x

Iklan

Anggita Cahyani

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 14 November 2021

Senin, 15 November 2021 16:20 WIB

Restu Semesta


Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

“Mimpiku adalah mimpi kedua orang tuaku, semua akan aku lakukan untuk membuat mereka bahagia sebelum mereka pergi.” – Atala Syahputri.

Jauh merantau dari kampung ke Jakarta membuat Ata mandiri sejak SMA, bekerja part time dan menabung uang saku yang diberikan orang tuanya untuk memenuhi kehidupan sehari-hari dan hal lainnya. Lolos seleksi SNMPTN dan mendapat beasiswa tidak membuat Ata berhenti dari kerja part time nya, ia ingin bekerja agar dapat memberikan uang kepada orang tuanya di kampung mengurangi beban keluarga karena bapaknya yang juga sedang sakit di sana.

Kegiatan OSPEK akan berlangsung satu minggu lagi, Ata mempersiapkan perlengkapan yang dibutuhkan mulai dari pita, name tag, pakaian dan lain sebagainya. Setelah semuanya siap Ata membaringkan tubuhnya di ksur kamar kosnya, ruangan yang tidak terlalu luas itu terlihat rapi dan bersih. Ata sudah beberapa kali pindah kos karena alasan kenyamanan, meskipun kamar yang sekarang lebih kecil dari sebelumnya ia lebih betah disisi lain harganya lebih murah dan dekat dengan kampus, tetangga kos yang sekarang lebih ramah. Kepribadian Ata yang ramah dan mudah akrab dengan siapa saja, ia memiliki banyak teman di kampus dan di lingkungan sekitar kosnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

“Ayo cepat! Lari, jangan malas. Mau jadi apa kalian dari awal udah lelet kayak gini.” Teriak panitia OSPEK. “Itu kating teriak-teriak terus engga capek apa, kita juga denger kali.” Gerutu anak perempuan sebelah Ata yang bernama Danisa terlihat dari name tag nya. Ata hanya membalas dengan senyum karena panitia tadi mulai berkeliling di barisan. Saat istirahat ternyata Danisa menghampiri Ata dan menyodorkan tangan kepadanya, ia meraih tangan itu “Hai, namaku Danisa. Tadi kamu yang ada di sebelahku kan?” tanyanya. “Iya, namaku Atala panggil aja Ata.” Bibir mereka membuat simpul senyum yang manis saling menerima satu sama lain.

“Oh iya, panggil aku Nisa biar akrab hehehe,” lanjut Danisa setelah melepaskan tautan tangan mereka. “Kamu ambil jurusan apa?” Danisa duduk bersebelahan dengan Ata. “Aku ambil jurusan Manajemen, kalo kamu?” jawab Ata menggeser tasnya agar Danisa dapat duduk. “Ih sama dong! Semoga kita sekelas yaa..” seru Danisa dan Ata membalas dengan anggukan. Saat akan melanjutkan percakapan yang mulai seru dua gadis itu terpaksa berhenti karena panitia akan memulai kembali kegiatan OSPEK sebelum petang datang. Mereka berdua dengan cepat bertukar nomor telepon, bukan Ata tapi Danisa yang meminta duluan dan nanti ia akan menghubungi Ata. Pertemuan yang bisa dibilang sangat singkat itu menjadi persahabatan hingga saat ini meski mereka berdua sudah memiliki dunia masing-masing dan anak-anak mereka juga menjadi dekat satu sama lain seperti halnya persahabatan kedua orang tuanya.

Danisa Juwita merupakan anak kedua, dia memliki satu kakak laki-laki yang bisa dibilang tampan. Ata sering melihat Danisa diantar jemput oleh sang kakak yang merupakan kating di kampusnya, namun kakak Danisa berbeda Fakultas dengan mereka yaitu Fakultas Teknik. Karena sering ada tugas kelompok saat OSPEK Danisa memilih menginap di kos Ata agar efisien, Ata sendiri tidak menolak tapi ia sedikit tidak enak kepada Danisa karena kamarnya terlalu kecil. Berbeda dengan kamar Danisa yang empuk dan lebar, Danisa tidak mempedulikan itu yang penting tugas mereka selesai dan setelah itu bisa main. Danisa tidak menyangka Ata sangat seru karena waktu pertama kali ketemu ia terlihat seperti anak pemalu yang susah didekati, selain itu paras Ata yang cantik dan terlihat sedikit pendiam ia takut tidak bisa berteman dengannya. Padahal menurut Ata, Danisa sendiri lebih cantik darinya apalagi keramahan Danis yang bisa dibilang sedikit cerawak membuatnya iri karena keberaniannya itu mendapat banyak teman dengan mudah.

Memiliki banyak teman tidak membuat Danisa melupakan Ata, karena apapun yang terjadi ia akan memilih Ata. Meskipun ia diberi barang mewah tidak akan bisa menggantikan persahabatan mereka yang baru terjalin empat hari itu. Menurutnya barang atau teman yang lain itu bisa dicari namun sahabat sangat sulit ditemukan, kepribadian yang berbeda memberikan rasa nyaman dan belajar saling menghargai yang membantu mereka menjalin persahabatan.

~ ~ ~

“Seharusnya kita tidak bertemu saat itu dan seharusnya aku mengacuhkanmu.” – Atala Syahputri.

Seminggu sudah masa OSPEK dan hari ini adalah hari terakhir, kegiatan yang paling dinantikan oleh Maba yaitu pensi besar dari Fakultas Ekonomi selain acara Dies Natalis. Hari terakhir OSPEK dijadwalkan melakukan acara berkemah satu hari satu malam dan hari relanjutnya baru dilaksanakan pensi meriah. Ketua pelaksana OSPEK yang belum pernah muncul selama kegiatan akhirnya akan memperlihatkan batang hidungnya di acara ini. Dari rumor yang tersebar bahwa ketua panitia OSPEK tersebut memiliki paras yang tampan dan sifatnya yang dingin membuat semua perempuan di seluruh kampus berlomba-lomba merebut hati pangeran es itu. Sudahlah Ata tidak tertarik dengan hal itu, ia lebih fokus menyelesaikan kuliahnya bukan mencari pasangan.

Bus sudah berjejer di parkiran kampus ada sekitar hampir sepuluh atau lebih bus di sana. Beruntungnya Ata dan Danisa satu kelompok sehingga bisa menaiki bus yang sama. Perjalanan menuju tempat perkemahan memakan hampir dua jam perjalanan, saat di rest area Danisa dan Ata secara bergantian turun untuk pergi ke kamar mandi. Entah karena suhu udara yang mulai dingin atau Ata kebanyakan minum di bus tadi ia langsung berlari dan tanpa sengaja menabrak dada bidang sesorang. Ia mendongakkan wajahnya untuk melihat orang yang ditabraknya, “Maaf kak, saya keburu.” Tidak sempat melihat wajah orang itu ia meminta maaf lalu berlari ke kamar mandi. “Menarik..” kalimat yang keluar dari mulut lelaki itu setelah Ata menjauh.

“Apa yang menarik?” Tanya teman lelaki itu. “Kepo.” Pergi meninggalkan temannya yang bingung melihat tingkah anehnya.

Ata kembali memasuki bus dan kembali duduk di kursinya. Saat bus akan segera berangkat tiba-tiba semua perempuan yang ada di bus teriak histeris karena kedatangan seseorang. Tidak semua, karena Danisa sudah memiliki sesorang di hatinya. Lelaki yang lumayan tampan, dengar hanya ‘lumayan’ berjalan dan duduk di kursi depanku banyak mahasiswi yang memanggilku dan meminta tukar tempat duduk. Namun, dengan keberanian Danisa yang menyuruhku agar tidak pindah membuat semua orang yang sebelumnya histeris itu diam seketika, “Haduh! Kalian itu bisa diam ga sih, kalau mau tukeran tempat duduk sana tukeran sama sebelahnya jangan seenak-enaknya ngusir orang.” Teriaknya yang membuatku agak sedikit malu.

Lelaki yang membuat banyak mahasiswi berebut untuk mendapatkan hatinya itu bernama Jefrey Radeska, anak tunggal kaya raya dan pewaris tunggal perusahaan terbesar kelima di Indonesia. Tidak heran banyak juga yang mendekatinya, tapi dia sangat dingin dan acuh dengan semua mahasiswi yang mendekatinya. Selain tampan dan kaya, Jefrey termasuk mahasiswa berprestasi dan disukai oleh banyak dosen di Fakultasnya. Ata sedikit kurang nyaman dengan kehadiran lelaki itu karena saat berjalan menuju kursi di depannya, tatapannya yang tajam seperti pedang seakan menghunus jantung musuh itu mengarah kepada Ata dan membuatnya sedikit merinding.

Udara semakin dingin terasa oleh indra Ata dan yang lainnya, panitia menyuruh mereka agar memakai jaket yang telah diberitahukan sebelumnya. Semua mulai berkumpul dengan kelompoknya masing-masing termasuk Ata dan Danisa. Setiap kelompok terdiri dari empat orang, membangun tenda adalah hal pertama yang dilakukan semua orang termasuk kelompok Ata. Sedikit kesulitan karena mereka belum pernah membangun sendiri, biasanya saat sekolah dulu ada guru ataupun perwakilan anak pramuka yang membantu. Hadirnya seseorang yang tidak diinginkan oleh Ata membuat semua orang terkejut, si pangeran es yang acuh kepada semua orang tiba-tiba mengulurkan tangan membantunya.

Tenda telah berdiri sempurna dan pangeran es telah pergi, saat ingin berterima kasih ternyata lelaki itu telah melenggang pergi tanpa suara, “Maka-sih, lah pergi dia.” Danisa bingung saat orang itu pergi.

Malam tiba suhu udara semakin menurun, api unggun besar telah dinyalakan oleh panitia. Semua orang berkumpul untuk mencari kehangatan sebelum pergi mencari logo Fakultas yang telah di tempel di beberapa tempat oleh panitia yang biasanya dikenal dengan jurit malam. Setiap kelompok didampingi oleh panitia, sialnya panitia yang mendampingi kelompok Ata adalah lelaki itu. Padahal ia berharap bukan dia yang mendampingi, “Nis, bukannya ketua itu engga ikut mendampingi ya?” bisik Ata. “Entah aku juga gatau sin, mungkin dia gabut.” Danisa mengangkat kedua bahunya pertanda ia juga tidak tahu.

Ata berada dibarisan terakhir sebelum Jefrey, “Aku minta nomor telfonmu.” dingin seperti suhu disekitar. Bisikan dari belakang membuat mata Ata melebar dan menoleh ke belakang, tidak ada senyuman ramah hanya wajah datar dengan ponsel yang ditujukan ke Ata. Ingin rasanya ia menolak, entah setan apa yang merasukinya mengambil benda pipih itu dan mengetikkan nomornya. Jangan berharap Jefrey akan berterima kasih, mukanya yang datar membuat Ata langsung kembali ke barisan setelah mengembalikan benda pipih milik Jefrey.

Semua telah kembali ke dalam tenda untuk tidur, besok harus bangun pagi karena kegiatan selanjutnya adalah berjalan menuju air terjun untuk kegiatan pengukuhan Mahasiswa Baru. Suara bariton Jefrey yang terdengar enak memecah keheningan, “Semua Maba berbaris sesuai jurusannya masing-masing dan jalan yang rapi, taati aturan yang sudah disampaikan. Sekian dari saya Ketua Panitia OSPEK tahun xx – tahun xx, terima kasih atas partisipasinya.”

Pengukuhan hanya berlangsung sekitar satu jam dan semua Maba kembali ke tempat kemah untuk naik bus. “Dia duduk di kursi depanku lagi? Kenapa sih harus di sini..” batin Ata.

Ata kembali ke kos nya diantar oleh Danisa dan kakaknya, sekalian katanya karena Danisa dijemput dengan mobil. “Terima kasih kak, Nis. Mau mampir dulu ga?” tanya Ata setelah turun dari mobil. “Engga Ta, mau bobo di rumah udah kangen kamar hehehe..” Mobil hitam itu pergi menjauh meninggalkan pekarangan kos Ata. Melemparkan tubuhnya ke atas kasur yang ia rindukan meskipun hanya ditinggal satu malam. Mengingat kejadian semalam yang membuat Ata bingung sendiri. Karena terlalu lelah ia tertidur tanpa membersihkan tubuhnya dahulu, Ata telah pergi ke dunia mimpi sampai tidak sadar ada notifikasi dari benda kotak pipih miliknya.

                            Unknown

Save Jefrey.

~ ~ ~

“Semua orang bilang jika sebuah pertemuan akan berakhir dengan perpisahan jika yang lain tidak merestui, tapi itu bukan aku. Membuatmu berada disisiku dan hanya maut yang boleh memisahkan kita itu janjiku padamu Ata.” – Jefrey Radeska

Pesan yang awalnya hanya ia acuhkan itu sekarang menjadi pesan romantis dua insan menjalin hubungan tanpa restu dari keluarga Radeska. Hampir satu tahun lebih menjalin hubungan, Jefrey masih enggan memperkenalkan Ata kepada keluarganya. Bukan karena malu atau apapun, ia tidak ingin perempuan yang ia cintai sakit hati mendengar setiap perkataan yang keluar dari mulut kedua orang tuanya. Perjuangan mendapatkan Ata agar mau jadi kekasihnya, membuat Jefrey bisa dibilang ‘gila’. Selama menjalin hubungan dengan Ata, Jefrey merasakan ada perubahan dalam dirinya. Ata berhasil membuat Jefrey menjadi orang yang lebih hangat dan pandangannya terhadap dunia.

Jefrey mengajak Ata makan malam di warung bakso langganan Ata, Jefrey tidak pemilih soal makanan asal terasa enak menurutnya. Hampir tersedak kuah bakso yang pedas Ata terkejut mendengar ajakan Jefrey hingga matanya melebar, “Apa kak tadi?” dengan rasa pedas yang masih memenuhi tenggorokannya Ata bertanya. “Minggu depan aku mau bawa kamu ke orang tuaku, apapun yang mereka katakan nanti jangan didengerin.” Anggukan Ata merupakan jawaban iya untuk Jefrey, Ata sendiri tahu keluarga Jefrey menentang hubungan ini karena perbedaan kasta yang sangat jauh. “Seminggu setelah sidang aku sudah mendaftarkan pernikahan kita,” Sambung Jefrey. Kejutan yang kedua kalinya membuat Ata kembali tersedak, Jefrey memberikan gelas berisi air dan menepuk-tepuk pelan punggung gadisnya. “Kedua orang tuamu juga sudah aku beritahu, semua persiapan sudah selesai termasuk rumah.” Memang Jefrey sudah lama merencanakan pernikahannya dengan Ata takut gadisnya itu diambil olel lelaki lain. Persiapan Jefrey untuk membangun rumah tangga memang sangat siap, mulai dari rumah, kendaraan, dan hal lainnya.

Seminggu setelah sidang skripsi, Jefrey benar melaksanakan pernikahan yang sederhana hanya ada keluarga dari Ata dan sahabatnya,  tanpa kehadiran keluarga Radeska pernikahan berjalan lancar. Jefrey menepati janjinya pada Ata. Setelah acara selesai pasangan yang baru menikah itu langsung pulang menuju rumah mewah milik Jefrey. Malam pertama setelah pernikahan yang indah telah mereka lewati bersama.

Pernikahan yang mulai diterima oleh keluarga Radeska, membuat Ata dua kali bahagia lebih dari biasanya. Dengan perut yang mulai membesar keluarga kecil Jefrey telah lengkap, putri kecil yang ada di dalam kandungan istrinya yang sangat ia nantikan. Membayangkan tangisan dan tangan mungil yang ia genggam setiap harinya. Hanya membayangkannya saja senyuman Jefrey sangat terlihat manis dengan lesung dikedua pipinya.

“Ayah akan selalu menjagamu seperti ayah menjaga bundamu, jangan pernah takut pada apapun karena ayah akan selalu menjadi benteng untukmu putriku, Elina.” – Jefrey Radeska.

Ikuti tulisan menarik Anggita Cahyani lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler