Palu Arit di Dada Superman
Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIBTentang simbol palu arit di salah satu ikon komik dunia dan kapitalisme: Superman
Setelah 50 tahun, kita masih memiliki musuh yang sama: PKI, palu arit, dan Aidit. Setelah 50 tahun, komunisme masihlah hantu yang mengetuk ingatan kita. Karena itu, ketika sedikit saja saya bernada "membela" PKI, orangtua saya akan menghujami saya dengan perkataan begini, "Kalau PKI menang, mungkin Mbahmu yang dibunuh." Bisa jadi. Pilihan ketika itu saat politik memanas; membunuh atau dibunuh. Tapi, setelah 50 tahun kita tidak juga bergeser dari momok yang sama, artinya ada yang bermasalah dengan bangsa ini. Ketika di kuliah dulu Komunisme menjadi kajian ilmiah, bahan olok-olok, hingga label populer antikemapanan, ternyata hal yang sama tak juga bisa terjadi di masyarakat.
Saat berbagai produk yang menampilkan gambar palu arit disita aparat, saya ingin menyodorkan sebuah buku kepada mereka: SUPERMAN RED SON karya Mark Millar tahun 2003. Tenang, ini bukan kitab Das Kapital karya Bung Karl Marx atau Madilog-nya Tan Malaka yang tebal dan njlimet. Ini komik. Mark Millar penulisnya, adalah sosok yang menghadirkan novel grafis Civil War terbitan Marvel --yang mengilhami film Captain America Civil War yang masih tayang di bioskop sampai hari ini. Millar juga dikenal dengan karya jenius lain: Kick-Ass. Tenang, Superman Red Son tidak diterbitkan oleh Hasta Mitra, Lentera Dipantara, atau Marjin Kiri. Penerbitnya adalah DC Comics, label penerbitan komik dari negara kapitalis Amerika Serikat. Jadi komik ini adalah produk kapitalis murni, bukan media propaganda.
Imajinasi yang Banal
Tanpa menafikan eksistensi Marvel sebagai salah satu produsen komik raksasa, DC memiliki keunikan-keunikan tersendiri. Banyak tokoh-tokoh komik DC terutama Batman dan Superman yang direlakan untuk dirombak dan keluar dari arus utama cerita. Red Son adalah salah satu bentuknya. DC menyebutnya seri Elseworlds.
Red Son adalah Superman versi Uni Soviet. Ia bukan alien Krypton yang terdampar di Smallville, Amerika Serikat, melainkan sebuah ladang pertanian di Ukraina, yang dalam komik digambarkan masih menjadi bagian dari Uni Soviet. Red Son kemudian menjadi penghayat Komunisme dan pengikut sejati, sekaligus pelindung Stalin. Musuh besarnya? Tidak lain adalah Lex Luthor yang digambarkan sebagai pahlawan Amerika Serikat. Dalam komik Red Son, muncul pula tokoh Batman yang lahir dari trauma kematian kedua orangtuanya yang ditembak oleh Pyotr Roslov, anak haram Stalin.
Kisah Red Son mengingatkan saya pada film Pulgasari (1985) buatan Korea Utara. Atas budi baik Bang Anton, pengelola perpustakaan independen 'Batu Api' di Jatinangor, Sumedang, saya mendapatkan film tersebut. Pulgasari adalah Godzilla versi Korea Utara. Dan seperti Red Son,ide-ide Komunisme begitu kentara dalam film tersebut. Bagaimana seekor monster raksasa mengamuk dan menghancurkan kerajaan yang semena-mena kepada petani miskin. Film ini dibuat atas kemauan Kim Jong-Il, yang diam-diam mengagumi karakter tokusatsu (superhero Jepang) Gavan The Space Sherrif. Ia disokong penuh Pendiri Korea Utara, sang ayah, Kim Il-Sung, untuk mewujudkan film itu.
Begitulah imajinasi. Ia menembus batas-batas ideologi. Bagi industri komik Amerika, terutama DC Comics, Red Son adalah mesin uang karena diminati oleh pembaca. Dan kita, hari ini, sibuk menyita palu arit padahal di belahan dunia lain, palu arit adalah museum atau produk yang menjadi pundi-pundi uang karena sudah lama menjadi memorabilia. Jadi, saya bantu Anda mengingat kembali perkataan bijak Frater Brower: Masih Muda, Tidak Kiri itu Tidak Punya Hati. Jika Tua masih juga Kiri, Anda tidak punya Otak. Begitu saja rumusnya.
Sumber foto: http://www.sideshowtoy.com/collectibles/dc-comics-superman-red-son-sideshow-collectibles-3002153/
(Arsip: Facebook, 11 Mei 2016)
Penulis Indonesiana
0 Pengikut
Multisemesta Bernama Indonesia
Selasa, 21 Mei 2019 21:24 WIBMemaknai Kekalahan dalam Demokrasi
Senin, 20 Mei 2019 14:28 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler