Opera Revolver

Jumat, 22 Desember 2023 19:03 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Panorama imaji mengurai sel-sel otak agar tetap sehat walafiat. Tak ada pembaca tak ada seni susastra. Jelajah imajinasi.

"Kau pimpinan tertinggi pasukan perang lari lintang pukang meninggalkan prajuritmu." Dor! Satu peluru revolver tembus kepala terkapar. "Kau tak pantas dihormati." Dor! Lagi satu peluru, meyakinkan, apa benar-benar mati. Bukan pura-pura mati lantas sembunyi di balik popularitas kedigdayaan oportunistis. "Dor!"

Tim buru sergap tak berhasil melacak keberadaan dirinya bersama sisa peleton setia ketika peristiwa teluk, mereka dikorbankan dengan satu alasan tak masuk akal. Pilihan desertir lebih baik ketimbang lari meninggalkan pasukan. Manipulasi oral, podium suaka pakaian kepalsuan, itu bukan perbuatan mulia pimpinan tertinggi pasukan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Komandan peleton serendah apapun pangkatnya ketika tanggung jawab di pundaknya memimpin pasukan, telah menjadi hukum garis disiplin komando rela berkorban demi tugas melaksanakan kewajiban perlindungan bersama bahu membahu. Memimpin pasukan di saat-saat kritis pertempuran. Bukan menghilang tanpa jejak.

Gerombolan separatis bersenjata berat mengepung, ketika penyelamatan sandera sipil di perbatasan teluk antara dua negeri. Beberapa prajurit handal sahabat kami gugur seketika situasi tak menentu macam itu. Upaya menyelamatkan jenazah prajurit sahabat kami, terhalang oleh serangan gencar senjata berat lawan.

Di sisi berbeda, taktik perlindungan paralel, beberapa sandera tewas di tempat terkena pecahan mini rudal dari heli tempur lawan. Situasi saat itu kacau, pasukan kehilangan perintah arah kompas serangan sekaligus penyelamatan strategis di arena tempur. Perdebatan sesama prajurit semakin pelik, kehilangan ranah komando.

Cara satu-satunya ketika situasi rawan itu, hanya ada satu pilihan personel tempur, dengan satu risiko, berakibat peleton akan kehilangan lagi beberapa korban sandera termasuk beberapa personel. Sepakat mengambil risiko itu untuk keluar dari kepungan lawan. Malang tak dapat ditolak risiko tertangkap ditelan lawan.  

Sekalipun akhir cerita pedih, tim diplomasi negerinya berhasil membawa pulang sisa sandera. Dia bersama sisa peleton memilih desersi, menghilang atas bantuan sistem negeri lawan kini menjadi kawan. Mereka memberi banyak data rekaman visual maupun suara saat konflik terjadi. Peleton kami faktanya dikorbankan.

Dia, bersama sisa peleton, tetap setia pada sumpah prajurit siap membuka kedok sosok-sosok khianat di pemerintahan, dia tak rela negerinya dikorbankan demi kepentingan bisnis pribadi. Sinyalemen itu terbaca sejak peristiwa khianat di perbatasan. Satu dari anggota peleton, berhasil mencuri dokumen rahasia sebelum ke medan tempur.

Dia, bersama sisa peletonnya siap melakukan serangan investigasi tengah malam, membuka detail tabir peristiwa dibantu tim rahasia negeri pelindung peletonnya. Data diungkap media terkemuka setempat berdasarkan temuan timnya. Beberapa pejabat tinggi negerinya ditangkap, setelah panglima tertinggi menerima langsung fakta kunci lengkap.

Suluk dalang akhir cerita 

Gunungan terbang keangkasa, malang 
tak dapat ditolak untung jadi buntung
kalau berkedok satria padahal raksasa.
Jangan berkelit dalam gelap.

Kanjeng Gusti Pangeran, hadir selalu
sepanjang peradaban zaman, pemerhati
nurani semua makhluk hidup
termasuk manusia.

Eh halah halah! Gong!
Jangan kaget. Jangan bengong.
Kiai Semar tetap tersenyum
sekalipun hatinya menangis.

***

Jakarta Indonesiana, Desember 22, 2023.
Salam NKRI Pancasila. Banyak hari baik setiap hari.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Taufan S. Chandranegara

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

img-content

Eskrim Pop Up (37)

Rabu, 16 Oktober 2024 13:31 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler











Terkini di Fiksi

img-content
img-content
img-content
Lihat semua

Terpopuler di Fiksi

img-content
img-content
img-content
Lihat semua