Pertanian

Menggali Potensi Lontar untuk Kesejateraan Petani

Rabu, 12 Maret 2025 07:53 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Pohon Lontar
Iklan

Tantangan kedepan dalam optimalisasi lontar adalah integrasi sains, teknologi, dan kearifan lokal.

Jakarta – Kepala Pusat BSIP Perkebunan, Kementerian Pertanian, Kuntoro Boga Andri, menyoroti potensi besar pohon lontar (Borassus flabellifer), atau dikenal juga dengan siwalan, sebagai tanaman serbaguna yang mampu menjawab tantangan global di bidang lingkungan, ekonomi, dan budaya. Pohon palma tropis ini tersebar luas dari Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Selatan hingga Jawa Timur, menunjukkan kemampuan adaptasi luar biasa terhadap lingkungan ekstrem.

Menurut Kuntoro, setiap bagian pohon lontar memiliki manfaat besar. Buahnya telah lama menjadi bahan makanan dan minuman tradisional seperti legen dan gula lontar, produk yang kini bahkan diminati pasar ekspor karena keunggulan kesehatannya dibanding gula tebu. Data Kementerian Perdagangan mencatat peningkatan signifikan permintaan internasional untuk gula lontar organik.

"Inovasi terbaru juga menunjukkan potensi besar limbah lontar, seperti batok buahnya yang diolah menjadi serat berkualitas tinggi. Di Gresik, serat ini berhasil diolah menjadi produk kriya modern yang menembus pasar internasional," kata Kuntoro.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dari sisi ekologis, akar lontar terbukti efektif dalam pencegahan erosi tanah dan penyimpanan air, menjadikannya vital dalam konservasi lahan kritis, khususnya di wilayah NTT seperti Sumba Timur dan Rote. Pemerintah daerah pun telah mengembangkan program reforestasi berbasis lontar untuk mengatasi degradasi lingkungan sekaligus meningkatkan ekonomi lokal.

Di Sulawesi Selatan, khususnya Takalar, lontar memiliki nilai budaya tinggi karena digunakan sebagai media untuk manuskrip lontarak, warisan intelektual masyarakat Bugis-Makassar yang diakui UNESCO sebagai bagian dari warisan budaya dunia. Sementara itu, di Lamongan, kerajinan tangan dari daun lontar telah meningkatkan pendapatan masyarakat hingga 40% dalam lima tahun terakhir.

Kuntoro menegaskan bahwa tantangan kedepan dalam optimalisasi lontar adalah integrasi sains, teknologi, dan kearifan lokal. "Kolaborasi strategis antara akademisi, pemerintah, dan pelaku usaha lokal diperlukan untuk menciptakan rantai nilai berkelanjutan dan meningkatkan pemanfaatan lontar secara maksimal," ujarnya.

Ia juga menambahkan bahwa pelatihan dan inovasi teknologi yang diperluas akan sangat penting dalam meningkatkan daya saing produk lontar di pasar global. "Lontar bukan sekadar flora lokal, melainkan simbol kehidupan yang mampu menjadi solusi nyata menghadapi tantangan global," tuturnya.

Bagikan Artikel Ini

Baca Juga











Artikel Terpopuler