x

Peserta Tax Amnesty Diprediksi Menumpuk pada September

Iklan

Irwan Wisanggeni

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Urgensi Undang-Undang Pengampunan Pajak

Berdasarkan perhitungan BI yang mengacu pada Global Financial Data 2015, potensi dana yang akan didapat dari hasil repatriasi sekitar Rp 560 triliun

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Penitia kerja sudah menuntaskan pembahasan Rancangan Undang soal Pengampunan Pajak (24/6)  dan hasil pembahasan akan dibawa ke rapat kerja ke Komisi XI DPR.

Beberapa kesepakatan sudah dibuat antara lain periode pengampunan pajak, objek pengampunan dan tarif tebusan namun masih belum disepakti secara menyeluruh dari anggota dewan. Untuk periode pengampunan delapan fraksi sepakat menyangkut 1 Juli 2016 sampai dengan 31 Maret 2017. Adapun dua fraksi lain masing-masing menginginkan periode 6 bulan dengan batas akhir 31 Desember 2016. Objek pengampuan delapan fraksi sepakat Pajak Penghasilan ( PPh), Pajak Pertambhana Nilai (PPN) dan Pajak PEnjualan Barang Mewah (PPn BM) sedangkan satu fraksi hanya setuju PPh saja. Sedangkan untuk tarif, delapan fraksi setuju 2%-3%-5% sedangkan dua fraksi menyetujui 10 persen.

Hiruk-pikuk opini di ranah publik soal pengampunan pajak, ada yang pro dan ada yang kontra. Misalnya Menko Perekonomian berpendapat, diperlukan perbaikan dan pembenahan sistem administrasi bidang perpajakan sebelum diberlakukannya pengampunan pajak. Sedangkan Gubernur Bank Indonesia menyatakan, pemberlakuan pengampunan pajak akan berdampak pada pemasukan arus modal dan penerimaan pajak. Berdasarkan perhitungan BI yang mengacu pada Global Financial Data 2015, potensi dana yang akan didapat dari hasil repatriasi sekitar Rp 560 triliun dengan potensi penerimaan pajak sekitar Ro 45,7 triliun.  Menurut penulis  jika RUU Pengampunan Pajak terlalu lama dibahas, tanpa ada hasil kongkrit peminatnya akan menjadi sepi.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dampak

Manfaat pengampunan pajak jika diuraikan akan memberikan hasil penerimaan pajak yang siginifikan, selain itu akan terjadi  cash in flow ( arus uang masuk ke dalam negeri) hasil dari repatriasasi sehingga dampak yang akan timbul dari uang masuk ini adalah perekonomian membaik.

Dampak lainnya atas pengampunan pajak adalah akan menguatnya nilai mata uang rupiah, karena uang yang masuk ke dalam negeri akan berbentuk mata uang asing seperti US dollar atau yen. Hasilnya persedian mata uang asing didalam negeri akan banyak tersedia yang secara otomatis  berdampak menguatnya rupiah.

Beberapa ekonom juga mempertanyakan setelah uang yang masuk Rp 560 triliun ke Tanah Air dari hasil pengampunan pajak, mau diapakan uang tersebut? Apakah mampu diserap untuk investasi di dalam negeri mengingat perekomian kita secara nasional belum stabil. Apakah uang tersebut hanya  mengendap di bank nasional dalam bentuk deposito sehingga beban bunga untuk membayar deposito didalam negeri akan bertambah, karena serapan pinjaman kredit untuk usaha secara nasional belum efektif.  Loan Deposit Ratio ( LDR) di perbankan  mencapai 90 persen sedangkan Loan to GDP ( Gross Domestic Bruto) baru mencapai 30 persen, angka ini lebih kecil dibanding Singapura yang mencapai 120 persen.

Kendala

Harapan pemerintah yang utama dari pengampunan pajak ini adalah untuk menutup lubang defisit penerimaan negara  2016 yang diperkirakan berjumlah Rp 290 triliun akibat merosotnya penerimaan dari sektor migas dan komoditas serta realisasi pajak sehingga amnesti pajak menjadi topangan harapan penerimaan negara. Situasi pahitnya jika program pengampunan pajak ini gagal, maka pemerintah harus menempuh jalan pintas dengan menambah utang untuk menutup defisit APBN 2016 yang diperkiran defisit 2,15 persen dari produk domestik bruto.

Namun payung hukum dari pengampunan pajak ini masih belum ada, wacana sehubungan dengan pengampunan pajak terus bergulir dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) belum  memberikan sinyal untuk menyetujui undang-undang pengampunan pajak.

Apabila UU Pengampunan Pajak tidak disetujui oleh DPR. Ditengah ketidak pastian ini  seyogianya Presiden membuat terobosan dengan membuat payung hukum  dengan menggunakan Peraturan Pemerintah (PP).

PP Pengampunan Pajak  merupakan jalan keluar apabila Undang-Undang Pengampunan Pajak tidak disahkan DPR karena PP Pengampunan Pajak tidak perlu mendapatkan persetujuan DPR.

Pada tahun 1984 pemerintahan Orde Baru pernah melalukan program yang serupa dengan pengampunan pajak. Pada saat itu payung hukumnya hanya berupa KEPPRES No 26 tahun 1984 dan program pengampunan pajak saat itu berjalan cukup sukses.

Beberapa pakar hukum berpendapat PP Pengampunan Pajak memiliki keterbatasan dibandingkan dengan Undang-Undang (UU) Pengampunan Pajak. Misalnya, UU Pengampunan Pajak dapat menggunakan uang tebusan dengan tarif rendah dan berjenjang, sedangkan jika menggunakan PP Pengampunan Pajak akan menggunakan tarif normal sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan Pasal 17.

Penulis cemas program pengampunan pajak tidak berjalan mulus dan sesuai yang diharapkan jika menggunakan tarif pajak normal karena akan terjadi kurang bayar yang besar, hal ini akan ditanggung wajib pajak yang memanfaatkan program amnesti pajak.

Berkaca pada Peraturan Pemerintah (PP) yang pernah terbit, bisa saja PP membuat tarif tersendiri,  diluar tarif normal. Contoh Peraturan Pemerintah No 46 tahun 2013 mengenai pajak untuk sektor usaha kecil menengah (UKM), yang memiliki tarif 1 persen dari omset. PP 46 ini memberikan contoh bisa saja isinya berbeda dengan tarif normal.

Apapa pun pilihannya, pemerintah perlu menentukan sikap agar program pengampunan pajak ini dapat berjalan mulus sehingga dapat tercapai tujuannya yaitu kepatuhan pajak, penerimaan pajak dan menarik dana wajib pajak dalam negeri yang diparkir di luar negeri. Dalam situasi pelik ini pilihan harus dibuat dan rakyat menunggu keputusannya.

 

Irwan Wisanggeni, Dosen Trisakti Scholl of Management

Ikuti tulisan menarik Irwan Wisanggeni lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler