x

Perajin usai membuat Batik Quran diatas lembar kain Primis di kawasan Kampung Batik Laweyan, Surakarta, Jawa Tengah, 15 Juni 2016. Batik Quran tersebut tidak dijual namun ongkos produksi jika dijual setara dengan harga 150-200 ribu rupiah. TEMPO/Bram

Iklan

Nuraz Aji

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Pengusaha Lumbung Batik dan Pernak-perniknya

Sedikit cerita tentang dunia kerja

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Solo-Para pengusaha Stand Makanan dan Minuman di Lumbung Batik, Laweyan tidak takut mengambil resiko jika mesti menanggung bangkrut. Mereka cukup paham tentang bagaimana membuka dan menjalankan usaha, baik sendiri maupun secara tim. Dari mulai riset tempat yang strategis sekaligus biaya sewanya, upah karyawan bila mempekerjakan, modal, gerobak, peralatan dan bahan-bahan tentu telah dipikirkan masak-masak, sedari jauh-jauh hari sebelumnya. Yang terpenting adalah niat dan realisasi, supaya ide-ide tidak hanya mengendap saja di kepala, tapi bergerak seiring langkah nyata dengan tindakan konkret.

 

Misalnya Ervina Susanti (23), pemilik Stand Bubble Drink ini mengaku memulai usahanya sejak April 2016. Meski telah berganti karyawan sebanyak empat  kali, ia tidak lantas menyerah begitu saja. Meski pendapatannya baru cukup untuk menutupi biaya sewa tempat dan upah karyawan. Itu sebabnya ia masih harus bekerja di Trigana Air sambil kuliah untuk kelanjutan jenjang karirnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Di kanan kirinya banyak berjejer Stand-stand usaha yang lain, misalnya: Mister Burger, Horiku Ocean Mocktail, Chicken Snack, Pasta, Bubur Ayam, Soto, Es Buah, Es Teler, Es Degan, Risol yang baru akan buka Senin mendatang, Fishball, Brother Laundry, Service HP Dan Komputer, Toko Alat Musik, Digital Printing, Fotokopi, dan masih banyak lagi. Ini menunjukkan ada kompetisi secara diam-diam antar para pengusaha baik muda maupun tua, dibuktikan dengan ada dan bertambahnya Stand-stand yang lain. Dikarenakan lokasinya berada di samping tempat parkir, di mana biasanya masyarakat, khususnya mahasiswa kerap menitipkan sepeda motornya. Otomatis, tempat ini menjadi lalu lalang dengan kekreatifan ekonominya yang meminta tumbuh kembang.

 

Kehidupan di Kota banyak menawarkan segala yang serba mudah, murah, cepat, instant dan praktis. Terlepas akan seperti apa kehidupan dan keberlangsungan usaha mereka nanti, mereka mesti siap memikul untung dan rugi. Karena mereka adalah kandidat orang-orang sukses yang sedang berproses. Mereka berani mengambil langkah logis untuk kaya. Mereka tidak mengemis rizki dari belas kasihan orang lain. Tidak pernah ada yang bercita-cita menjadi seorang pengemis, termasuk para pengemis jalanan yang sering lewat itu. Seperti kata Djenar Maesa Ayu, “kita bisa memesan bir, tapi kita tidak bisa memesan takdir.”

 

Mereka bisa memesan kekayaan dengan berdoa kepada Tuhan, tapi uang tidak pernah turun dari langit seperti turunnya hujan.

 

Laweyan, 130816

Ikuti tulisan menarik Nuraz Aji lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler