x
Israel
Oleh: Aulia Azzahra

Minggu, 12 Juni 2022 23:50 WIB

Mengenal Sastrawan Indonesia Periode Reformasi hingga Kini

Seiring terjadinya pergeseran kekuasaan politik dari tangan Soeharto ke B.J. Habibie lalu K.H. Abdurahman Wahid (Gus Dur) dan Megawati Sukarnoputri, dan sastra reformasi bermunculan. Munculnya generasi ini ditandai dengan maraknya penggunaan karya sastra, puisi, cerpen, dan novel bertema sosial-politik, terutama yang berkaitan dengan reformasi. Misalnya, di rubrik Sastra Harian Republika,  rubrik "Keprihatinan Negara" atau "Puisi Reformasi" sudah beberapa bulan dibuka. Tahapan pembacaan berbagai puisi dan penerbitan buku  puisi juga dibentuk oleh puisi bertema sosial politik.  Para penulis Angkatan Reformasi melihat kembali situasi sosial dan politik yang muncul pada akhir 1990-an dengan runtuhnya Orde Baru. Proses reformasi politik yang dimulai pada tahun 1998 melatarbelakangi munculnya karya-karya sastra, puisi, cerpen, dan novel pada masa itu. Bahkan, penyair-penyair yang semula jauh dari tema sosial politik, seperti Sutardji Calzoum Bachri, Ahmadun Yosi Herfanda,  Acep Zamzam Noer, dan Hartono Benny Hidayat, turut menambah suasana dengan puisi sosio-politik.  Runtuhnya pemerintahan Suharto yang militeristik dan menindas mungkin berdampak besar pada pengucapan dan pemikiran penulis kita. Selain itu, kehidupan pers dalam penyebaran berita lebih jelas dan transparan, yang berdampak sangat luas terhadap perilaku budaya dan sosial. Tempat pergerakan masyarakat yang semula tertindas dan dibatasi oleh gaya opresif Pemerintah Orde Baru, tiba-tiba mendapat jalan kebebasan. Sastra itu seperti panggung yang  terbuka dan luas. Di sana, pemain bisa melakukan apa saja.     Setelah wacana penulis tentang lahirnya Tentara Reformasi mengemuka, namun tidak dapat dipastikan karena tidak memiliki “pembicara”, Cory Rayun Lampang membuat wacana tahun 2002 tentang kelahiran penulis pada tahun  2000. .. Buku tebal terbitan Gramedia di Jakarta pada tahun 2002. Seri 2000 mencakup 100 penyair, cerita pendek, novelis, dan kritikus sastra  yang  mulai menulis pada 1980-an, termasuk Afrisarmarna, Abmadunyoshi Helfanda, dan Senommira Azidarma. Ayu Utami dan Dorothea Rosa Heliany yang muncul di akhir 1990-an.