Lupa kata sandi Tempo ID anda?
Belum memiliki akun? Daftar di sini
Sudah mendaftar? Masuk di sini
Hari itu di jam pelajaran terakhir di Kelas XII IPA 1 SMAN 1 Pringgasela Lombok Timur NTB saya bergegas masuk kedalam kelas. Seperti biasa anak didik saya yang biasa saya sebut generasi indahnya masa depan Indonesia telah dan selalu setia menunggu. “Istamiiir…hayyu, Assalamu’alaikum Warohamtullohibarokatuh.” Begitulah Ahmad Ihsan Uluwi memimpin kelas untuk memberikan salam kepada saya, dan cara ini adalah budaya disekolah ini, ya sekolah ini adalah sekolah negeri, namun suasananya seperti pondok pesantren. Saya ingin menegaskan bahwa Visi sekolah ini adalah Terwujudnya Peserta didik yang Beriman dan Bertakwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa, Cerdas, Mandiri, Terampil, dan Berprestasi. Langkah-langkah tersebut adalah bagian dari misi untuk sampai pada visi tersebut.
Multitafsir seperti ini tidak boleh dibiarkan. Guru dan pegiat pendidikan sejatinya bukan sekedar tahu, namun memilki pemahaman yang mendalam tentang konsep merdeka belajar. Lantas apa dan bagaimana seharusnya konsep merdeka belajar itu? Penulis mencoba meluruskan multitafsir ini dengan mengulik lebih tajam pengertian ‘merdeka’. Ada tiga makna ‘merdeka’ yang harus dipahami dengan seksama, yakni tidak hidup terperintah, berdiri tegak karena kekuatan sendiri, dan cakap mengatur hidupnya dengan tertib.
Kebijakan Merdeka Belajar telah digulirkan dan saat ini tengah berlangsung. Saya lebih tertarik menyebutnya Rangkaian Kebijakan Merdeka Belajar. Ya, karena kebijakan ini terdiri dari beberapa rangkaian kebijakan strategis. Sebut saja Penghapusan Ujian Nasional, Asesmen Nasional, Kampus Merdeka, RPP Merdeka Belajar, Program Guru Belajar, Program Guru Penggerak, Program Sekolah Penggerak, dan berbagai kebijakan strategis lainnya yang digulirkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam ikhtiar mewujudkan transformasi pendidikan Indonesia.
‘Pendidikan bukanlah sesuatu yang selalu ideal terjadi, padanya terdapat dinamika yang sejatinya menjadi challenge bagi guru dan para pegiat pendidikan untuk terus berkarya’ dan ‘sekolah pinggiran tidak boleh terpinggirkan’
”Setiap anak itu beda, setiap anak itu unik, perbedaan dan keunikan itulah yang akan menjadi keunggulan mereka kini dan kelak.” Pendidik tak ubahnya seperti petani. Seorang petani yang menanam padi, maka ia akan merawat padi dengan kondisi dan karakteristik padi. Seorang petani yang menanam padi, maka ia tidak mungkin berharap akan memanen jagung.