. Tidak enak rasanya kalau persiapan bulan madu terganggu soal warisan.

 

“Sudah siap?’ tanya Ikem pada Kotir, tersenyum menawan. Kotir  mengangguk. Dia terkesima melihat busana Ikem. Ini khusus dirancang untuk keperluan bulan madu dengan bahan tenun Larantuka. Mereka berangkat.

 

Sepeninggal Kotir dan Ikem, Halo bersantai di bangku santai empuk yang bisa goyang-goyang. Ia lagi asyik menikmati rasa capai. Tangannya masih terasa pegal disalami banyak orang semalam. Halo masih mengantuk. Tapi tak bisa tidur lagi. Hatinya masih lonjak-lonjak bahagia. Kotir sudah menikah. Apalagi, anak tunggal itu bakal memenuhi harapannya. Bertekad akan menjadi abdi rakyat. Tekad yang bukan nekad, tetapi disertai kesadaran akan konsekuensinya.

 

Kesimpulan Halo bahwa Kotir sudah siap dan rela menanggung konsekuensi itu, bukan hanya karena pembicaraan tadi. Berulang kali, dalam berbagai kesempatan Kotir sudah menyatakannya. “Konsekuensi menjadi tidak kaya sebagai pegawai negeri, tidak sukar. Itu bukan beban. Bukan kewajiban. Itu suatu hakikat yang nyanthel dalam diri. Itu saya pilih sendiri, dengan bebas merdeka, dalam menentukan suatu corak hidup yang sesuai dengan panggilan jiwa saya.”

 

Ingat kata-kata Kotir, Halo semakin bahagia.

 

Tatap matanya kini menyapu atas meja. Surat-surat berbagai instansi negara untuk pengantin baru sudah tiba. Macam-macam. Surat kawin. Kartu Keluarga. Surat penawaran rumah. Surat penawaran kerja. Brosur petunjuk dari Dinas RKTB (Rencana Keluarga Tanpa Bencana). Ada  nota untuk ambil Uang Tunjangan Perkawinan di bank.  Beberapa pucuk surat lain. Tidak menarik minatnya.

 

Suratkabar.  Majalah. Koran-koran.  Ia tergerak. Halo mulai membaca-baca. Ia baca berita perkawinan Kotir dengan Ikem. Ia senyum-senyum melihat wajahnya sendiri di sebuah koran. Sedang nyengir kuda! Dalam hati ia geli memaki-maki. Pintar betul si jurnalis kurang ajar itu bikin foto yang konyol itu!

 

Ada sejumlah berita lain. Memrihatinkan dan mengerikan. Kerusuhan di beberapa negara bangkrut melanda seluruh Eropa. Teror meneror tiada henti lebih empat abad terakhir. Nyaris seluruh Eropa menjadi negara-negara kacau balau, dikuasai rezim teokrasi Syariah Islam Keras. Hal kurang lebih sama juga terjadi di Kanada dan Amerika. Lalu berita-berita tentang korupsi yang terus mengamuk di semua negara terbelakang di dunia.

 

Lalu ada dua berita ringan. Berita pertama: Amerika  berterimakasih pada bantuan Indonesia yang datang jauh lebih cepat dari yang dijanjikan. Berita kedua: Dubes Hungaria di ibukota RI Tenangsari secara resmi minta-maaf pada pemerintah Indonesia, jalan raya di Budapest yang sedang direparasi mengakibatkan Dubes Indonesia untuk Hungaria tergelincir dan kesleo kakinya saat sedang jalan-jalan sore hari menghirup udara segar.

 

Halo tidak melewatkan berita besar, pertemuan wakil-wakil dari lima negara adikuasa di dunia: Indonesia, Afrika Selatan, Rusia Raya, Kuba Latin Serikat, dan Selandia Raya. Lima negara bertemu untuk meningkatkan kerjasama di bidang pengembangan bantuan internasional. Tema pertemuan: Penanggulangan Rasa Tak Berdaya di negara-negara Berkembang, Terbelakang, Mundur, dan negara-negara Bangkrut.  Lima negara adikuasa di dunia tidak sempat bersaing. Mereka sibuk meningkatkan kerjasama. Kerjasama bukan demi negara sendiri. Tapi bagi negara-negara lain. Dunia abad XXV adalah bumi saat sosialisme jaya menjadi ratu adil.

 

Berita terakhir yang Halo baca adalah berita pelantikan Holi menjadi Menteri UBULN (Urusan Bantuan Untuk Luar Negeri). Halo tercengang. Apa istimewanya pelantikan Holi menjadi Menteri?  Bahwa Holi bakal jadi Menteri, sudah jelas ini dan itunya. Segala sesuatu dan segala gelagatnya sudah terang benderang. Tak

 ada yang mengagetkan. Tanda-tandanya sudah  jelas beberapa tahun belakangan. Gaya hidup Holi  semakin sederhana,  semakin mendekati ciri setiap Menteri.

 

Itu semua Halo ketahui benar. Di rumah dinas Holi, meja makannya makin kecil dari tahun ke tahun. Isi rumah makin susut. Dulu Holi makan dengan sendok dan garpu. Belakangan hanya dengan sendok. Ketika Halo berkunjung beberapa bulan lalu, Holi sudah tidak makan di meja makan. Holi makan di mana saja. Kadang-kadang di dapur. Duduk di dingklik. Hanya dengan tangan kosong.

 

Apapun, mengingat itu berita mengenai adik kandung, Halo membaca juga  pelantikan si adik menjadi Menteri. Sampai tamat.

 

Pelantikan Holi berlangsung di Sumenep, pulau Madura,  sebagai kota pusat kegiatan bantuan untuk luar negeri. Seperti Sumenep, kota-kota di seluruh Indonesia, besar atau kecil, diberi fungsi, menjadi kota kedudukan Menteri Departemen tertentu. Tasik misalnya, menjadi kedudukan Menteri Perindustrian Rakyat. Makasar menjadi  pusat Kementerian Perhubungan Laut. Dan macam-macam lagi. Info lengkap bisa diperoleh secara mudah di tiap Kantor Penerangan. Juga bisa dilihat di buku telpon atau tevepon yang terbit dan diperbarui setiap tahun dan dibagikan cuma-cuma kepada setiap penduduk Indonesia.

 

Tidak ada seorang Menteri  berkantor di Tenangsari, Kalimantan Tengah, ibukota Indonesia. Satu-satunya Menteri yang berkedudukan di Tenangsari hanya Presiden. Ia bukan Perdana Menteri. Presiden adalah Koordinator semua Menteri. Wewenang Presiden, menegur Menteri yang bekerja jelek. Namun dalam sepanjang sejarah kepresidenan dua abad terakhir, wewenang  itu sangat jarang digunakan. Hampir tidak pernah. Sebab semua Menteri Indonesia rata-rata amat bagus kerjanya.

 

Sebab dia mempunyai wewenang menegur, maka dia pun boleh ditegur kalau tidak beres. Satu-satunya benda hidup yang berhak menegur Presiden  adalah rakyat biasa. Tapi rakyat pun jarang menegur Presiden – bahkan tidak pernah. Bagaimana bisa menegur? Kalau nyatanya Presiden telah menjalankan tugas dengan baik. Jadi mekanisme tegur-menegur sudah berlangsung secara adil.

 

Dengan kondisi semacam itu, tidak mengherankan kalau keadaan ibukota Indonesia sangat tenang, sesuai dengan namanya: Tenangsari. Istilah urbanisasi sudah tidak pernah terucapkan lagi. Buat apa? Sebab setiap orang, sudah akan dengan sangat gampang memperoleh pekerjaan di kota dan desanya sendiri-sendiri. Inilah hasil yang bisa dipetik dari pemberian fungsi pada setiap kota.

 

Ya. Begitulah. Tiap kota diberi kesibukan sesuai kemampuan masing-masing. Kota yang belum punya kemampuan disuntik kota-kota lain sampai menjadi mampu. Ah, ini berlebihan! Kenyataannya setiap kota selalu mempunyai kemampuannya. Tak ada kota cuma melongo melihat kegiatan kota lain. Setiap kota bisa berbangga diri karena kemampuan khas masing-masing. Padang terkenal dan bangga sebagai Kota Jeruk Nipis. Bandung bangga  sebagai Kota Kretek, Denpasar terkenal  sebagai Kota Tempe Kripik. Jayapura  makin mantab menjadi  pusat kegiatan wayang kulit. Dan macam-macam lagi. Singkat kata, setiap kota besar atau kecil, bahkan desa-desa, mampu berdikari sesuai kekhasan kemampuan masing-masing.

 

Misalnya Jakarta.

 

Kota berpenduduk 2 juta jiwa itu sudah lama sekali terkenal sebagai Kota Museum.  Kesibukan Jakarta  terbatas di sekitar permuseuman. Kesibukan di luar bidang museum, amat dibatasi dan kadang-kadang dilarang. Ini bisa meracuni identitas kota. Yang lebih gawat, bisa menyerobot kegiatan khas kota lain. Akan bawa kerunyaman sosial. Urbanisasi. Pemerataan kesempatan kerja di tiap kota terancam. Para  penguasa kota menjadi ruwet urusannya.

 

Namun syukurlah. Umumnya setiap kota mematuhi aturan main. Jadi Jakarta tetap disiplin menjalankan fungsi sebagai Kota Museum. Jakarta dipenuhi gedung-gedung museum, para pegawai museum , dan para pengunjung museum. Itulah  tiga buah unsur yang menampilkan denyut-denyut nafas Jakarta sehari-hari.

 

Sebutan Jakarta sebagai Kota Museum bukan sekedar lambang. Dipilihnya Jakarta sebagai Kota Museum bukan melulu karena banyaknya gedung museum atau museum-museum dalam bentuk  lain, tetapi terutama karena Jakarta dipercaya akan mampu  menampilkan diri sebagai museum hidup. Dipilihnya Jakarta menjadi Kota Museum, mempunyai latar-belakang dan tujuan-tujuan khusus.

 

Sebagai berikut:

 

Dalam keadaan sudah makmur, pemerintah Indonesia merasa perlu memupuk kebiasaan mawas diri. Tidak terlalu risau akan masa depan. Buat apa risau? Dengan kondisi sekarang, masa depan model apapun, jika memang dikehendaki, pasti bisa tercapai.  Melihat ke masa depan, sudah tak perlu digubris lagi.

 

 

Sebab tidak pernah melihat ke masa depan, prioritas pemerintah menoleh ke belakang. Merenungkan masa-keprihatinan di jaman lampau. Jakarta  terpilih sebagai percontohan utama masa keprihatinan, menjadi Museum Hidup. Jakarta dianggap mampu menampilkan hal itu secara representatif.

 

Dan begitulah, para wisatawan yang mengunjungi Jakarta akan bisa menyaksikan suatu masa di saat Indonesia masih prihatin, dalam bentuk museum hidup. Ada gedung-gedung keprihatinan, besar dan kecil, bertingkat dan tidak, swasta dan pemerintah, dengan bentuk macam-macam. Di situ dipertunjukkan drama-drama  keprihatinan. Ada pejabat kongkalikong dengan cukong. Rakyat pontang-panting mengurus persoalannya. Pencuri ayam digebuki polisi.  Mahasiswa dibungkam tentara. Pejabat jujur tidak naik pangkat.  Orang terganggu sarafnya karena banyak memikirkan teori penanggulangan suap-menyuap. Semua aktifitas keprihatinan itu dilakukan oleh para aktor dan aktris di Lembaga Dinas Museum.

 

*****

 

Kotir dan Ikem lagi bulan madu di kota kecil pinggir pantai. Di pantai pasir putih membiru yang membentang luas, serombongan kepiting merangkak-rangkak damai. Meski bulan madu, sejoli pengantin baru meluangkan waktu menyaksikan acara televisi yang menyiarkan pelantikan Paman Holi menjadi Menteri.

 

Acara pelantikan paman sang teladan yang hidupnya amat sederhana itu membuat Kotir ke permenungan lebih jauh, lebih luas, dan lebih mendalam. Ke renungan m sikap kerakyatan yang habis-habisan dari semua pejabat negara. Renungan tentang makin tinggi jabatan sang pejabat, hidupnya makin sederhana.  Maka, presiden adalah orang yang paling sederhana dan paling habis-habisan sikap kerakyatannya.

 

Beberapa bulan lalu, di depan sidang B4 (Bangsa Bangsa Bersatu Berdamai) yang berkantor pusat di Havana, presiden menjelaskan filsafat kepresidenan Indonesia. Hakikat sumber kekuatan kepresidenan hanya satu: cinta rakyat.  Karena yakin dicintai rakyat, presiden berkata tandas:  “Saya tidak memerlukan pengawal.”

 

Presiden melucu sebentar.  Ia berjoget berputar-putar. Tari lenso. Tari yang pernah dipopulerkan Bung Karno. Presiden pertama Indonesia lebih lima abad lalu.

 

Tepuk tangan bergemuruh.

 

Begitu tepuk tangan mulai mereda, Presiden bicara lagi. “Yang penting bukti. Buktinya, sampai sekarang saya oke-oke saja.  Saya aman. Bukan hanya saya.  Juga semua presiden sebelum saya. Semua tak ada yang celaka karena prinsip keterbukaan habis-habisan. Dengan prinsip tiga kunci, dalam sepanjang sejarah kepresidenan Indonesia selama dua abad terakhir, semua Presiden meninggal dunia dengan wajar. Tidak ada yang tewas karena dijahati rakyat. Semua meninggal karena usia tua. Ada juga karena sakit. Jika ada yang meninggal secara tragis, itu pun tragis karena kehendak Tuhan. Karena kekuasan semesta alam. Kita bisa apa? Hal tragis semacam itu membuat kita bersyukur. Menjadi rahmat. Kita lalu sadar, manusia hidup di dunia hanya sementara. Kita terhindar dari takabur. Menyadari maut bisa datang kapan saja tanpa bisa kita kuasai. Dan berkat Tuhan dan semesta alam, yang meninggal secara tragis hanya dua orang. Yang satu tergelincir di kamar mandi. Yang satu  lagi terjungkal dari tempat tidur.”

 

Presiden lalu mengakhiri pidato. “Prinsip tiga kunci adalah ungkapan mendasar sikap saling cinta dan saling percaya antara Presiden dengan rakyat. Merdeka!”

 

(Bersambung)

Gunung Merbabu, Juni 2016

 

 

*****

Ikuti tulisan menarik L Murbandono Hs lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB