x

Iklan

Ahmad Yusdi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Saksi Kunci; Pembocor Skandal Pajak Sukanto Tanoto

Saksi Kunci mungkin telah menuntaskan sebagian kesaksiannya. Selanjutnya, kita lah yang akan menjadi saksi atas 'lorong gelap' bangsa ini.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kasus manipulasi pajak yang dilakukan Asian Agri Grup meledak di tahun 2007-2008. Ironis sekali, kelompok usaha milik orang terkaya di Indonesia Sukanto Tanoto (seperti yang dinobatkan Majalah Forbes; 2006) dengan total kekayaan ditaksir sebesar Rp 25 triliun, melakukan penggelapan pajak senilai Rp 1,3 triliun.

Berdasarkan Putusan MA No.2239K/PID.SUS/2012 tanggal 18 Desember 2012, Asian Agri dinyatakan bersalah kurang membayar pajak pada periode 2002-2005 senilai Rp 1,25 triliun dan denda Rp 1,25 triliun. Total yang harus dibayarkan kepada negara Rp 2,5 triliun. Jumlah ini merupakan rekor tertinggi dalam sejarah penetapan pajak di Ditjen Pajak.

Asian Agri Group adalah sebuah korporasi yang bisnis utamanya kelapa sawit, karet dan coklat. Selain melakukan kasus penggelapan pajak, Asian Agri juga dituding terlibat dalam kasus pembakaran lahan di Riau, pada Juni 2013. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Riau menyebutkan, sebagian besar titik api di Riau berada di lahan konsesi perkebunan kelapa sawit perusahaan milik Sukanto Tanoto ini.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Terbongkarnya skandal perpajakan terbesar di negeri ini, diawali email Vincentius Amin Sutanto kepada salah seorang wartawan Tempo, Metta Dharmasaputra. Dalam kondisi menegangkan bagi dirinya karena sedang berada dalam pelarian setelah membobol uang perusahaan sebesar Rp 28 miliar, Vincent mengaku memiliki segepok dokumen mengenai manipulasi pajak yang dilakukan Asian Agri. Ia akan memberikan data-data tersebut dan meminta Tempo secepatnya ke Singapura.

Kisah tentang investigasi seputar kasus penggelapan pajak Sukanto Tanoto ini dapat anda baca dalam buku “Saksi Kunci: Kisah Nyata Perburuan Vincent, Pembocor Rahasia Pajak Asian Agri Group” yang ditulis Metta Dharmasaputra, penerbit Tempo, dan dipublikasikan 16 Juli 2013.

Dalam buku setebal 446 halaman tersebut, Metta bertutur dengan gaya naratif deskriptif. Menceritakan tiga hal mendasar, yakni kasus hukum seputar pembobolan uang perusahaan yang dilakukan oleh Vincent, kasus manipulasi pajak Asian Agri Group, dan berbagai persoalan seputar liputan investigasi Tempo.

Vincent jelas bukan orang sembarangan. Ia menjabat sebagai Group Financial Controller Asian Agri sebelum pembobolan yang ia lakukan itu. Dengan jabatannya itu, semua transaksi keuangan termasuk perencanaan pajak mampir ke mejanya sebelum persetujuan akhir. Dan dari situlah manipulasi pajak terbesar dalam sejarah republik ini pelan-pelan terbuka.

Vincent menceritakan bahwa perusahaan milik taipan Sukanto Tanoto telah berbuat curang, memanipulasi pajak dengan beragam modus. Modus yang dijalankan antara lain pembebanan biaya fiktif, transfer pricing, dan transaksi hedging atau lindung nilai. Jumlah manipulasinya tak main-main, lebih dari 1 triliun rupiah, demikian tulis Metta dalam buku tersebut.

Membaca lembar demi lembar buku Metta Dharmasaputra ini membuat kita sadar bahwa negeri ini sedang berjalan dalam lorong gelap. Kasus Asian Agri adalah sebuah pertunjukan telanjang betapa kuasa modal telah mencengkeram berbagai sudut republik ini. Tangan-tangan tak terlihat penguasa modal mampu menjangkau media, pejabat pemerintahan, penegak hukum, bahkan para begawan di kampus. Melalui liputan investigasi dan berbagai ekses yang muncul, buku ini menunjukkan kepada kita bagaimana tangan-tangan tak terlihat tersebut beroperasi.

Dalam putusan hukum misalnya, Metta melihat dengan jeli bagaimana Asian Agri menggiring kasus manipulasi pajaknya itu hanya pada pelanggaran hukum administrasi saja, bukan pada pelanggaran tindak pidana. Dengan demikian, Asian Agri bisa membayar jauh lebih murah. Seharusnya, karena kasus ini masuk dalam tindak pidana, Asian Agri dapat dituntut membayar 400 persen dari tunggakannya plus pokok.

Putusan MA pun dinilai luput lantaran hanya menjerat manajer perpajakan Asian Agri, Suwir Laut, yang divonis dua tahun penjara dengan masa percobaan tiga tahun. Padahal kasus ini terkategorikan tax evation (skema untuk memperkecil pajak yang terutang dengan cara melanggar ketentuan perpajakan) yang implikasi hukumnya pidana.

Dalam buku Saksi Kunci, Metta juga membawa pembacanya pada berbagai peristiwa yang  menegangkan karena kisah-kisah ini memang benar-benar terjadi. Pembaca diajak ikut merasakan ketegangan di Singapura, Jakarta, Medan, bahkan di penjara Salemba dan Cipinang. Beberapa kali Vincent kepikiran untuk bunuh diri, istri dan anak-anaknya diintimidasi, sampai keberadaan detektif swasta bernama Mr. Goh yang memburunya.

Metta juga menuliskan bahwa pihak Sukanto Tanoto sampai sampai menyewa Pinkerton – jasa layanan konsultasi keamanan dan investigasi terbesar di dunia –  untuk mematai-matai dirinya dan Tempo. Dan satu hal yang mengherankan dalam kasus ini baginya adalah penyadapan yang dilakukan oleh polisi terhadap dirinya. Sementara ada dugaan penggelapan pajak dengan angka fantastis, polisi justru sibuk menyadap jurnalis yang sedang berusaha membongkarnya.

Yang menarik dalam buku ini adalah hubungan antara Metta dan Vincent yang tidak lagi sekadar relasi antara jurnalis dan narasumbernya. Terjadi dilema etika disini, misalkan ketika Metta tidak melaporkan persembunyian Vincent kepada polisi. Juga ketika ia membantu Vincent dan keluarganya untuk menghubungi pengacara yang mau mendampinginya. Bahkan untuk itu Metta mesti mencari penyandang dana yang mau membiayai.

Etiskah seorang jurnalis melindungi narasumber yang telah menjebol uang perusahaan dari kejaran penegak hukum? Objektivkah investigasi Metta dalam buku tersebut, mengingat si penyandang dana yang membiayai kasus Vincent itu disebut-sebut adalah Edwin Soeryadjaya?

Edwin diketahui memberi bantuan sebesar Rp 100 juta. Hal ini akan memunculkan kesan adanya konflik kepentingan di balik pendanaan tersebut, mengingat Edwin saat itu diakui menjadi seteru pemilik Asian Agri Group dalam kasus perebutan kepemilikan saham PT Adaro Indonesia.

Untuk lebih jelasnya, saya hanya bisa menyarankan agar membaca buku Saksi Kunci. Karena dalam buku ini kita bisa mencatat nama-nama (dari politisi sampai penegak hukum) yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung yang menjadi ‘tangan-tangan tak telihat penguasa modal’. Saksi Kunci mungkin telah menuntaskan sebagian kesaksiannya. Selanjutnya, kita lah yang menjadi saksi ‘lorong gelap’ bangsa ini, yang tak berkutik dalam cenkeraman kekuasaan modal. (Sumber gambar: https://www.goodreads.com/book/show/18162926-saksi-kunci)

Ikuti tulisan menarik Ahmad Yusdi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler