x

Ketua Bidang Politik Partai Serikat Rakyat Independen (SRI), Rocky Gerung, dan Sekretaris Nasional Partai Serikat Rakyat Independen (SRI) Yoshi Herlina (kanan). TEMPO/Amston Probel

Iklan

BedjoSL

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Kisah Stempel, Hoax dan Rocky Gerung

uneg-uneg

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kisah ini berhubungan erat dengan stempel yang digunakan sebagai penanda penyortiran barang atau bahkan mungkin juga digunakan pada orang.

Untuk ilustrasi, ku awali kisah ini dari gudang penyortiran sayur-mayur dan buah-buahan. Sebagai gudang sayur dan buah yang menjadi satu, terkadang ada saja buah dan sayur yang salah tempat. Karena berwarna orange terkadang jeruk di stempel dan masuk kedalam golongan  wortel, atau karena bentuknya bulat terkadang tomat di stempel dan masuk kedalam golongan jeruk, dan lain sebagainya.

Entah karena kurang teliti atau malas berpikir atau justru memang disengaja.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dan seperti itulah yang tengah terjadi pada seorang Rocky Gerung, karena beberapa pernyataanya terutama tentang hoax, telah membuat banyak orang (awam hingga ahli) menyetempel atau mengecapnya sebagai orang pro-hoax.

Dimana saat ini pro-hoax  adalah ditujukan pada golongan yang diangap sebagai aliran yang terlalu kanan dan radikal. Golongan yang katanya sering dinilai sebagai ahli bikin berita hoax dan menyebar segala bentuk hoax beserta turunannya.

Maka dari itu, di hari-hari belakangan  ini  Rocky Gerung dimasukkan/distempel/dicap sebagai pengikut mereka, bahkan yang lebih sadis lagi di olok-olok sebagai filsuf lokal yang gagal memahami ajaran filsuf Zizek yang akhirnya menjadi pengikut Rizieq.

Tapi benarkah seorang Rocky Gerung seperti itu? Coba kita cek beberapa peryataannya.

Yang terkenal adalah ini “Pembuat hoax terbaik itu  adalah penguasa. Sebab mereka memiliki peralatan untuk berbohong, termasuk media mainstream”, dan dalam sebuah acara di televisi beliau sendiri sudah memberikan contohnya. Namun saya ingin menterjemahkan dan membuat contoh sendiri dari ucapan tersebut.

Misalnya begini, ketika seorang Bedjo, sepulang menggurus SIM membuat sebuah status, “ Mantap brow, nambah 200 rebu ngurus SIM sehari jadi, tanpa tes lagi!!!! ”, hanya sebuah status tanpa disertai bukti apapun. Sebuah status yang sudah menjadi rahasia umum dan sudah biasa dibicarakan dimana-mana, warung kopi, angkringan bahkan caffe dan restoran.

Apakah ketika status tanpa data dan bukti tersebut dibagikan oleh orang banyak dan kemudian viral di dunia maya, akan menjadikan Bedjo sebagai tersangka pembuat hoax? Dan penyebar status hoax? Dan oleh karenanya perbuatan ini Bedjo bisa dikenai pasal (karet) penyebaran hoax?

Sementara itu pemerintah dengan tegas menyangkal apa yang menjadi status Bedjo diatas, dengan mengeluarkan data-data yang ada, bahwa tidak ada pungutan liar pengurusan SIM, tidak ada laporan dan bukti yang masuk, tidak ada kerugian negara akibat praktek pungli tersebut.  

Dan apakah lantas secara otomatis pernyataan pemerintah tersebut adalah sebuah fakta? Sebuah kebenaran yang harus diamini seluruh rakyat Indonesia tanpa perlu dikritisi? Hanya karena diperkuat oleh data-data yang ada?

Dititik ini, Bedjo akan dianggap sebagai penyebar hoax sementara pernyataan pemerintah adalah sebuah fakta dengan data yang tidak terbantahkan.

Padahal apabila bila dilakukan sebuah penelitian (kalau mau), ambilah secara acak 100 pengendara yang sedang lewat dijalan raya, kemudian adakan tes ujian tulis dan praktek mengemudi yang sesuai standar untuk mendapatkan SIM. Akankah 100 pengendara tersebut lulus? Akankah para remaja 17 tahun banyak yang lolos? Akankah para bapak/ibu banyak yang lolos? Akankah para selebriti banyak yang lolos?

Sampai disini, kisah diatas akan menjadi terbalik, dan apa yang dinyatakan oleh Rocky Gerung menjadi suatu pembenaran, bahwa pembuat hoax terbaik adalah penguasa.

Lantas pemikiran Rocky Gerung agar tidak bersikap berlebihan terhadap masalah hoax ini, apakah harus distempel/dicap sebagai orang yang beraliran ke-kanan-kanan-an? Tidak bisakah pemikirannya dianggap sebagai bentuk kekhawatiran terhadap pemberangusan kebebasan berbicara? Pemberangusan kebebasan perpendapat? Pengkhianatan terhadap nilai-nilai dalam berdemokrasi? Berjuang agar pelangi negeri tetap warna-warni?.

Sayangnya, “Permainan” stempel dan cap ini memang permainan abadi, ada disepanjang jaman, lintas generasi dan tak lekang oleh waktu. Ditiap penguasa, maka permaian ini akan diulang lagi, diubah sana-sini, dipoles kanan-kiri, maka perubahan wujudnya tak lagi dikenali.

Teringat pada cerita para pendahulu, pada waktu lalu penggiat, penikmat, pekerja seni akan di stempel/di cap kiri, dibuang, diasingkan dan dicemo’oh, oleh tangan-tangan yang berseragam jelas.

Dan kini diulang lagi, dimainkan lagi, hanya saja sekarang dimodifikasi menjadi stempel/cap kanan, tidak dibuang, tidak diasingkan (tetapi dicoba dipisahkan) dan tetap dicemooh. Oleh tangan-tangan yang kini tidak lagi berseragam jelas, (tangan orang-orang yang diwaktu lalu memperjuangkan nilai-nilai demokrasi dan menentang keras segala bentuk stempel dan cap kiri).

(tidak selalu berarti bahwa hoax itu 0 % kebenaran, ada asap selalu ada percik api)

 

Sumber gambar: https://www.vecteezy.com/vector-art/104789-free-stempel-vector

Ikuti tulisan menarik BedjoSL lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler