x

Diskusi kelompok di Kelas XII IPA 1 SMAN 1 Pringgasela

Iklan

Ashhabul Yamin

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 November 2021

Sabtu, 4 Desember 2021 20:48 WIB

Merdeka Belajar Generasi Z Melalui PBL Efektif Tingkatkan A.B.E.C

Hari itu di jam pelajaran terakhir di Kelas XII IPA 1 SMAN 1 Pringgasela Lombok Timur NTB saya bergegas masuk kedalam kelas. Seperti biasa anak didik saya yang biasa saya sebut generasi indahnya masa depan Indonesia telah dan selalu setia menunggu. “Istamiiir…hayyu, Assalamu’alaikum Warohamtullohibarokatuh.” Begitulah Ahmad Ihsan Uluwi memimpin kelas untuk memberikan salam kepada saya, dan cara ini adalah budaya disekolah ini, ya sekolah ini adalah sekolah negeri, namun suasananya seperti pondok pesantren. Saya ingin menegaskan bahwa Visi sekolah ini adalah Terwujudnya Peserta didik yang Beriman dan Bertakwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa, Cerdas, Mandiri, Terampil, dan Berprestasi. Langkah-langkah tersebut adalah bagian dari misi untuk sampai pada visi tersebut.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

MERDEKA BELAJAR GENERASI Z MELALUI PBL EFEKTIF TINGKATKAN A.B.E.C

Oleh : Ashhabul Yamin, S.Pd

(Guru PPKn SMAN 1 Pringgasela)

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Hari itu di jam pelajaran terakhir di Kelas XII IPA 1 SMAN 1 Pringgasela Lombok Timur NTB saya bergegas masuk kedalam kelas. Seperti biasa anak didik saya yang biasa saya sebut generasi indahnya masa depan Indonesia telah dan selalu setia menunggu. “Istamiiir…hayyu, Assalamu’alaikum Warohamtullohibarokatuh.” Begitulah Ahmad Ihsan Uluwi memimpin kelas untuk memberikan salam kepada saya, dan cara ini adalah budaya disekolah ini, ya sekolah ini adalah sekolah negeri, namun suasananya seperti pondok pesantren. Saya ingin menegaskan bahwa Visi sekolah ini adalah Terwujudnya Peserta didik yang Beriman dan Bertakwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa, Cerdas, Mandiri, Terampil, dan Berprestasi. Langkah-langkah tersebut adalah bagian dari misi untuk sampai pada visi tersebut.

Seperti biasa saya membuka pembelajaran dengan salam, mengecek kehadiran, mengajak anak didik berdo’a, menyampaikan topik dan tujuan pembelajaran, menyampaikan agenda kegiatan pembelajaran, dan tidak lupa pula menyampaikan aspek penilaian pada hari tersebut. Selanjutnya saya kemudian mengajak anak didik  saya mengingat-ingat materi ajar dan kegiatan pembelajaran yang telah disampaikan pada pertemuan sebelumnya. Bangga dan rasa syukur saya panjatkan dalam hati ketika mereka masih ingat dengan materi ajar dan kegiatan pembelajaran sebelumnya walaupun tidak begitu sempurna mereka mengingatnya, ya bagi saya begitulah kebahagiaan seorang guru ketika anak didiknya mampu mengingat pembelajaran yang telah dilaluinya. Hemat saya ini tak mudah, karena dalam satu pekan saja ada banyak pelajaran, ada beraneka kegiatan belajar, ada berbagai macam penugasan dan lain sebagainya yang harus dilalui, dikerjakan, dan diingat oleh anak didik. Sayapun meyakini ini adalah indikator keberhasilan untuk pembelajaran yang telah dilewati dan pembelajaran yang akan dibahas selanjutnya.

Ketika menyampaikan agenda kegiatan pembelajaran, saya mencoba mengulik lebih dalam pada model pembelajaran Problem Based Learning. Secara singkat saya kemudian menjelaskan bahwa Problem Based Learning tersebut adalah model pembelajaran berbasis masalah, dimana pada sintaknya yang paling pertama anak didik akan di orientasikan pada masalah. Selanjutnya mereka kemudian akan diorganisasikan dalam pembelajaran kelompok, lalu kemudian dibimbing melakukan penyelidikan, menyajikan hasil karya, dan yang terakhir menganalisis dan mengevaluai proses pemecahan masalah.

Membaca situasi kelas membuat saya sadar bahwa itu adalah jam pelajaran terakhir, saya kemudian mengajak anak didik saya untuk melakukan ice breaking sejenak saja. Ice breaking yang saya arahkan lebih kepada untuk mengembalikan fokus dan konsentrasi mereka. Instruksinya sangat sederhana, yakni “lakukan apa yang saya katakan, jika kata-kata saya diawali dengan kata pak guru”. Ice breaking tersebut saya ulang sampai 3 kali hingga anak didik saya telah mengindikasikan fokus dan konsentrasi kembali. Ternyata tak hanya fokus dan konsentrasi yang terjadi, mereka juga kembali segar, mereka sangat ceria dengan khas canda tawa siswa SMA, dan tentu saja suasana menjadi semangat kembali.

Melihat Afeksi (ketertarikan), Behaviour (Perubahan perilaku), dan Engagement (Keterlibatan/ interaksi) anak didik saya sudah positif, maka saya memastikan penyampaian konten/ materi ajar telah siap dan tepat untuk dilakukan (Cognition). Saya kemudian menayangkan sebuah slide power point yang berisi gambar kasus pelanggaran hak dan pengingkaran kewajiban di lingkungan sekolah. Ada 4 (empat) gambar, di antaranya gambar (1) siswa membuang sampah sembarangan, gambar (2) bullying, gambar (3) siswa terlambat, dan gambar (4) siswa membolos. Reaksi anak didik saya terhadap gambar-gambar tersebut nyaris sama yakni merasa bahwa kasus-kasus tersebut nyata dialami dilingkungan sekolah mereka. Namun ada juga beberapa siswa yang menyebut bahwa ada lagi kasus pelanggaran hak dan pengingkaran kewajiban yang terjadi disekolah mereka namun tidak disajikan dalam gambar tersebut. Afeksi, Behaviour, dan Engagement lagi-lagi terlihat, sayapun kemudian mengambil momentum baik tersebut dengan mengorganisasikan siswa kedalam kelompok. Kelompok yang dibentuk menggunakan tangga nada Do-Re-Mi dimana siswa secara bergiliran menyebutkan tangga nada Do-Re-Mi secara zig zag. Penyebutan tangga nadapun dilakukan menggunakan nada asli (Do-Re-Mi) dan terdengar seperti bernyanyi. Suasana inipun terlihat begitu menyenangkan.

Kelompok Do, Kelompok Re, dan Kelompok Mi telah terbentuk, maka langkah selanjutnya masing-masing kelompok kemudian dibimbing untuk melakukan penyelidikan terhadap kasus-kasuh tersebut. Penyelidikan dalam kelompok dilakukan dengan menggunakan 7 (tujuh) pertanyaan pemandu sebagai berikut :

  1. Dari keempat kasus tersebut, kasus mana yang paling sering anda jumpai dilingkungan sekolah?
  2. Adakah kasus lain diluar keempat kasus tersebut yang sering anda jumpai dilingkungan sekolah ini? Jika ada sebutkan 1 saja!
  3. Fokuskan diskusi kelompok anda pada 1 kasus saja!
  4. Bertentangan dengan Pancasila sila keberapa kasus tersebut? Jelaskan!
  5. Apa yang terjadi jika kasus tersebut tidak segera ditangani?
  6. Apa saja yang akan anda lakukan jika dihadapkan pada kasus tersebut?
  7. Seberapa efektif solusi yang anda tawarkan tersebut?

Penyelidikan yang dilakukan menggunakan pertanyaan pemandu diatas bertujuan untuk mengkondisikan kelompok kedalam diskusi yang terarah dan terukur hingga hadir sebuah solusi atas kasus atau masalah yang mereka pilih. Tidak sampai disitu, mereka juga di challenge untuk mengukur dan menguji efektivitas solusi tersebut.

Menyajikan hasil karya adalah saat yang paling ditunggu-tunggu, dimana setiap kelompok diberikan waktu yang proporsional untuk menyajikan hasil karyanya. Hal yang menarik dalam penyajian hasil karya ini adalah anak didik saya mampu mengidentifikasi penyebab masalah dengan sangat detail dan konkret. Anak didik saya mampu menalar dan berfikir kritis terhadap permasalahan yang nyata mereka alami dalam sekolah dan pembelajaran. Beberapa solusi yang mereka berikan adalah harus dibangun trust, yakni rasa saling percaya antara murid dan guru. Ini sangat penting, tidak mungkin ada hubungan timbal balik yang positif jika tidak ada trust. Selain itu menguatkan motivasi diri juga adalah hal yang tidak boleh dilupakan. Ini kemudian saya perkuat dengan perlunya motivasi intrinsik. Semua berawal dari diri. Ingat merdeka itu tentang 3 (tiga) hal, tidak hidup terperintah, cakap mengatur hidupnya dengan tertib, dan berdiri tegak karena kekuatan sendiri.

Model pembelajaran berbasis masalah merupakan pembelajaran yang menggunakan berbagai kemampuan berpikir dari peserta didik secara individu maupun kelompok serta lingkungan nyata untuk mengatasi permasalahan sehingga bermakna, relevan,dan kontekstual (Tan Onn Seng, 2000).

Tujuan PBL adalah untuk meningkatkan kemampuan dalam menerapkan konsep-konsep pada permasalahan baru/nyata, pengintegrasian konsep Higher Order Thinking Skills (HOTS), keinginan dalam belajar, mengarahkan belajar diri sendiri, dan keterampilan (Norman and Schmidt).

Model pembelajaran berbasis masalah dikreasikan dengan ice breaking yang dapat meningkatkan afeksi, behaviour, dan engagement siswa tentu saja sangat berpihak pada siswa untuk mewujudkan well being siswa.

Apa itu model ABEC?

ABEC (Afeksi, Behaviour, Enagagement, dan Cognition) adalah suatu model parameter efetivitas belajar bagi penggunaan metode TMF dilihat dari 4 (empat) kondisi anak didik, yaitu : Afeksi, Behaviour, Engagement, dan Cognition. Aspek-aspek ini dapat diamati ketika seorang guru mengajar didalam kelas (Alimuddin, 2019)

Afeksi merupakan ketertarikan yang ditujukan terhadap sesuatu perkataan maupun perbuatan. Dalam Alimuddin (2019) Menurut Ostorm afeksi atau affective attitude adalah disebut sebagai perasaan senang atau tidak senang yang diekpresikan melalui reaksi emosional terhadap sesuatu pemikiran atau perbuatan. Selanjutnya Behaviour adalah perubahan perilaku, ini merupakan kondisi yang hadir akibat adanya afeksi (ketertarikan). Tidak mungkin ada perubahan perilaku jika orang tidak tertarik. Lalu engagement yakni keterlibatan atau interaksi. Hanya suasana yang nyaman, menyenangkan, dan saling percaya yang bsia menghadirkan keterlibatan dan interaksi. Maka aspek engagement adalah sebuah parameter yang tidak bisa dipandang sebelah mata.

Siapakah Generasi Z?

Dalam sebuah artikel pada laman puslitjakdikbud.kemdikkbud.go.id menyebutkan bahwa di banyak analisis, para ahli menyatakan bahwa Generasi Z memiliki sifat dan karakteristik yang sangat berbeda dengan generasi sebelumnya. Generasi ini dilabeli sebagai generasi yang minim batasan (boundary-less generation). Ryan Jenkins (2017) dalam artikelnya berjudul “Four Reasons Generation Z will be the Most Different Generation” misalnya menyatakan bahwa Generasi Z memiliki harapan, preferensi, dan perspektif kerja yang berbeda serta dinilai menantang bagi organisasi. Karakter Generasi Z lebih beragam, bersifat global, serta memberikan pengaruh pada budaya dan sikap masyarakat kebanyakan. Satu hal yang menonjol, Generasi Z mampu memanfaatkan perubahan teknologi dalam berbagai sendi kehidupan mereka. Teknologi mereka gunakan sama alaminya layaknya mereka bernafas.

Memahami karakter Generasi Z yang jelas-jelas berbeda dengan generasi sebelumnya menjadi penting untuk dikuasai oleh guru. Model pembelajaran problem based learning merupakan model pembelajaran berbasis masalah yang memungkinkan generasi Z mengeluarkan segala potensi yang dimiliki untuk memberikan pengaruh pada budaya yang sejauh ini menjadi permasalahan di sekolah mereka. Wajarlah kemudian mereka merasa tertantang untuk mengidentifikasi faktor penyebab, merekomendasikan solusi, lalu kemudian menganalisis solusi tersebut dengan menguji efektivitasnya.

Ikuti tulisan menarik Ashhabul Yamin lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu