x

Iklan

Faza Syahriza Mutahajjad

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Sedikit Mengingat Hari Pahlawan

Indonesia yang diharapkan akan bertahan hingga berabad-abad bukan tidak mungkin akan hancur kurang dari satu abad....

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Aku tinggal di suatu negara yang pemerintahnya berjiwa korupsi, masyarakatnya tak dapat dipercaya, generasi mudanya lebih fokus membenahi motornya untuk balapan liar nanti malam dan siswanya menghafal pelajaran hanya sekadar untuk menjawab soal ujian. Itu pun hanya sedikit, sisanya memilih membuka mbah google dari android yang diberikan oleh kedua orangtuanya karena tak sanggup mendengar rengekan dari sang anak. Ini merupakan realita yang terjadi di sekitarku, di negara tercinta yang diberi gelar kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 itu.

Ada beberapa faktor yang membuat sebuah daerah sah untuk dikategorikan sebagai negara berdaulat. Pertama rakyat, kedua wilayah, ketiga pemerintah yang berdaulat dan yang terakhir adalah pengakuan dari negara lain. Dengan demikian, Indonesia telah sah dianggap menjadi sebuah negara sejak diproklamirkan oleh Bung Karno dan Bung Hatta tepat pada hari jumat, 17 Agustus 1945 pukul 10 pagi. Ini merupakan sejarah panjang yang mungkin hanya dihafal sebatas untuk mengerjakan ujian akhir semester bagi seorang siswa kelas 6 sekolah dasar, sayangnya setelah lulus sebagian besar buku yang mereka punya beralih fungsi menjadi bungkus gorengan atau bahkan tak jarang dibuang begitu saja tanpa diberi kesempatan untuk memberi manfaat bagi siswa-siswa lain yang tak sanggup membeli buku, sementara itu ilmu yang mereka dapat sudah menguap, terbakar kenakalan remaja yang terkadang dilakukan oleh seorang anak yang belum sah dianggap remaja.

Menurutku diantara empat faktor di atas, hanya pengakuan dari negara lainlah yang masih agak bersih, sisanya sudah sedemikian renta untuk dianggap faktor berdirinya suatu negara. Terutama masyarakat, yang di dalamnya terdapat generasi muda. Mereka kelaklah yang akan menjadi putera mahkota menggantikan pejabat-pejabat saat ini. Sayangnya, aku terlalu sering dibuat pesimis dengan kondisi generasi muda masa kini. Apalagi dengan seorang anak kecil yang belum memiliki KTP tetapi sudah berani nongkrong di pinggir jalan hingga subuh. Padahal besok bukan hari minggu. Lebih dari itu, sangat banyak diantara mereka yang kecanduan dengan barang-barang haram seperti minuman keras, narkoba dan lain-lain.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tak pernah lagi kudengar kebiasaan megaji di surau sehabis maghrib, belajar di waktu malam apalagi menciptakan suatu karya demi membahagiakan hati kedua orangtuanya. Semua itu tertutup oleh asap polusi budaya luar yang mereka anggap sebagai lifestyle masa kini. Tak keren rasanya jika sudah berumur 12 tahun tetapi belum berani meneguk sebotol anggur, tak kece rasanya jika sudah berumur 15 tahun tetapi masih perjaka. Ini adalah kondisi yang benar-benar terjadi di sekeliling kita. Bagiku keadaan mereka sudah sangat kritis dan membutuhkan pertolongan segera.

Tak pernah terbayang olehku bagaimana keadaan Indonesia sepuluh tahun mendatang jika tak ada penanganan serius dari semua masyarakat. Orangtua yang dianggap sebagai malaikat yang Tuhan kirim untuk menjaga buah hatinya kini sudah tak peduli-peduli amat dengan moral anaknya. Pemerintah yang seharusnya bertugas menjaga generasi muda pun lebih fokus dengan proyek-proyek trilyunan demi membangun rumah baru untuk istri ketiganya. Begitu juga dengan guru sekolah yang hanya memperhatikan siswanya ketika masih di sekolah, begitu jam pelajaran selesai mereka tak pernah peduli lagi dengan apa yang dilakukan oleh anak didiknya. Semua masyarakat seakan tutup mata dengan kondisi yang sedemikian memprihatinkan. Lalu jika sudah sampai taraf sedemikian kronis, siapa yang mau bertanggung jawab? Siapa lagi yang mau merangkul mereka?

Indonesia yang diharapkan akan bertahan hingga berabad-abad bukan tidak mungkin akan hancur kurang dari satu abad. Sirna sudah perjuangan para pahlawan yang rela mengorbankan nyawa hanya untuk berdirinya suatu negara yang akan dirusak oleh bangsanya sendiri. Mungkin andai mereka mampu mengetahui keadaan anak cucunya saat ini , tak akan rela mereka membuang sia-sia nyawanya untuk membela anak cucu yang malah merobohkan peradaban bangsanya sendiri.

10 November nanti, seluruh masyarakat Indonesia yang masih memiliki nasionalisme akan memperingati hari pahlawahan. Hari dimana perjuangan pahlawan mengusir Belanda sudah pada titik klimaks. Hari dimana semua masyarakat saat itu rela meninggalkan sawah, meninggalkan pesantren, meninggalkan gereja dan semua kegiatannya hanya untuk mengangkat senjata demi memberi hadiah kemerdekaan bagi anak cucunya kelak. Kini, apakah kita masih tak rela juga, setelah diberi hadiah kemerdekaan, untuk sekadar meninggalkan pekerjaan di kantor, meninggalkan kenyamanan di kamar atau hanya meninggalkan sebentar saja aktivitas kita demi menengok keadaan muda-mudi kita yang sudah terlanjur terjerumus ke jurang pesimisme, terbawa arus globalisasi secara liberal hingga akhirnya tenggelam dalam lautan kenakalan remaja.

Semoga saja tulisanku mampu membuka mata masyarakat betapa kondisi muda-mudi kita sudah diambang kehancuran, lalu kalau bukan kita siapa lagi?

Ikuti tulisan menarik Faza Syahriza Mutahajjad lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu