Pertanian

Harga Kopi Global Tembus Rekor Tertinggi

Senin, 10 Maret 2025 07:37 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
pohon kopi
Iklan

Cuaca ekstrem menjadi pemicu utama kenaikan harga.

Harga kopi global terus melonjak, mencatat rekor tertinggi dalam 12 tahun terakhir. Berdasarkan laporan International Coffee Organization (ICO), harga biji kopi Arabika dan Robusta naik rata-rata 40% sejak Januari 2025. Lonjakan ini memicu kekhawatiran di seluruh rantai pasokan, dari petani hingga konsumen, dengan Indonesia sebagai salah satu negara produsen yang terdampak signifikan.​

 
Cuaca Ekstrem dan Krisis Produksi
 
Cuaca ekstrem menjadi pemicu utama kenaikan harga. Di Kolombia, kekeringan panjang mengurangi produksi kopi Arabika sebesar 25%, sementara banjir di Vietnam dan musim kemarau ekstrem di Indonesia—khususnya di Sumatera Utara dan Jawa Barat—mengganggu panen. Arif Wijaya, petani kopi organik di Aceh yang aktif mengadvokasi pertanian berkelanjutan melalui akun Instagram @aceh_coffee_farmer, mengungkapkan: “Tahun ini, 40% tanaman kopi kami gagal panen karena suhu tidak stabil dan serangan hama. Kami butuh dukungan teknologi dan pendanaan darurat.”​
 
Data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) yang dirilis Maret 2025 menunjukkan, curah hujan di wilayah penghasil kopi Indonesia turun 35% dari rata-rata tahunan. Sementara itu, Kementerian Pertanian RI melaporkan kenaikan harga pupuk urea hingga 75% sejak 2023, memperparah beban petani skala kecil.​
 
Tekanan Logistik dan Lonjakan Permintaan
Biaya logistik global juga berkontribusi pada kenaikan harga. Konflik geopolitik di Timur Tengah dan kelangkaan kontainer pengiriman meningkatkan ongkos ekspor-impor. PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) dalam siaran pers resmi menyebutkan, biaya pengiriman kopi dari Indonesia ke Eropa naik 30% sejak 2024.​
 
Di sisi permintaan, tren konsumsi kopi tetap tinggi. Euromonitor International mencatat, penjualan kopi spesialti di Asia Tenggara tumbuh 18% pada 2024, didorong budaya third-wave coffee dan kebiasaan remote working. Di Jakarta, Dian Permata, pemilik rantai kafe KopiKita, mengonfirmasi kenaikan harga menu: “Segelas latte kini Rp50.000, naik 25% dari 2024. Kami tetap pertahankan kualitas, tetapi margin keuntungan menyusut.”​
 
Respons Konsumen dan Solusi Berkelanjutan
Konsumen mulai beradaptasi dengan membeli kopi dalam kemasan besar atau beralih ke merek lokal. Rina Marlina, Manajer Pemasaran Sayurbox, menyatakan: “Penjualan kopi Toraja dan Flores di platform kami meningkat 35% sepanjang Q1 2025. Konsumen mencari harga lebih terjangkau tanpa mengorbankan cita rasa.”​
 
Ahli pertanian menyarankan solusi jangka panjang. Dr. Ahmad Fauzi, peneliti di Pusat Studi Pertanian Berkelanjutan IPB University, menjelaskan: “Adopsi teknologi seperti sensor IoT untuk pemantauan tanah dan sistem irigasi surya bisa mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia dan air.”​
 
Kolaborasi Multisektor untuk Stabilisasi Harga
Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) mendesak pemerintah menerbitkan insentif bagi petani. Bambang Sutrisno, Ketua AEKI, menegaskan: “Kami mengajukan subsidi pupuk selektif dan kemudahan akses kredit UMKM untuk petani kopi.”​
 
Di tingkat global, PT Maykopi Indonesia, eksportir kopi terkemuka, menggandeng LSM Fairtrade International dalam program pendampingan petani. Direktur Utama Maykopi, Rudi Hartono, menyatakan: “Kami alokasikan 10% keuntungan untuk pelatihan petani dalam mitigasi perubahan iklim.”

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Bagikan Artikel Ini

Baca Juga











Artikel Terpopuler