x

Iklan

Amirudin Mahmud

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Biarlah Hukum Berbicara (Refleksi Pasca 4 Nopember)

Mengedepankan akal sehat lebih bijak daripada menggunakan emosi dan amarah dalam menyelesaikan atau menghadapi permasalahan apapun termasuk soal dugaan pen

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Kemaren (4/11) aksi damai dilakukan oleh berbagai organisasi umat Islam. Demontrasi yang digelar setelah salat Jumat itu diikuti oleh ribuan massa. Aksi damai dipusatkan di Jakarta, tepatnya di kawasan istana merdeka. Aksi dimulai dari masjid istiqlal dan berakhir di depan gedung DPR/MPR. Aksi damai ini menuntut pemerintahan Jokowi-JK memproses kasus dugaan penistaan agama oleh Gubernur Jakarta non aktif, Basuki Tjahja Purnama (Ahok).

          Aksi damai 4 Nopember  tak hanya di Jakarta, di beberapa  daerah pun dilgelar. Seperti di Surabaya, tak kurang dari 5000an umat Islam turun ke jalan dengan berjalan kaki dari meeting point di Masjid Nasional Al Akbar Surabaya.

Rencananya dari meeting point tersebut,   massa akan berjalan menuju ke Polda Jawa Timur. Dalam aksinya, mereka menyerukan pendapat terkait penistaaan agama yang diduga dilakukan oleh gubernur DKI Jakarta non aktif Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok saat kunjungannya di depan warga kepulauan seribu.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Harapannya aparat penegak hukum dan pemerintah segera memproses kasus hukumnya.

          Walau terjadi kerusuhan kecil, secara umum demontrasi dinilai kondusif dan tertib. Dalam penilaian Presiden Jokowi, aksi damai sampai sebelum waktu Isya’. Setelah Isya’ aksi disusupi kepentingan politis. Ada aktor politik dibalik kericuan di depan istana merdeka itu. Jokowi tak menyebut siapa aktor politik dimaksud. Dalam dialog dengan pemerintah yang diwakili Wapres Jusuf Kalla dan beberapa menteri kabinet kerja, para pengunjuk rasa menyepakati untuk membubarkan diri setelah pemerintah melalu Kapolri menjanjikan akan menuntaskan kasus dugaan penistaan agama tersebut dalam kurun waktu dua minggu.

Pasca 4 Nopember

Seperti harapan masyarakat luas, setelah aksi damai semua pihak diminta menahan diri. Sekarang kita semua harus mempercayakan permasalahan ke penegak hukum. Biarkan hukum yang berbicara, memutuskan.  Penegak hukum dalam hal ini kepolisian dituntut bekerja profesional, tidak boleh terpengaruh oleh tekanan dari manapun, baik tekanan penguasa maupun pendemo. Kasus ini harus berjalan sesuai koriodor hukum.

Menurut hemat saya, penegakan hukum yang adil, tranparan dan akuntabel kudu diberlakuan kepada semua pihak yang terkait. Jangan menindak salah satu, membiarkan yang lain. Sebab jika itu yang dilakukan, pihak yang dirugikan akan melakukan protes kembali. Ada tiga pihak yang musti diproses secara hukum. Pertama, pemicuh masalah, dalam hal ini saudara Buni Yani. Buni Yani adalah orang yang pertama kali mengunggah video kemudian menyebarluaskannya lewat Facebook. Menjadi sesuatu yang viral di media sosial, menyulut kemarahan publik.

Buni Yani dilaporkan oleh kelompok relawan pendukung Ahok, Komunitas Muda Ahok Djarot (Kotak Adja), karena dianggap secara sengaja mengedit rekaman video Ahok tentang petikan salah satu ayat suci Al Quran yang kemudian diartikan sebagai tindakan penghinaan terhadap Islam.

Dalam sebuah program talkshow yang disiarkan salah satu stasiun televisi swasta, pengunggah pertama rekaman video Basuki Tjahaja Purnama di hadapan warga Kepulauan Seribu itu mengakui ada kesalahan saat mentranskrip kata-kata Ahok dalam video hasil tayang ulangnya. Kesalahan yang dimaksud adalah tidak adanya kata "pakai". Dengan membuang kata “pakai” pengertian kaliamat bergeser jauh dari ungkapan aslinya. Kesalahan tersebut  disengaja atau tidak, kepolisian yang berkewajiban mengungkapnya.

Kedua, Basuki Tjahja Purnama atau Ahok. Sebagai orang yang diduga melakukan penistaan agama Ahok segera dituntaskan pemeriksaanya. Seperti diketahui, Ahok dilaporkan oleh sejumlah tokoh agama karena pernyataannya di hadapan warga Kepuluaan Seribu, beberapa waktu lalu. Dalam pernyataannya itu, Ahok dianggap melecehkan agama, karena menganggap isi Surat Al Maidah ayat 51 bohong.

Terkait Ahok, Kepolisian sepantasnya menjalankan perintah presiden untuk melakukan gelar perkara secara terbuka. Hal ini bertujuan agar proses yang dilakukan oleh Polri dapat dilihat seacara transparan. Sehingga tidak ada prasangka buruk kepada kepolisian. Untuk kasus hukum sang petaha, sebenarnya Kepolisian telah memeriksa 22 orang saksi. Dan rencananya, Senin ini (7/11) Bareskrim Polri akan melakukan pemeriksaan  pada Ahok. Sebelumnya, Ahok telah berinisiatif mengklarifikasi apa yang dikatakannya di pulau Seribu.

Ketiga, Habib Riziq cs sebagai pendemo yang berujung anarkis, memicuh kericuan. Penanggungjawab aksi damai juga sepantasnya diperiksa. Polisi harus meminta pertanggungjawaban dari mereka. Sebab, bagaimanapun mereka telah melanggar aturan soal batas akhir menyatakan pendapat di muka umum yakni pukul 18.00. Terebih, aksi tersebut telah menimbulkan kericuan dan kerusuhan.

Penting juga mengungkap lebih jauh dalang atau aktor dibalik kerusuhan masa dengan aparat di depan istana merdeka Jumat malam lalu. Sebagaimana telah ditegaskan oleh Presiden yang diamani oleh Kepolisian RI tentang adanya penunggangan kepentingan dalam aksi ribuan umat Islam itu. Pengungkapan tersebut diharapkan tuntas sampai akarnya. Aktor utama wajib diproses secara hukum siapa pun dia.

Pembelajaran

          Setelah hukum berbicara, semua pihak diminta menerima dan menghormati. Sebagai bangsa yang beradab, hukum wajib menjadi panglima. Hukum berdiri tegak, tak boleh ada yang merobohkan. Aksi damai 4 Nopember sejatinya memberikan banyak pelajaran kepada kita semua. Pelajaran berharga bahwa kebersamaan dengan beragam latar belakang baik suku, ras, agama itu indah.  Dan Indonesia memilikinya. Sepatutnya, bangsa ini menjaga dan merawatnya.

          Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan kebhinekaan adalah harga mati. Tak boleh setiap dari kita berpikiran merubahnya. Kesepakatan para pendiri bangsa terkait empat pilar kebangsaan merupakan warisan luhur yang harus dilestarikan, dijaga. Berbeda boleh. Demontrasi merupakan bagian demokrasi asal tidak anarkis.

          Akhir kata, mengedepankan akal sehat lebih bijak daripada menggunakan emosi dan amarah dalam menyelesaikan atau menghadapi permasalahan apapun termasuk soal dugaan penistaan agama. Karena itu, semua dari kita diminta menahan diri. Sekarang berilah kesempatan pada penegak hukum menjalankan fungsi dan perannya.  Wa Allahu Alam

Penulis adalah pemerhati sosial-politik, tinggal di Indramayu

Ikuti tulisan menarik Amirudin Mahmud lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler