x

Iklan

Mario Tando

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Ratap Tangis di tengah HUT Proklamasi 71th Indonesia

Ratap tangis di tengah HUT Proklamasi 71th Indonesia

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

71 tahun yg lalu, para founding fathers sedang sibuk2nya mempersiapkan kemerdekaan Republik Indonesia. Hari ini pula terjadi peristiwa 'Rengas Dengklok' yang pada dasarnya ialah pertentangan antara golongan tua dan muda, dimana golongan muda (Wikana dan kawan2) mendesak agar kaum tua tidak terjebak janji2 manis Jepang saat pertemuan di Dalat (Vietnam) yg telah menyerah kepada sekutu pada waktu sebelumnya yg ingin memberikan hadiah kemerdekaan Indonesia. Kaum muda yg mendesak para kaum tua bahwa kemerdekaan Indonesia tidak sepantasnya 'kemerdekaan yg diberi begitu saja', melainkan kemerdekaan atas usaha sendiri dan golongan muda siap akan segala resiko yg mungkin dihadapi.

'Penculikan' Soekarno-Hatta di Rengas Dengklok semata2 ialah keinginan para pemuda dengan jiwa yg berkobar2 untuk sesegera mungkin memproklamirkan kemerdekaan atas usaha sendiri, bukan pemberian hadiah dari jepang. Namun ada yg sedikit terlupa atau mungkin dilupakan oleh sejarah Bangsa ini. Bahwa seorang Tionghoa Khonghucu bernama Djiauw Kie Siong menjadi salah satu barisan pemuda waktu itu yg rela menjadikan rumahnya untuk tempat 'penculikan'. Hal ini menegaskan kembali bahwa kaum Tionghoa bukan kaum asing di 'Indonesia'. Ini hanya salah satu contoh kecil tentang kontribusi etnis Tionghoa untuk NKRI. Bahwa mungkin benar adanya banyak dari mereka yang menjadi penghianat Negara, namun tidak sedikit pula mereka yang berjuang untuk Nusantara. Maka tidak benarlah jika kita terus menggeneralisasi oknum atas tindakan mereka masing-masing.

Kembali kepada detik-detik proklamasi, kaum muda juga mengingatkan kembali bahwa BPUPKI (Dokuritsu junbi cosakai) dan PPKI (Dokuritsu junbi inkai) walau diisi oleh orang2 'Indonesia', tetap saja badan2 tersebut adalah buatan Jepang, maka hal itu harus menjadi perhatian dan kewaspadaan. Soebandrijo yang diantar oleh Yusuf Kunto hadir ke Dengklok untuk melakukan negosiasi dengan para pemuda, akhirnya para pemuda dapat mendengar segala bentuk alasan yg disampaikan kaum tua. Soekarno (bersama Fatmawati dan Guntur yg baru 9 bulan) dan Hatta dibawa kembali ke Jakarta.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Hatta yg juga ketua PPKI dan kawan2 melakukan berbagai pertemuan dengan para pejabat2 jepang seperti Jendral Nishimura. Ada beberapa penyampaian dari Nishimura yg dirasa sudah agak melenceng tidak seperti yg disepakati di Dalat, bahwa dikatakan Nishimura, Jepang tidak dapat memberikan izin untuk usaha persiapan kemerdekaan Indonesia, dan mereka harus menjaga 'status quo'.

Hatta marah dan meminta Nishimura agar jangan menghalang-halangi usaha PPKI dan kemudian segera menuju ke rumah Laksamana Maeda (pro Indonesia) untuk mempersiapkan proklamasi kemerdekaan bersama Soekarno, Achmad Soebandrijo, dan disaksikan langsung oleh Sukarni, B.M. Diah, Sudiro, Sayuti Melik. Dini hari nanti mereka akan merumuskan Teks Proklamasi yg diketik langsung oleh Sayuti Melik dan menyiapkan Sang Saka yg dijahit langsung oleh Fatmawati. Rencana esok proklamasi akan disampaikan di Lapangan Ikada, namun karena satu dan lain hal akhirnya dilakukan di rumah Soekarno di Pegangsaan Timur no. 56.

Proklamasi

Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.

Hal2 jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan

dengan tjara seksama dan dalam tempoh jang sesingkat-singkatnja.

Djakarta, 17 - 8 - '05

Wakil2 bangsa Indonesia.

Dirgahayu Republik Indonesia - 71th. Semoga kita sebagai generasi penerus dapat mengisi kemerdekaan dengan sebenar2nya sesuai dengan Pancasila yg dibingkai Bhinneka Tunggal Ika.

Perjalanan kita akan lebih berat, karena perjuangan dalam melawan bangsa sendiri. Begitu kira2 kata Soekarno. Perjuangan melawan korupsi, kebodohan, kemiskinan, dan kesewenang-wenangan dari dan oleh Bangsa sendiri. Mari berjuang bersama-sama mengisi kemerdekaan ini dengan sebaik-baiknya. Karena jika masih ada ratap tangis dalam gubuk-gubuk, perjuangan kita belum usai. Mari keluarkan keringat sebanyak-banyaknya untuk Indonesia.

Jangan lagi meributkan hal-hal yang kecil remeh temeh sehingga kepentingan besar terlewati. Jangan lagi berfikir sempit atas perbedaan SARA dan sejenisnya, saatnya maju bersama dengan karya nyata untuk Indonesia. Ratap tangis itu makin nyata ditengah gemerlap sebagian kehidupan para penguasa, ketimpangan yang amat merajalela tidak membuktikan secara nyata tentang hadirnya Pancasila yang secara teori selalu diobral para pembesar, “Keadialan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Itulah tujuan besar dari hadirnya Negara, memberikan rasa keadilan yang seutuhnya dapat dirasakan rakyat, kemakmuran dibidang ekonomi, pendidikan, kesehatan yang tidak lagi menjadi angan belaka. Semoga kita semua dapat memberikan setetes keringat kita untuk menyuburkan tanah Nusantara. Tidak ada lagi sekat etnis, agama, suku, ras, bahkan hanya karena “green card”, atau yellow card, bahkan red card J. Karena Christian Gonzales pun awalnya punya kewarganegaraan asing, tapi kita rela gunakan jasanya, katanya untuk kemajuan sepak bola Indonesia, ditengah ratusan juta mutiara yang terpendam terlewati pandangan karena pembinaan sepakbola yang amburadul. Jika benar ada mutiara yang benar-benar ingin bersinar di tanah Nusantara, mari kita jaga bersama-sama, sehingga kita semua dapat menikmati indah kilaunya bersama-sama.

 

Mario Tando

(Ketua Umum Generasi Muda Khonghucu Indonesia)

 

Ikuti tulisan menarik Mario Tando lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terkini

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB