x

Photo Tempo.com

Iklan

Taufan S. Chandranegara

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 23 Juni 2022

Jumat, 22 Desember 2023 19:03 WIB

Opera Revolver

Panorama imaji mengurai sel-sel otak agar tetap sehat walafiat. Tak ada pembaca tak ada seni susastra. Jelajah imajinasi.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

"Kau pimpinan tertinggi pasukan perang lari lintang pukang meninggalkan prajuritmu." Dor! Satu peluru revolver tembus kepala terkapar. "Kau tak pantas dihormati." Dor! Lagi satu peluru, meyakinkan, apa benar-benar mati. Bukan pura-pura mati lantas sembunyi di balik popularitas kedigdayaan oportunistis. "Dor!"

Tim buru sergap tak berhasil melacak keberadaan dirinya bersama sisa peleton setia ketika peristiwa teluk, mereka dikorbankan dengan satu alasan tak masuk akal. Pilihan desertir lebih baik ketimbang lari meninggalkan pasukan. Manipulasi oral, podium suaka pakaian kepalsuan, itu bukan perbuatan mulia pimpinan tertinggi pasukan.

Komandan peleton serendah apapun pangkatnya ketika tanggung jawab di pundaknya memimpin pasukan, telah menjadi hukum garis disiplin komando rela berkorban demi tugas melaksanakan kewajiban perlindungan bersama bahu membahu. Memimpin pasukan di saat-saat kritis pertempuran. Bukan menghilang tanpa jejak.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Gerombolan separatis bersenjata berat mengepung, ketika penyelamatan sandera sipil di perbatasan teluk antara dua negeri. Beberapa prajurit handal sahabat kami gugur seketika situasi tak menentu macam itu. Upaya menyelamatkan jenazah prajurit sahabat kami, terhalang oleh serangan gencar senjata berat lawan.

Di sisi berbeda, taktik perlindungan paralel, beberapa sandera tewas di tempat terkena pecahan mini rudal dari heli tempur lawan. Situasi saat itu kacau, pasukan kehilangan perintah arah kompas serangan sekaligus penyelamatan strategis di arena tempur. Perdebatan sesama prajurit semakin pelik, kehilangan ranah komando.

Cara satu-satunya ketika situasi rawan itu, hanya ada satu pilihan personel tempur, dengan satu risiko, berakibat peleton akan kehilangan lagi beberapa korban sandera termasuk beberapa personel. Sepakat mengambil risiko itu untuk keluar dari kepungan lawan. Malang tak dapat ditolak risiko tertangkap ditelan lawan.  

Sekalipun akhir cerita pedih, tim diplomasi negerinya berhasil membawa pulang sisa sandera. Dia bersama sisa peleton memilih desersi, menghilang atas bantuan sistem negeri lawan kini menjadi kawan. Mereka memberi banyak data rekaman visual maupun suara saat konflik terjadi. Peleton kami faktanya dikorbankan.

Dia, bersama sisa peleton, tetap setia pada sumpah prajurit siap membuka kedok sosok-sosok khianat di pemerintahan, dia tak rela negerinya dikorbankan demi kepentingan bisnis pribadi. Sinyalemen itu terbaca sejak peristiwa khianat di perbatasan. Satu dari anggota peleton, berhasil mencuri dokumen rahasia sebelum ke medan tempur.

Dia, bersama sisa peletonnya siap melakukan serangan investigasi tengah malam, membuka detail tabir peristiwa dibantu tim rahasia negeri pelindung peletonnya. Data diungkap media terkemuka setempat berdasarkan temuan timnya. Beberapa pejabat tinggi negerinya ditangkap, setelah panglima tertinggi menerima langsung fakta kunci lengkap.

Suluk dalang akhir cerita 

Gunungan terbang keangkasa, malang 
tak dapat ditolak untung jadi buntung
kalau berkedok satria padahal raksasa.
Jangan berkelit dalam gelap.

Kanjeng Gusti Pangeran, hadir selalu
sepanjang peradaban zaman, pemerhati
nurani semua makhluk hidup
termasuk manusia.

Eh halah halah! Gong!
Jangan kaget. Jangan bengong.
Kiai Semar tetap tersenyum
sekalipun hatinya menangis.

***

Jakarta Indonesiana, Desember 22, 2023.
Salam NKRI Pancasila. Banyak hari baik setiap hari.

Ikuti tulisan menarik Taufan S. Chandranegara lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

18 jam lalu

Terpopuler