x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Pikiran Drucker yang Melampaui Usianya

Drucker meletakkan kemanusiaan secara sangat layak dalam manajemen.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Buah pikir guru manajemen Peter Drucker tak akan berhenti dibicarakan sepeninggal pemiliknya yang wafat 11 tahun yang lampau. Pengaruhnya terus beranak-pinak di berbagai persoalan di lingkungan perusahaan, pemerintahan, maupun perorangan. Buku The Drucker Difference ini, yang ditulis oleh banyak guru besar, memperlihatkan jejak-jejak pikiran Drucker yang tak berhenti berkembang.

Banyak wawasan Drucker yang lahir mendahului zamannya. Pada 1997, Drucker meramalkan akan adanya reaksi keras terhadap gaji eksekutif yang semakin besar ketika ia mengatakan, “Pada kelesuan ekonomi berikutnya akan muncul kebencian dan kemuakan terhadap para pemimpin perusahaan besar yang menggaji diri mereka sendiri jutaan dolar.” Dua belas tahun kemudian, kita menyaksikan hujan kritik kepada para eksekutif American International Group (AIG) yang dijadwalkan menerima bonus $165 juta justru setelah AIG menerima dana talangan sebesar $182 miliar dari Departemen Keuangan AS untuk mengatasi persoalan internal.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Bagi Drucker, gaji eksekutif yang terlampau besar bukan hanya tidak pantas, tapi juga tidak bermoral. Dalam konteks inilah, antara lain, Drucker meletakkan manajemen sebagai ilmu budaya yang memberi petunjuk moral bagi para eksekutif. Karya-karya Drucker menyediakan petunjuk moral, khususnya terkait perlakuan terhadap manusia yang merupakan sumber daya paling berharga bagi manajemen.

Dalam perspektif Drucker, adalah penting untuk membangun cara berpikir berbudaya untuk menciptakan nilai perusahaan. Manajemen berbasis-nilai mengubah cara berpikir ini dengan mempertimbangkan tidak hanya apa yang harus dilakukan (untuk menghasilkan uang), tetapi juga bagaimana melakukannya (bekerja dengan cara yang bertanggung jawab terhadap masyarakat). Inilah salah satu pandangan Drucker tentang fungsi manajemen yang membedakannya dari pemikir lainnya, suatu unsur pembeda Drucker atau “Drucker Difference” yang mampu menyatukan banyak profesor untuk bersedia membicarakan ide-idenya dalam buku The Drucker Difference.

Pandangan itu ditegaskan pula dalam The Practice of Management ketika Drucker menyatakan bahwa tujuan bisnis harus terletak di luar bisnis itu sendiri, yakni pada masyarakat, karena perusahaan bisnis adalah sebuah lembaga masyarakat. Druckerlah orang pertama yang merumuskan bahwa hanya ada satu pengertian sah dari tujuan bisnis, yaitu menciptakan pelanggan. Pelangganlah yang menentukan apa bisnis itu. “Menghasilkan laba atau memaksimalkan kekayaan pemegang saham adalah tujuan yang sempit dan kuno,” kata Drucker.

Dalam penilaian pemikir yang banyak berkawan dengan dan memengaruhi pebisnis mashur seperti Jack Welch, konsep memaksimalkan laba itu sangat buruk dan berbahaya. Sebab, inilah penyebab utama dari kesalahpahaman mengenai sifat laba dalam masyarakat kita. Perang laba yang berurat-akar, menurut Drucker, merupakan penyakit paling berbahaya dalam masyarakat industri.

Berbagai tulisan yang dituangkan dengan sangat bagus oleh para profesor yang mengajar di Drucker School ini memperlihatkan betapa luas pemikiran Drucker. Bagi pemikir yang rendah hati dan sederhana ini, manajemen bergerak melampaui pengertian sempit perusahaan. Lebih tepat untuk dikatakan bahwa pemikiran manajemen Drucker menyoroti bagaimana organisasi bekerja, dan itu berarti lebih dari sekedar organisasi perusahaan.

Pendekatan Drucker yang diadopsi untuk pengajaran di Drucker School ialah fokusnya pada sisi kemanusian perusahaan, yakni bahwa manusia memiliki nilai dan martabat. Manajemen berperan untuk menyediakan sebuah keadaan di mana manusia bisa berkembang, baik intelektual maupun moralnya. Pendekatan inilah yang merekatkan banyak profesor untuk bergabung di Drucker School.

Kecintaan orang-orang cerdas ini kepada Drucker, seperti diceritakan oleh Pearce dan kawan-kawan dalam buku ini, ditunjukkan dalam sebuah rapat yang berlangsung pada musim semi 2007 dan dihadiri semua pengajar Drucker School. Dalam rapat itu, mereka secara spontan memutuskan—tanpa desakan atau paksaan—untuk mengembangkan mata kuliah bersama. Setiap minggu, mata kuliah ini akan diisi oleh seorang pengajar yang berbeda. Setiap pengajar menunjukkan bagaimana karya Drucker sedang dikembangkan dalam bidang studinya sendiri. Buku ini menyediakan gambaran tentang kontribusi setiap pengajar pada mata kuliah ini.

Seperti dikatakan oleh filosof sosial Charles Handy dalam pengantar, delapan belas profesor bisa bekerja sama dengan rukun merupakan pemandangan yang sangat langka. Tapi, setuju untuk menggabungkan penelitian dan ajaran mereka dengan karya orang lain merupakan hal yang jauh lebih istimewa. Semua orang yang terlibat dalam proyek ini sangat berkomitmen pada teori Drucker, yang menekankan pembelajaran sepanjang hidup sebagai pekerja intelektual dan sebagai makhluk hidup.

Memiliki karya yang terus tumbuh dan berkembang setelah kematian merupakan keinginan terbesar setiap individu. Buku ini memang layak dipersembahkan bagi seorang guru manajemen yang sederhana dan murah hati, yang bersedia memberikan pemikiran serta sarannya dengan bebas dan penuh rasa hormat. ***

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu