Perjuangan Hati dan Kepala
Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIBBicara tentang THR untuk Pekerja Rumah Tangga
Perjuangan hati dan kepala
Bekerja sebagai penggerak isu Pekerja Rumah Tangga/ Pekerja Rumah Tangga Anak dan memikirkan pemenuhan kebutuhan PRT di rumah sendiri, bukanlah hal mudah. Di satu sisi, hati dan upayaku untuk perbaikan situasi dan kondisi teman-teman PRT. Di sisi hidupku yang lain, kepala dan hatiku juga bertindak sebagai orang yang mempekerjakan mereka.
PRT yang bekerja di rumah kami bernama Ibu Sarni. Orangnya unik, teramat unik untuk diceritakan kesehariannya yang sudah bersama kami di 10 bulan ini. Beberapa kebiasaannya tidak bisa diubah, walaupun sudah kucoba mengingatkan atau memberi arahan. Contoh yang paling sederhana, kaitan dengan memasak. Kami bertiga (saya, suami dan anak) terbiasa makan dengan rasa yang tidak terlalu gurih. Kebiasaan kami “agak” terganggu dengan kebiasaan Ibu Sarni yang cenderung asin. Jika dikoreksi atau diberi input untuk kegiatan berikutnya, selalu membela diri. Satu dua kali saya tidak terima karena maksud saya memberi arahan untuk perbaikan didebat oleh Ibu Sarni untuk pembenaran kebiasaannya. Hal ini kadang membuat saya jengkel dan merasa harus mencari cara yang efektif untuk mengubah pola kebiasaannya.
Saya memberi kerja PRT disesuaikan dengan tingkat kemampuannya dan kebutuhan di rumah. Hal ini tentu membuat perhitungan gaji berbeda bila dibandingkan dengan PRT lainnya. Membuat kesepakatan (secara lisan) ini kami lakukan di saat awal menerima Ibu Sarni. Ibu Sarni, sudah masuk dalam tahapan usia lansia. Karena itulah, saya dan suami bersepakat untuk memecah pekerjaan di rumah dengan PRT lainnya untuk kebutuhan mencuci dan menyetrika pakaian dan kami berduapun mengerjakan tugas-tugas yang tidak dikerjakan Ibu Sarni karena pertimbangan usia dan fisiknya. Jadi, walaupun kami punya PRT, kamipun masih punya tugas-tugas untuk dikerjakan.
Menjelang musim mudik yang akan berlangsung di 2 minggu ke depan, kami sudah bersepakat untuk memberikan salah satu hak PRT yang masih diperjuangkan banyak aktivitis PRT, yaitu Tunjangan Hari Raya (THR). Untuk kami, pemberian THR ini bukan semata-mata karena ada program untuk memperjuangkan kerja layak PRT atau adanya Permenaker 2/2015 yang sementara ini menjadi rujukan peraturan bagi teman-teman PRT dan para pengguna jasa PRT. Mau sebanyak apapun peraturan itu dibuat, tentulah tidak bermanfaat jika tidak ada kesadaran masyarakat. Kalau mau mudah saja, kami bisa hanya membayarkan sebagian THR karena masa kerjanya yang belum mencapai 1 tahun. Tetapi kami berusaha mewujudkan kerja layak itu karena memandang Ibu Sarni-ibu Sarni lainnya juga harus menikmati hasil kerjanya selama ini. Dan hal itu harus dilakukan dari rumah kami sendiri.
Belajar dari kehadiran PRT-PRT yang bekerja di rumah, saya berpendapat, situasi perbaikan kondisi PRT ini harus didukung banyak pihak. PRT dan pengguna jasa menjadi pihak yang harus sama-sama berjuang untuk tujuan tersebut. Pengguna jasa harus menumbuhkan kesadaran dan memenuhi kewajibannya, sementara PRT berupaya meningkatkan kinerja dan potensi agar bisa memberikan layanan yang dibutuhkan. Memang masih perlu upaya penguatan kesadaran dan pendidikan untuk keduanya supaya tercapai perbaikan situasi bagi Ibu Sarni dan teman-teman lainnya.
Salam perjuangan,
Beti.MC, koordinator program di Jaringan LSM untuk Penghapusan Pekerja Anak/ JARAK
Penulis Indonesiana
0 Pengikut
Hari Anak Nasional; Mencegah Anak Masuk Dunia Kerja akibat Dampak Pandemi
Kamis, 23 Juli 2020 19:58 WIBPekerja Rumah Tangga Belajar Pengelolaan Keuangan
Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler