x

Kuntowijoyo. Wikipedia

Iklan

Alfin Robeth

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 8 April 2023

Sabtu, 17 Juni 2023 09:02 WIB

Maklumat Sastra Profetik Kuntowijoyo

Maklumat Sastra Profetik merupakan buku yang memuat esai, puisi, sajak serta cerpen Kuntowijoyo. Pada Bab awal—bagian pertama, Kuntowijoyo menjelaskan apa dan bagaimana Sastra Profetik. Bagi kalangan umum istilah ini mengacu pada sastra islam, yakni sastra yang menggugah kesadaran ketuhanan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Judul buku : Maklumat Sastra Profetik

Penulis : Kuntowijoyo

Penerbit : Divapress

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Halaman : 149

Kali ini saya membaca Karangan Kuntowijoyo, salah satu pengarang kelahiran Yogyakarta. Tepatnya pada tanggal 18 September 1943. Disamping ia terkenal sebagai sastrawan, ia lebih dikenal sebagai seorang sejarawan dan budayawan. Jemarinya telah lihai dalam menulis, buah dari kegiatannya menulis berhasil menciptakan karya-karya seperti cerpen, puisi, dan novel. Karangannya banyak di terbitkan di media nasional, khususnya majalah sastra dan koran harian.

Maklumat Sastra Profetik merupakan buku yang memuat esai, puisi, sajak serta cerpen Kuntowijoyo. Pada Bab awal—bagian pertama, Kuntowijoyo menjelaskan apa dan bagaimana Sastra Profetik. Bagi kalangan umum istilah ini mengacu pada sastra islam, yakni sastra yang menggugah kesadaran ketuhanan. 

Namun, Kontowijoyo menampik hal itu. Baginya hal itu baru sepertiga dari kebenaran sastra profetik. Keinginanya dari sastra ialah sastra murni dan sastra ibadah. Ia menyebut sastra murni adalah penghayatannya terhadap realitas, dan sastra ibadah adalah ekspresi dari penghayatannya terhadap agama. Demikianlah antara sastra murni dan sastra ibadah sebangun, tidaklah kurang atau lebih.

Kaidah Sastra Profetik

Kaidah pertama, Epistemologi Strukturalisme Transendental. Sastra profetik bermaksud melampaui keterbatasan akal pikiran manusia serta mencapai pengetahuan yang lebih tinggi. Hal ini tentunya mengacu terhadap penafsiran Kitab Suci atas Realitas. Kitab suci itu disebut transendental karena merupakan wahyu dari yang maha transenden. 

Di samping itu, disebut juga sebagai Struktur. Karena isi dari kitab suci selalu koheren atau utuh kedalam maupun keluar, utuh kedalam artinya struktur merupakan kesatuan. Konsisten (taat asas) keluar artinya antara struktur satu tidak bertentangan dengan struktur lainnya.

Kaidah kedua, Sastra sebagai Ibadah. Agama islam sendiri merupakan strukstur, sedang dalam islam utuh adalah kaffah (Alquran, 2:208). Keutuhan islam juga tidak dapat disusutkan hanya ke dalam rukun (syahadat, sholat, zakat, puasa dan haji). Keutuhannya dapat didapatkan jika diikuti oleh kegiatan muamalahnya. Begitulah dengan pengarang, islamnya tidaklah utuh apabila pekerjaan sastranya tidak diniatkan sebagai ibadah.

Kaidah ketiga, Keterkaitan Antarkesadaran. Hablun minallah wa hablun minannas, hubungan dengan tuhan dan hubungan dengan manusia. Hubungan ini harus senantiasan berkaitan, seperti halnya ciri khas dalam strukturalisme. Kesadaran ketuhanan mempunyai keterkaitan dengan manusia, begitu juga sebaliknya.  

Sastra Sufistik Dan Profetik

Dalam sastra indonesia, istilah sufistik banyak digunakan oleh Abdul Hadi W.M, sedangkan istilah profetik digunakan oleh Kuntowijoyo. Dikemudian hari Kuntowijoyo juga menggagas ilmu sosial profetik yang berpijak pada tahapan-tahapan aksi. Sepertihalnya Emansipasi (amar ma’ruf), liberasi (nahi mungkar), dan transendensi (iman billah).

Dalam tahapan itulah manusia seharusnya menjadi teladan bagi perkembangan sejarah sosial dan peradaban manusia di muka bumi. 

Syahdan, Kuntowijoyo juga melihat sastra profetik sebagai sastra yang melakukan perlawanan dalam sistem sosial yang dapat menyebabkan dehumanisme. Humanisme dan Transendensi seakan menjadi tema sentral dalam buku ini. Iya, barangkali memang itu merupakan usaha dari Kuntowijoyo untuk menyatukan apa yang di langit dan apa yang dibumi. 

Membaca Maklumat Sastra ini saya merasa ditarik kedalam dunia batin seorang pengarang. Sepetihalnya ketika membaca sajak yang berbunyi: 

Angin gemuruh di hutan

memukul ranting

yang lama juga

tak terhitung jumlahnya

mobil dijalan

dari ujung ke ujung

aku ingin menekan tombol

hingga lampu merah itu

abadi

angin,mobil dan para pejalan

pikirkanlah, kemana engkau pergi. 

 

Saya rasa sajak diatas menyinggung tentang perjalan manusia. Melihat alegoris angin yang membawa ranting (alam), mobil (benda modern), lampu merah (perhentian). Sajak tersebut seolah-olah mencoba mengajak manusia merefleksikan keberadaan dan tujan kemanakah manusia pergi.

 

Iya, sungguh kepadanya semua akan kembali.

 

Barangkali Cuma itu ulasan dari saya, semoga bermanfaat.

Ikuti tulisan menarik Alfin Robeth lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu