x

Iklan

Ahmad Yusdi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

'Perampokan' Uang Negara di Balik IPO Krakatau Steel

Masih ingat ‘perampokan’ Rp1,2 triliun uang negara dalam waktu singkat pada privatisasi IPO PT Krakatau Steel? .Kini, KS berencana 'menjual anak-anaknya'

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Foto: Gedung ADB Krakatau Steel di Cilegon

Kalau anda mau meluangkan waktu datang ke Kota Cilegon, Banten, anda akan temui sebuah gedung perkantoran yang megah di zamannya. Bangunan yang berada tak jauh dari pusat kota itu sepi tak berpenghuni. Tak terurus, mirip bangunan tua berhantu.

Bangunan itu dulu adalah pusat perkantoran PT Krakatau Steel (PT KS) yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), produsen besi baja terbesar di Asia Tenggara. Kini industri baja kebanggaan rakyat Indonesia itu bagaikan hidup segan mati tak mau menghadapi persaingan global industri sejenis. Menurut beberapa karyawan yang terpaksa dipensiun-dinikan, hal ini akibat privatisasi di tubuh PT KS.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tercatat resmi di Bursa Efek Indonesia (BEI) sebagai emiten ke-413 pada 10 November 2010, PT Krakatau Steel (KS) dengan ticker KRAS melaksanakan corporate action yang merupakan puncak dari serangkaian proses privatisasi (baca: pengalihan kepemilikan saham) yang telah direncanakan beberapa tahun sebelumnya.

Bagi sebuah korporasi, penawaran saham perdana atau IPO (Initial Public Offering) merupakan sebuah bentuk kegiatan usaha yang wajar. Melalui IPO, korporasi bisa meningkatkan modalnya demi kepentingan ekspansi usaha atau peningkatan kapasitas produksinya. Melalui IPO juga diharapkan terjadi perbaikan kinerja manajemen, karena terjadinya kontrol dari publik selaku pemegang saham (shareholders).

IPO merupakan penjualan saham perusahaan melalui pasar modal. BUMN yang dijual dengan cara ini sebelumnya, antara lain, PT Telkom (1995), PT Timah (1995), PT Aneka Tambang (1997), PT Bank Mandiri (2003), dan PT PGN (2003). Penjualan saham BUMN melalui IPO dinilai memiliki beberapa kelebihan. Di antaranya, terjaganya transparansi dalam transaksi serta cenderung lebih mampu menghindari konsentrasi kepemilikan saham pada investor tertentu.

Namun, metode itu juga mempunyai kelemahan, terutama berkaitan dengan daya serap pasar modal. Apabila pasar modal tidak mampu menyerap jumlah saham yang ditawarkan, harga yang diperoleh rendah. Hal tersebut tentu merugikan negara.

Dr Fauzi Sanusi, Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Tirtayasa, Serang, dalam sebuah seminar pernah mengatakan, sering terjadi di negeri ini, tujuan utama privatisasi tidak maksimal jika dilaksanakan oleh BUMN. Persoalannya, proses privatisasi pada BUMN kerapkali lebih mengedepankan kepentingan politik ketimbang tujuan korporasi itu sendiri. Sebagaimana terjadi pada PT Krakatau Steel (PT KS).

Harga saham PT KS yang dilempar di pasar modal ditetapkan sebesar Rp850 per saham. Jumlah saham yang dilepas ke masyarakat sebanyak 3,155 miliar saham, atau 20% dari keseluruhan saham yang ada. Perkiraan dana (kotor) yang dapat diraih PT KS dari IPO itu sebesar Rp2,68 Triliun. (Krakatau.steel.com, 11/11/2010).

Namun, banyak pengamat menilai, penetapan harga saham perdana PT KS sebesar Rp850 itu dianggap terlalu murah dan ditengarai berbau kepentingan politis. Pemerintah SBY saat itu dituduh telah mengobral kekayaan negara, sebab PT KS adalah salah satu BUMN yang bernilai jual tinggi.

Terlebih, setelah harga saham KS melonjak tajam di awal perdagangannya dan menciptakan gain besar bagi investor asing. Di hari pertama saja, perdagangan saham PT KS ditutup pada level Rp1.270 per lembarnya, atau melonjak tajam 49,4 persen. Ini menjadi salah satu bukti adanya kesalahan yang disengaja dari perusahaan dalam memberikan nilai per lembar saham yang dibawah standar.

Karena PT KS melepas sebanyak 3,15 miliar lembar saham pada harga Rp 850 per lembar, sedangkan investor asing tidak mau lama-lama memegang saham PT KS dan melakukan aksi jual bersih (net sell), maka negara dirugikan sebanyak Rp1,2 triliun dalam waktu yang singkat.

Dalam proses bookbuilding IPO PT KS sendiri, harga saham sebenarnya berada pada kisaran Rp850-1.150, sehingga menjadi sebuah pertanyaan besar, mengapa penetapan harga yang diambil oleh pemerintah, BEI dan Bapepam adalah harga terendahnya?

Ditunjuknya tiga penjamin emisi, yaitu Danareksa Sekuritas, Mandiri Sekuritas, dan Bahana Sekuritas menandakan biaya emisi yang ditanggung PT KS selaku emiten semakin tinggi, sebaliknya risiko yang ditanggung penjamin emisi semakin rendah. Dalam kondisi demikian, pemerintah semestinya menentukan harga saham perdana KS sebesar Rp1.150 atau titik tertinggi selama proses bookbuilding.

Padahal penjualan PT KS sendiri pada waktu itu sedang berada pada performa baiknya, yakni sejak 2007 hingga 2010 kinerja finansial KS terus membaik secara signifikan. Hingga semester I tahun 2010 saja PT KS sudah membukukan laba Rp997,75 miliar, atau naik fantastis 190,70 persen jika dibandingkan periode sebelumnya.

Lantaran PT KS adalah BUMN, tentu ini menciptakan potential loss bagi PT KS itu sendiri dan terutama keuangan negara. Upaya underwriters oleh penjamin emisi dengan memberikan jatah kepada asing sebesar 35 persen untuk mencari investor yang berkualitas ternyata hanya omong kosong. Investor asing yang berjanji akan memegang saham perdana dalam jangka panjang ternyata tidak mau lama-lama memegang saham PT KS.

Pembelajaran penting yang bisa kita petik disini adalah, jangan terlalu percaya kepada investor, khususnya investor asing yang berjanji akan memegang saham perdana dalam jangka panjang. Pasalnya, karakter berinvestasi saham adalah investasi jangka pendek dan berorientasi margin. Ketika capital gain di depan, investor dengan sigap akan segera melepas sahamnya.

Selain pemerintahan SBY, BEI dan Bapepam, jajaran direksi dan Komisaris Utama Taufiequrahman Ruki juga dianggap orang yang paling bertanggungjawab terhadap kerugian negara akibat IPO PT KS tersebut. Ruki adalah pendiri Paguyuban Warga Banten (Puwnten), sebuah organisasi yang mengklaim kelompoknya sebagai representasi masyarakat Banten. Ruki juga disebut-sebut sebagai orang yang memiliki kedekatan khusus dengan Presiden SBY. (koran.tempo.co, 22 Oktober 2009)

Akan halnya Puwnten, kelompok ini memiliki kekuasaan yang cukup besar dalam pengambilan keputusan di PT KS. Nyaris semua “orang Puwnten” menduduki jabatan strategis baik sebagai komisaris maupun direksi di BUMN ini atau pada anak perusahaannya. Sebut saja Tubagus Farich Nahriel yang menjabat komisaris di PT KS, H Embay Mulya Sarief di PT KIEC (anak perusahaan), H Mardini di PT KTI (anak perusahaan), dan beberapa nama-nama “orang Puwnten” yang menduduki jabatan direksi pada anak perusahaan PT KS.

Dan, entah mungkin ini hanya kebetulan semata, anak-anak perusahaan perusahaan KS Grup seperti PT Krakatau Industrial Estate Cilegon (PT KIEC) dan PT Krakatau Bandar Samudera (PT KBS) dimana komisaris utama atau direktur utamanya adalah “orang Puwnten” sekarang sedang dalam proses diprivatisasikan juga.

Semoga saja ‘perampokan’ berkedok privatisasi pada anak-anak perusahaan ini tidak terjadi lagi seperti apa yang pernah menimpa induknya. Kepentingan rakyat sejatinya berada di atas kepentingan kelompok.

Ikuti tulisan menarik Ahmad Yusdi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler