Lupa kata sandi Tempo ID anda?
Belum memiliki akun? Daftar di sini
Sudah mendaftar? Masuk di sini
Kini tak ada kata sungkan untuk menunjukkan bahwa kekuasaan telah membuat setiap orang bisa berubah--siapapun itu sekalipun ia datang dari wong cilik. Kekuasaan memang candu?
Membaca novel Gabriel Garcia Marquez mengingatkan pada ambisi para penguasa negeri ini, kemenangan dan kegagalan, yang kemudian disadarinya ketika ia menyendiri. Apa yang mereka rasakan ketika itu? Penyesalankah?
”Hostis aut amicus non est in aeternum; commoda sua sunt in aternum—lawan atau kawan itu tidak ada yang abadi; yang abadi hanyalah kepentingan,” begitu nasihat Cicero.
Lantas apa kepentingan rakyat yang dibela para elitis dalam situasi ketika mereka saling berebut kekuasaan?. Jangankan berdialog, berkomunikasi saja susah. Elite begitu cuek bebek dengan suara rakyat. Ibarat keluarga besar dengan anak banyak, kita tak punya quality time. Tidak menghasilkan pembelajaran berpolitik santun apalagi berdemokrasi yang baik. Kita bahkan seolah kembali ke patron lama era sebelum reformasi.
Gibran seolah menyeruak begitu saja tanpa terduga. Dia gercep naik menjadi walikota Solo atas “ajakan” PDIP, dan lalu leluasa manggung ke pentas calon wakil presiden RI melewati banyak senior yang telah malang-melintang di dunia perpolitikan.