x

Iklan

Quincy Khumaira

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 13 November 2021

Senin, 15 November 2021 08:36 WIB

Meaningless

Keila kira semuanya sudah berakhir semenjak kata sudah ia ucapkan. Namun, satu tatapan itu membuat mereka harus kembali menjelajah masa lalu. Bukan untuk kembali. Tetapi, menemukan kesalahan dan alasan kenapa semuanya terhenti. Apakah mungkin Keila merubah persepsinya setelah menjelajah masa lalu itu?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Aku kira … semuanya benar-benar telah usai sejak kalung kelulusan dianugerahkan kepadaku. Aku kira kabarnya lenyap dilalap buasnya waktu dan aku kira rupa dirinya sudah pergi jauh.

Aku tidak akan menatap manik matanya yang indah namun mengerikan itu.

“Keila …,” desirnya halus dan membuat seluruh bulu kuduk kakiku meremang. Dia Nathaniel Jayaka. Satu-satunya orang yang pernah membuatku mengalami cinta pada pandangan pertama dan berujung suatu kerumitan yang memuakkan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

“Kak, aku kira semuanya udah selesai setelah itu-“

Tiga tahun aku tidak melihat rupa seorang Naka, ah, dirinya benar-benar berubah banyak sejak aku meninggalkannya. Bukan dari fisiknya, melainkan wibawa yang sebelumnya tidak pernah terpancar dalam dirinya. Kasak-kusuk keramaian yang berasal dari pengunjung stasiun itu sama sekali tidak terdengar di inderaku. Duniaku kini telah terfokus pada Naka.

“Kamu benar. Semuanya, udah berhenti sampai situ.” Aku menatapnya dengan sorot kebingungan, dari nadanya dia benar-benar menggantung seluruh percakapannya.

“Namun, Kei, perasaanku belum hilang sampai sekarang. Tiga tahun setelah kamu pergi itu sulit, meskipun aku bertemu sosok secantik Dayana, tapi ia bukan kamu.”

“Kak, aku udah nggak ada rasa lagi sama kamu. Kamu sendiri yang buat aku hilang rasa dan kamu sendiri yang minta aku untuk menjauh. Aku mengambil itu secara hati sampai perjodohan itu dilaksanakan. Maka-“

Naka memejamkan matanya dengan napas lesah terujar dari bibir tipisnya, dari situ aku tahu kalau aku terlalu dalam menggali masa lalu itu terlalu jauh. Dia masih menunduk dengan tatapan berbinar akibat air mata yang ia tahan. Aku merasa bersalah, Naka benar bahwasanya semuanya sudah usai.

Kenapa aku mengungkitnya kembali? Hanya karena dia berkata perasaannya masih berlanjut. Kalau aku jadi dia itu pasti akan menyakitkan. Tiga tahun yang lalu … benar-benar suatu masa yang membuat kami memutuskan untuk tidak berjumpa kembali satu sama lain.

“Kak, aku mau kasih ini.” Aku membuyarkan lamunanku yang dipenuhi rasa bersalah dan kemudian mengeluarkan sebuah buku tebal usang yang selalu aku bawa sebagai saksi atas hari-hariku. “Ini apa?”

Kuharap ia mengerti semuanya lewat buku yang kuberikan. Segala cerita yang pernah kita lakukan, dosa yang pernah kita perbuat, rasa sakit yang kita bagikan bersama. Nathaniel Jayaka, dengan lukanya selalu terukir ciamik dalam hatiku.

***

25 Juli 2018

Dear diary,

Aku akan melakuukan reka adegan sebisa mungkin tentang kejadian tadi pagi.

“GUE BILANG SAMA LO, KEI! GUE NGGAK SUKA LO TERUS-TERUSAN KIRIM SURAT KAYAK GINI. DAN, ISI SURAT LO SELALU, INGET AKU, KA! TEMAN MASA KECILMU. LO PIKIR GUE NGGAK BAKAL INGET? GUE INGET! CUMA GUE UDAH NGGAK MAU LAGI KENAL LO!”

Dengan suara seraknya, Naka membentakku depan loker miliknya. Tatapan anak-anak kelas 12 semuanya tertuju pada diriku. Beberapa dari mereka tertawa secara sembunyi-sembunyi ada juga yang terang-terangan menertawakan diriku. Beberapa dari mereka juga menggosipi perilaku bodohku. Aku terenyuh, ya, aku salah karena telah mengganggu kenyamanan Kak Naka, laki-laki yang kukagumi.

Tapi, dia tidak pernah menerbitkan sinyal bahwa ia menolak keberadaanku. Makanya aku tak berhenti mengiriminya surat. “Lo kolot, Kei, kata gue. Zaman sekarang bisa-bisanya pakai surat.” Ia mengusap wajahnya kesal lalu kembali menatapku benci.

“HAHAHA, LAGIAN ANAK CUPU NGGAK ADA NAMA KAYAK LO BISA-BISANYA DEKETIN NAKA,” gelak seseorang dari belakangku. Aku menoleh dan mendapati kakak kelasku yang kukenal cukup dekat dengan Naka.

Dyana Agatha Brawijaya.

Ia benar-benar cantik dan tidak selevel denganku. Ia memiliki relasi dengan Naka tidak seperti diriku yang hanya menjadi teman kecil terlupakan. Ia memiliki nama atas prestasi menarinya sementara aku tak punya satu tropi dari bidang apapun.

Harusnya aku sadar diri, ‘kan? Kalau Naka benar-benar tidak ditakdirkan untukku.

“LO NGAPA MASIH DIEM, KEI? NGGAK MALU JUGA UDAH DIKETAWAIN SATU ANGKATAN?” Naka lagi-lagi membentakku.

“Ngelunjak ini anak, mau gue lempar lo dari balkon?!” ancam Dayana kepadaku. Aku hanya bisa terdiam dengan tangan bergeletar hebat.

“A-aku minta maaf, Kak Naka. Aku nggak tahu apa nulis sur-“

“YA, SALAHLAH, BODOH!” teriaknya semakin kencang. Aku tak kuasa menahan air mataku lagi. Aku berlari ke arah tangga dan menembus kerumunan anak-anak dari berbagai kelas. Tak peduli bisikan kebencian yang aku dapati, tujuanku sekarang hanya taman belakang yang sudah pasti tidak ada orangnya.

 Aku benar-benar membenci Naka yang mempermalukan diriku.      

Mulai sekarang, aku akan berusaha untuk menganggap rupa dirinya sebagai debu lewat di hatiku. Meskipun dia adalah orang yang membuat aku jatuh sedalam mungkin. Tidak peduli luka yang mungkin akan kudapat.

***

26 Juli 2018

Dear diary,

Banyak. Sangat teramat banyak dan menurutku ini berlebihan. Surat kebencian membanjiri lokerku, tidak hanya itu bunga busuk dan makanan basi juga kutemukan dalam lokerku. Aku tidak akan membaca seluruh surat itu karena isinya pasti akan sangat menyakitkan. Sebegitu bencinya mereka kepadaku hanya karena sebuah surat yang berisi isi hatiku?

Kak Naka mendekatiku dan dia berkata, “Impas, ‘kan? Lo malu-maluin gue dan gue sebagai orang berpengaruh nggak segan buat bikin lo dipermalukan.” Aku enggan berbalik menatap matanya dan tetap mengumpulkan surat yang tercecer di lantai. Ia berdecak malas karena aku tak meresponnya.

“Lo nggak usah sok dingin sama gue. Lo juga biasa kejar gue sampai malu-maluin.” Kenapa laki-laki itu tidak pernah berkata halus sekaliii saja kepadaku? Kenapa? Sekotor itu aku di matanya sampai empatinya tidak berlaku di hadapanku. Aku tidak memintanya untuk jatuh cinta balik kepadaku. Yang aku minta, sebagai seseorang yang pernah menemani dirinya di masa kecil, setidaknya dia menghormatiku.

Ah, tidak perlu juga, sih, dirinya untuk ramah, Aku juga dalam fase untuk melupakan dia dan sepertinya itu semakin berhasil dengan dirinya berlaku kasar kepadaku.

***

20 Agustus 2018

Dear diary (lumayan lama kita tak bertemu),

Liburan awal semester kemarin itu benar-benar penyembuhan yang cukup. Pada akhirnya, aku bisa melupakan Naka! Benar-benar melupakan dirinya. Sekarang aku menginjakkan kaki ke sekolah. Tadi dia menyapaku, “Hai, Bodoh. Lo bolos buat ngindarin teman-teman gue, ‘kan?”

Aku menatap matanya dan perasaan itu sudah tidak ada! Aku juga sama sekali tidak tersakiti oleh ucapan kasar yang melekat pada dirinya. Mungkin hari ini aku menulis sedikit saja. Intinya aku berhasil melupakan dirinya.

Bye, Kak Naka~

Sebentar, aku lanjutkan ini meskipun aku sudah menuliskan salam penutup. Bunda berbicara dengan Ayah depan pintu tadi dan aku mendengar sekelebat. Ayah bilang, “Demi masa depan anak kita, bagaimana kalau kita jodohkan saja dia?”

“Tidak masalah, lagipula ia sudah kelas 11. Lamaran setelah lulus kemudian pernikahannya setelah lulus kuliah, itu ide yang baik,” kata Bunda. Aku benar-benar termangu sekarang. Aku mau dijodohkan?! Percakapan itu masih berlangsung sampai sekarang dan aku tidak sanggup.

Omong-omong, sepertinya aku tahu kenapa Bunda mengajakku liburan. Sepertinya untuk bertemu dengan calonku yang tersembunyi. Ini mengerikan.

***

9 September 2018

DEAR DIARY,

TULISANKU AKAN BERANTAKAN KALI INI. MEREKA KETERLALUAN! Pagi-pagi buta, Bunda membangunkanku untuk bersiap dan memakai kebaya yang telah mereka siapkan. Aku manut dan naluriku berkata ini ada sangkut pautnya dengan perjodohan. Dan, itu benar.

Bunda bilang, “Maaf kalau ini mendadak. Kei, kita harus menjodohkan kamu dengan kolega Ayah.” Aku manut-manut saja dan sama sekali tidak terkejut. Bunda membelai puncak kepalaku dan itu membuat diriku tenang. “Kalau ini yang terbaik, aku ikut saja kata kalian,” paparku kepada Bunda dan Ayah. Senyum mereka benar-benar semringah dan aku merasa puas. Pikiranku langsung berkata, oh, pasti calonku benar-benar keren.

Tapi …

30 menit menunggu, kecewa menimpa hatiku. Kak Naka dengan wajah tak bersalahnya menginjakkan kaki najisnya ke rumahku, menyalami tangan kedua orang tuaku. Lagaknya benar-benar seperti orang angkuh.

Tidak ada keterkejutan di wajahnya. Apa dirinya sudah tahu bahwa diriku akan disandingkan dengan dirinya?

Aku menyerah.

Bagaimana cara membatalkan ini? Aku tidak mau dengan orang aneh itu.

***

15 September 2018

Dear diary,

Sekarang tidak ada lagi kebencian untukku. Digantikan dengan kabar perjodohan. Perjodohan diluar nalar yang membuatku nyaris hilang akal selama semalaman. Sekarang, banyak orang yang mendekatiku untuk mengorek informasi, tapi aku enggan membuka mulut.

Sebelumnya, aku beraksi dan itu menjadi langkah yang salah bagi Naka. Meskipun aku membencinya, aku harus menghormatinya. Meski dia tak menghormatiku.

Lalu, Naka menepati janji yang dibuat kemarin. Untuk meluluhkanku. Ia mendekatiku di taman belakang, lalu berkata ia menyesal dan berharap aku mau untuk menjalani sisa hidup bersamanya. Ia bilang, cinta untuk sekarang ini tidak penting karena itu bisa timbul secara terbiasa suatu saat nanti. Aku bilang, “Sejujurnya, aku sudah membencimu. Tapi, mau bagaimana lagi? Ini menjadi suatu kesepakatan.”

Ia mengangguk lesu, “Aku tahu. Aku akan berusaha sampai kamu luluh.”

Dari Senin sampai sekarang, Jumat. Ia terus mencobanya. Sepertinya dia mulai jatuh cinta kepadaku, dilihat dari kegigihannya untuk meminta maaf. Tidak mungkin tidak. Karena aku tahu, penolakan dan cinta sendiri itu tidak ada nikmat-nikmatnya.

Pada Jumat, 15 September 2018. Aku resmi menjadi pacar Nathaniel Jayaka. Secara terpaksa.

***

3 Mei 2019

Dear diary,

Nyaris setahun aku tidak menulis di atas kertas yang kamu sediakan. Aku sibuk dengan hatiku sendiri, Oktober lalu. Satu bulan tepat hubunganku dengan Naka, di kafe aku bertemu dengan pelayan magang di sana. Namanya Zabien Bumantara. Ia seumuran denganku. Ia menarik, jauh daripada Naka. Aku bertukar nomor dengannya dan kemarin ia menembakku. Siapa yang akan menolak pria semanis Bien?

Satu lagi, aku telah berbicara kepada Bunda dan memberitahu alasannya kenapa semuanya harus dibatalkan. Bunda menerima alasanku.

Juga, malam ini aku akan pergi ke pesta prom angkatan Naka.

Aku akan beritahu ia di sana perihal Bien dan pembatalan. Diary, ini lebih cepat dari dugaanku. Sore tadi datang aku ke rumah Naka dan ia menanyakan perihal penampilannya. Aku tidak menjawab karena sedang bertukar kabar dengan Bien, ia memelukku dari belakang dan membuat aku melompat kaget. Naka menangkap ponselku, untungnya. Tidak juga. Ia membaca pesannya.

Reka adegan, aku merampas ponselku dari Naka. Aku tertunduk pilu. “Naka, ini-“ Laki-laki itu langsung memarahiku dan memohon penjelasan dariku

“Ak-ku udah lama mau kita udahan.” Dengan berani aku menyebut kata itu

“Kenapa? Seb-“ Aku juga memutus omongannya, menjelaskan semua dengan jelas kepada Naka. Alasan kenapa aku menerima ajakan pacarannya meskipun aku sudah tak menyukainya. Kujelaskan, cinta sendiri itu sakit dan itu yang menjadi alasanku untuk memacari dirinya.

Selain itu, pembatalan perjodohan atas nama luka di hatiku, tentunya aku juga jelaskan. Tak peduli bagaimana responnya, aku langsung keluar dari kamarnya.

Maaf, Naka.

***

Naka masih dengan senyum miris yang terpampang menyerahkan buku itu kepadaku. Laki-laki tak punya hati. Dia bahkan tak menangis ataupun mengeluarkan kata penyesalan setelah membacanya. “Kamu … masih sama Bien?”

“Masih. Kit-“ Sebuah pengeras suara peron memberitahukan bahwa kereta yang kutumpangi sudah tiba. Aku mematung menatap Naka, laki-laki itu seperti mengizinkanku untuk pergi. “Pergilah. Sekarang semuanya sudah jelas, Kei. Makasih, ya, pernah mencintai aku meskipun berkali-kali aku melukaimu. Terima kasih karena kamu bertahan di kepura-puraan tidak nyaman selama berhubungan denganku.”

Aku tersenyum lega, aku salah. Ia punya empati rupanya. “A-aku tidak tahu cara menyampaikan maaf kepadamu untuk membalas segala dosaku di masa lalu.” Aku mendekati Naka dan memeluknya.

“Cukup ikhlaskan aku. Lupakan semua yang pernah kita jalani. Dayana jelas lebih sempurna dariku, Kak.” Aku tahu dirinya menahan tangis. Aku langsung berlari menaiki kereta, tak sedikitpun tatapanku teralih darinya.

Namun setelah Dayana datang, aku tahu kini Naka juga punya kisahnya sendiri. Ada baiknya kita sama-sama menanggalkan semua dari masa lalu kelam itu.

Pada akhirnya, kita tidak kembali mejadi 'kita' karena takdir memang memiliki jalan tersendiri untukku dan kamu. Segala usaha yang kita usahakan tidaklah sia-sia.

Ini hanya awal dari cerita kita masing-masing. Terima kasih untuk semuanya Nathaniel Jayaka.

Mungkin, akhir dari cerita kita tidak tertulis BAHAGIA SELAMANYA namun, keberadaanmu dalam buku kisah hidupku akan selalu tertulis.

-TAMAT-

Ikuti tulisan menarik Quincy Khumaira lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Bingkai Kehidupan

Oleh: Indrian Safka Fauzi (Aa Rian)

Sabtu, 27 April 2024 06:23 WIB

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Bingkai Kehidupan

Oleh: Indrian Safka Fauzi (Aa Rian)

Sabtu, 27 April 2024 06:23 WIB