x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Kecakapan yang Membuatmu Berbeda

Ada sejumlah kecakapan yang jika kamu bisa menguasai salah satunya, kamu berpotensi meraih keunggulan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Mengapa seseorang lebih kreatif dibanding yang lain? Mengapa mereka berpikir berbeda dibanding kebanyakan orang? Bagaimana sebagian orang berhasil menemukan gagasan baru yang merombak tatanan yang ada dan yang lain tidak mampu beranjak dari gagasan lama?

Pertanyaan-pertanyaan ini mengusik banyak orang, khususnya ahli-ahli manajemen. Hal Gregersen, guru besar manajemen di INSEAD—salah satu sekolah manajemen terbaik di dunia, termasuk yang ingin tahu jawabannya. Bersama dua sejawatnya, Jeffrey Dyer dari Universitas Brigham Young dan Clayton Christensen dari Universitas Harvard, Gregersen melakukan kajian khusus.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dari hasil melakukan survei terhadap entrepreneur dan eksekutif perusahaan, Gregersen dan kawan-kawan menyimpulkan bahwa kunci keberhasilan mereka terletak pada penguasaan ‘discovery skills’—sejenis keterampilan dalam ‘menemukan’ sesuatu. Orang-orang inovatif ini menghabiskan 50% lebih banyak waktu mereka untuk kegiatan penemuan dibanding CEO yang tidak punya rekam-jejak inovasi.

Ada lima jenis discovery skill yang berpotensi membuat seseorang menjadi inovatif dan kreatif, yaitu associating, observing, experimenting, questioning, dan networking. Kelima keterampilan itu tidak harus dikuasai seluruhnya, cukup salah satu saja. Gregersen tidak menemukan entrepreneur sempurna yang menguasai kelima keterampilan itu sekaligus. Ada yang hebat dalam ‘eksperimentasi’ dan ada yang luar biasa kuat dalam ‘asosiasi’. Ada pula yang lebih mahir dalam keterampilan ‘observasional’.

Gregersen juga mendapati bahwa keterampilan itu telah menjadi kebiasaan dan bahkan ‘jalan hidup’ para inovator—katakanlah menjadi semacam DNA inovator. Kabar baiknya, jika Anda tidak terlahir dengan membawa DNA yang cukup, Anda bisa menumbuhkannya melalui latihan. Apa saja gambaran kelima kecakapan itu?

Pertama, kecakapan berpikir asosiatif. Seorang yang kreatif mampu menghubungkan titik-titik (‘connect the dots’) untuk menciptakan koneksi-koneksi yang tidak terduga. Mereka menyepadukan kepingan-kepingan informasi yang tampak berserakan hingga kemudian ‘Woowww!’. Mengejutkan, Anda dapatkan gagasan baru yang inovatif.

Kecakapan berpikir asosiatif dapat diasah karena otak manusia mampu membuat sintesis-sintensis. Keterampilan ini membantu inovator menemukan arah baru dengan cara membuat koneksi-koneksi di antara berbagai pertanyaan, beragam persoalan, kompetensi, pengalaman, ataupun beraneka gagasan yang sepintas terlihat tidak berhubungan.

Kedua, kecakapan observasi. Seorang pengamat yang tekun senang memperhatikan secara cermat dunia di sekeliling mereka, mulai dari perilaku orang, produk yang laku dan yang tidak, jasa yang banyak diminati, kebiasaan konsumen memakai smartphone, hingga jenis kuliner yang lagi disukai. Observasi yang intensif ini membantu mereka dalam memperoleh wawasan tentang cara-cara baru mengerjakan sesuatu.

Ketiga, kecakapan eksperimentasi. Para inovator terus berusaha mendapatkan pengalaman baru dan mencoba mempraktekkan gagasan baru. Mereka tidak henti-henti mengeksplorasi dunia dengan berbagai percobaan. Mereka tidak takut gagal. Orang-orang ini punya kegemaran mengunjungi tempat-tempat baru, mencari informasi baru, dan bereksperimen untuk mempelajari hal-hal baru. Eksperimen telah menjadi bagian hidup mereka.

Keempat, kecakapan bertanya. Mengapa bertanya itu penting? Kita dapat mengobservasi dunia atau melakukan eksperimen, tapi jika kita tidak mempunyai pertanyaan di dalam benak, rasanya kita tidak akan pernah melakukan observasi ataupun ekseperimen apapun sebab tidak tahu apa yang akan diamati atau dicoba. Inovator selalu mengajukan pertanyaan yang menunjukkan passion mencari dan rasa ingin tahu yang besar.

Kelima, kecakapan membangun jejaring. Biasanya, jika kita berpikir tentang networking, kita memikirkannya dalam pengertian pekerjaan, karir, atau kehidupan sosial. Maknanya jadi berbeda bila kita berbicara kreativitas. Para inovator berusaha menemukan orang-orang yang berbeda dari diri mereka. Mereka mengajak orang-orang itu berbicara untuk menemukan pandangan yang menantang ide-ide mereka.

Mereka mencari orang-orang yang “sama sekali berbeda dalam hal perspektif” dan membahas secara teratur ide-ide dan opsi-opsi bersama mereka “untuk memperoleh sudut pandang yang divergen.” Mereka tidak mempedulikan perbedaan gender, usia, dan sebagainya. Jejaring ini terdiri atas orang-orang yang beragam latar belakang maupun pemikiran, yang akan memantik lahirnya ide-ide baru mereka.

Bila kelima kecakapanitu dapat dilatih dan diasah, bagaimana cara melakukannya? Bertindaklah seperti anak kecil, begitu nasihat Gregersen. Tentu saja, tidak mungkin 100 persen bersikap begitu. Itu absurd. “Kita orang dewasa dan kita harus menjalankan bisnis,” kata Gregersen. Jadi? “Cukup selama 20-25% dari waktu kita, bertindaklah seperti anak berusia empat tahun lagi.”

Mengapa Gregersen memberi nasihat seperti itu? Sebab, seluruh kecapakan ini dimiliki oleh anak berumur 4 tahun. Mereka selalu bertanya, mengamati sesuatu, aktif berbicara, ataupun mengaitkan satu dan lain hal secara tidak terduga. Dulu, kita semua melakukan hal-hal seperti ini. Sayangnya, sekolah dan sistem perusahaan secara konsisten mencekoki kita dengan nasihat: “Jangan lakukan itu, berhentilah melakukan ini.” Hasilnya, kita kehilangan kapasitas kreatif yang kita bawa sejak lahir.

Kabar baiknya, kecakapan itu tidak hilang sepenuhnya. Kita dapat memperolehnya kembali. “Jika saya ingin bertambah baik dalam bertanya, saya semakin sering berlatih mengajukan pertanyaan,” ujar Gregersen. (sumber foto ilustrasi: blog.hefce.ac.uk) ***

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler