x

foto diambli ketika KBM di Perpustakaan SMAN 1 Pringgasela

Iklan

Ashhabul Yamin

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 November 2021

Rabu, 1 Desember 2021 15:13 WIB

Meluruskan Multitafsir Konsep Merdeka Belajar

Multitafsir seperti ini tidak boleh dibiarkan. Guru dan pegiat pendidikan sejatinya bukan sekedar tahu, namun memilki pemahaman yang mendalam tentang konsep merdeka belajar. Lantas apa dan bagaimana seharusnya konsep merdeka belajar itu? Penulis mencoba meluruskan multitafsir ini dengan mengulik lebih tajam pengertian ‘merdeka’. Ada tiga makna ‘merdeka’ yang harus dipahami dengan seksama, yakni tidak hidup terperintah, berdiri tegak karena kekuatan sendiri, dan cakap mengatur hidupnya dengan tertib.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Meluruskan Multitafsir Konsep Merdeka Belajar

Oleh : Ashhabul Yamin, S.Pd

(Guru SMAN 1 Pringgasela)

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Multitafsir tentang konsep merdeka belajar adalah sebuah kewajaran. Dalam pengamatan penulis setidaknya ada dua model multitafsir tersebut. Yang pertama mispersepsi dan yang kedua miskonsepsi.

Hemat penulis, kedua multitafsir tersebut disebabkan oleh minimnya informasi, artinya kurang masifnya informasi yang beredar dikalangan guru akibat dari kurangnya soliditas ekosistem pendidikan. 

Jika berbicara minimnya informasi, saya ingin ingatkan untuk kita tak terburu-buru menyalahkan pemerintah. Jangan-jangan kitanya yang kurang pro aktif atau bahkan apatis dan alergi terhadap perubahan.

Hemat penulis, gurupun sebagai garda terdepan pendidikan juga harus turut serta ambil bagian dalam mensosialisasikan kebijakan merdeka belajar tersebut. Guru tidak boleh apatis, ia harus pro aktif dan melakukan yang paling mungkin bisa dilakukan untuk masifnya kebijakan merdeka belajar di kalangan dunia pendidikan kita. Banyak jalan, salah satunya melalui kegiatan menulis artikel dan opini tentang pendidikan di media, dan tentu saja banyak lagi cara dan saluran-saluran lainnya.

Guru di garda terdepan pendidikan Indonesia sejatinya harus memahami konsep merdeka belajar tersebut. Tak tampak elok jika guru masih belum paham tentang konsep merdeka belajar yang telah dilegitimasi tersebut. Tidak sedikit guru yang tak paham dengan konsep merdeka belajar.

Dalam beberapa obrolan saya dengan rekan guru, tak jarang yang menerka dengan konsep merdeka belajar yang menurut saya justru jauh dari esensi pendidikan yang memerdekakan sebagai ruh dari kebijakan merdeka belajar. Ada yang mengira bahwa merdeka belajar itu ya murid belajar sebebas-bebasnya, seenak-enaknya, sesuka hatinya tanpa memperhatikan kurikulum, ada yang berpendapat merdeka belajar tidak memiliki batasan materi yang jelas, sehingga perangkat pembelajaran tidak lagi diperlukan, ada pula yang berpendapat belajar tanpa target kurikulum karena Ujian Nasional sudah dihapus, dan barangkali banyak lagi terkaan-terkaan yang tidak sesuai dengan konsep merdeka belajar yang sedang dilaksanakan oleh pemerintah saat ini.

Multitafsir seperti ini tidak boleh dibiarkan. Guru dan pegiat pendidikan sejatinya bukan sekedar tahu, namun memilki pemahaman yang mendalam tentang konsep merdeka belajar. Lantas apa dan bagaimana seharusnya konsep merdeka belajar itu?

Penulis mencoba meluruskan multitafsir ini dengan mengulik lebih tajam pengertian ‘merdeka’. Ada tiga makna ‘merdeka’ yang harus dipahami dengan seksama, yakni tidak hidup terperintah, berdiri tegak karena kekuatan sendiri, dan cakap mengatur hidupnya dengan tertib.

  1. Tidak hidup terperintah

Motivasi intrinsik adalah modal kuat yang senantiasa harus dirawat oleh seorang pembelajar jika ingin terus berkembang dan menguat. Motivasi intrinsik adalah hadiah yang datang dari dalam diri seorang pembelajar yang tangguh melawan tubuh yang malas. Gagasan dan ide-ide besar lahir sebagai buah dari ketangguhannya berperang melawan kemalasan.

Ketangguhan tersebutlah yang membuatnya merdeka dan siap mengambil inisiatif tanpa harus menunggu perintah dari atasan. Benarlah kata seorang sahabat guru, “guru pintar bisa tergantikan oleh teknologi, namun guru yang memahami kodrat anak tidak akan pernah tergantikan.”

Pertanyaannya kemudian adalah, lalu apa hubungannya antara tidak hidup terperintah dengan memahami kodrat anak. Begini, menurut Bapak Pendidikan kita Ki Hajar Dewantara, pendidikan itu ‘menuntun’. Ya, menuntun anak sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zamannya.

Kodrat alam anak adalah fakta bahwa anak memiliki peran sebagai murid dan sebagai anggota di masyarakatnya. Telah banyak hal yang terisi di hati dan pikiran anak ketika ia tiba dan diterima oleh guru disekolahnya. Sumbernya dari banyak saluran. Lingkungan keluarga, lingkungan masyarakatnya, juga media yang sulit dibendung arusnya. Adapun kodrat zaman anak adalah sebuah fakta yang tidak bisa ditolak bahwa seorang anak hidup dengan zamannya yang sudah barang tentu tidak sama dengan zaman ketika gurunya bersekolah dulu. Benarlah untaian indah yang disampaikan oleh Ali Bin Abi Thalib, “Didiklah anak-anakmu sesuai dengan zamannya, karna ia tidak hidup di zamanmu”. 

  1. Berdiri tegak karena kekuatan sendiri

Berdiri tegak karena kekuatan sendiri adalah tentang kemandirian, tidak hidup dalam ketergantungan, namun tetap cakap bekerja sama dan berkolaborasi dengan siapa saja yang berpotensi membawa kepada perubahan kearah kebaikan. 

Berdiri tegak karena kekuatan sendiri dapat pula dimaknai sebagai keteguhan seorang pembelajar terhadap prinsip yang diyakininya, tentu saja dalam konteks belajar dan membelajarkan. Tak pelak hal inilah kemudian yang menjadi ruh dari setiap ucapan dan tindakan seorang pembelajar. Ia teguh pada prinsipnya, ia memiliki konsep yang kuat, ia mampu tawarkan gagasan ide-ide yang membumi dan membawa kebermanfaatan, setidaknya bagi lingkungan ditempat tinggalnya.

  1. Cakap mengatur hidupnya dengan tertib

Cakap mengatur hidupnya dengan tertib adalah bukti kuat bahwa merdeka itu tidak bebas sebebasnya. Ada kesepakatan-kesepakatan yang dibuat atas dasar rasa dan saling percaya dan dapat dipertanggung jawabkan. Ada aturan yang harus jadi pedoman dan tentu saja harus ditegakkan. Kesepakatan dan aturan tersebut adalah pengikat bagi semua untuk tetap berucap dan berperilaku tertib. 

Tertib disini salah satunya berkaitan dengan disiplin. Jelas dan tegas saya sampaikan bahwa kedisiplinan ini adalah kunci keberhasilan seorang pembelajar. Sekolah adalah adalah lembaga pendidikan formal yang paling berpotensi menjadi wadah seorang pembelajar untuk cakap mengatur hidupnya dengan tertib. Tertib masuk kelas, tertib berproses belajar, tertib mengikuti pembinaan, dan lain sebagainya. Semuanya benar-benar pada rod map yang jelas dan tertib.

Uraian 3 (tiga) makna merdeka diatas, menjelaskan dan menegaskan bahwa merdeka belajar itu bukan belajar sebebasnya, bukan belajar sesukanya, bukan juga masuk sekolah sesukanya, bukan juga belajar tak belajar akan tetap lulus sekolah. Tidak!

Merdeka belajar itu sebuah konsep yang memanusiakan manusia. Menempatkan manusia pada peran dan tempatnya yang seharusnya. Ya perannya sebagai khalifah di muka bumi. Menggali dan memaksimalkan seluruh potensi yang ada. Sumber daya manusianya, sumber daya alamnya, budayanya, tradisinya, kearifan lokalnya. Semuanya mendapatkan peran dan tempat yang proporsional berdasarkan peran dan fungsinya masing-masing.

 

Ikuti tulisan menarik Ashhabul Yamin lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler