Pertanian

Kementan Dorong Transformasi Fundamental Industri Kopi Indonesia

Rabu, 12 Maret 2025 07:52 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Kopi Gayo
Iklan

Selain persoalan rantai pasok, petani kopi juga menghadapi tantangan produktivitas rendah akibat keterbatasan akses teknologi.

Indonesia, sebagai salah satu produsen kopi terbesar di dunia, saat ini menghadapi tantangan sekaligus peluang besar. Kepala Pusat BSIP Perkebunan Kementerian Pertanian, Kuntoro Boga Andri, mengungkapkan bahwa meski kopi Arabika dan Robusta Indonesia terkenal dengan cita rasanya yang luar biasa, kondisi kesejahteraan petani kopi masih sangat memprihatinkan.

“Sekitar 90% produksi kopi Indonesia berasal dari 1,8 juta petani kecil, namun ironisnya lebih dari setengahnya masih menghadapi kendala rantai pasok yang tidak adil,” ujar Kuntoro.

Menurut data Kementan dan BPS, petani kopi hanya menikmati sebagian kecil dari keuntungan, sementara pedagang perantara mendominasi sekitar 70% distribusi, menyebabkan hilangnya margin hingga 40-50% bagi petani. Petani kopi Gayo di Aceh Tengah, misalnya, hanya menerima Rp25.000/kg untuk green bean, jauh di bawah harga grosir sebesar Rp60.000/kg.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Selain persoalan rantai pasok, petani kopi juga menghadapi tantangan produktivitas rendah akibat keterbatasan akses teknologi, irigasi modern, dan perubahan iklim yang ekstrem. Produktivitas kopi Indonesia hanya mencapai sekitar 817 kg/hektare, jauh lebih rendah dibanding Brasil dan Vietnam yang mencapai 3 ton/hektare.

Dalam lima tahun terakhir, fluktuasi harga kopi dunia juga berdampak besar terhadap pendapatan petani. Pada Februari 2025, harga kopi dunia mencapai rekor tertinggi sebesar US$9,70/kg akibat kekeringan di negara produsen utama. Di sisi lain, pasar kopi spesialti global tumbuh 8% per tahun, membuka peluang besar yang belum sepenuhnya dimanfaatkan oleh Indonesia.

"Indonesia harus segera melakukan reorientasi fundamental industri kopi dengan menjadikan petani sebagai mitra utama, meningkatkan nilai tambah melalui pengolahan pasca panen, branding, dan inovasi produk," lanjut Kuntoro.

Langkah konkret yang diusulkan meliputi pembentukan koperasi petani berbasis digital, sertifikasi keberlanjutan, sistem pembiayaan berbasis profit-sharing, serta pembangunan Indonesia Coffee Hub di berbagai kota internasional seperti Tokyo, Berlin, dan Dubai. Selain itu, pengembangan kopi premium dengan indikasi geografis dan storytelling budaya lokal diyakini mampu meningkatkan daya saing global.

Kuntoro juga menekankan pentingnya adopsi teknologi modern seperti Internet of Things (IoT) dalam pertanian presisi untuk mengurangi risiko gagal panen, serta pemanfaatan limbah kopi menjadi produk bernilai tinggi seperti bioplastik, kosmetik, dan biochar.

“Dengan transformasi ini, industri kopi Indonesia tidak hanya akan meningkatkan kesejahteraan petani tetapi juga menjadi simbol kedaulatan ekonomi yang berpihak pada rakyat kecil dan harmonis dengan tradisi serta teknologi modern,” ujar Kuntoro.

 

Bagikan Artikel Ini

Baca Juga











Artikel Terpopuler