Kekeringan Kasih

Minggu, 9 April 2023 08:37 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sebuah berak rohani yang kian abadi dalam sebuah oase kata. Sedang air mata tetap menunggu kasihnya kembali.

KEKERINGAN KASIH

Di sela-sela waktu senja, berdiri tegak menatap mega surya

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Hembusan angin menerpa ujung-ujung rambut

“Dik, ketika besar nanti kau ingin tetap seperti dirimu saat ini?” Tanya  Raden.

Senggang, lengang, sepi.

Sebab tak ada jawab

“mengapa tak menjawab?” tanyanya kembali.

Senggang, lengang, sepi.

Sebab tak ada jawab

“Aku tahu,  sedari kecil hidup kekeringan itu selalu tampak pada tatapanmu”

Terdengar sedu sedan

Sebab tangis air mata

“Aku sadar akan itu mas!!! Sebab aku dan dirimu adalah pewaris mata merah”

Sedu sedan dan tangis air mata.

2022

 

Imajinasiku yang Hilang

 

Suatu malam, dengan

Sedikit temaram hati

Si Kecil bermain di halaman rumah

Dengan payung yang basah

 

Bapak diteras, dengan

Secangkir kopi kenangan

Masa-masa indah

Bercumbu di ruang ingatan

 

Ibu dikursi, dengan

Selembar kain putih

Mengayam butiran cinta, tuk

Ananda kecil

 

Aku tak ada lagi

Terbengkalai dalam sebuah sajak.

Paiton, 2023

 

Bertatih

Sekecil gemetar Memacah pandang pada buai rembulan

Menyusuri malam dengan mata yang mekar pulan

Kicauan burung burung yang singgah pada tembok-tembok tambak adalah keindahan yang telah hilang

Tergusur oleh manusia manusia yang rakus akan cuan

Tangisan bakau terdengar pada sanubari sikecil yang enggan tuk berteriak menyemapaikan kesedihan

Hijau dedaunan hilang terbuai oleh tawa-tawa renyah para puaka alam

Hancurlah semua segala ciptaannya

Hancurlah semua keindahan

Hanculhah segala sesuatu milik kita

Terlibas oleh tangan-tangan manusia rakus

Bertatih-tatih melangkah

Mati kita di cabik-cabik puaka

2022

 

Perjalanan seorang penyair

Ia menggandrungi kalimat senja bertabuh merah

Bentangan sinar Surya membawanya pada kata yang merekah

Menjadikanya jalan mencapai nurani tanpa amarah

Melewati kerikil syair

Mengarungi lautan sajak

Berlabuh samudera puisi

Mabuk di hempas nyanyian rohani

Bilik kecil, 5 Januari 2022

 

Tentang Nya

Ia begitu dekat dalam diriku. Melekat.

Kadangkala ia marah ketika hal senonoh aku lakukan, kadang tak juga.

Sifat marah itu juga dapat membuat aku tak nyaman sampai keringetan.

Nya justru bahagia dan merasa aman ketika aku hanya diam dan mendengarkan apa maunya.

Namun, aku sering melihatnya secara jernih apa yang benar-benar ia kehendaki. Menuruti Nya memang tak ada habisnya, ia senantiasa mengalir terus bak air terjun yang deras.

Setiap aku menyumbat dan memaksa Nya untuk berhenti mengalir, Nya s'lalu saja melawan dan tak mau di hadang. 

Iya, barangkali Nya hanya mau mengalir

dan di dengar habis-habisan hingga nyaman dan aman.

Begitulah.

Yang bisa aku lakukan hanya merawat dan senantiasa mewanti-wanti Nya, dengan penuh kesabaran dan kesadaran.

Iya, sebab takut kebablasan dan mabuk kepayang.

Nya ada senantiasa dan menyala,

untuk kehidupan.

2022

Bagikan Artikel Ini
img-content
Alfin Robeth

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

img-content

Bertatih

Minggu, 9 Juli 2023 21:35 WIB
img-content

Maklumat Sastra Profetik Kuntowijoyo

Sabtu, 17 Juni 2023 09:02 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler