Menteri Keuangan Sri Mulyani rupanya tak main-main mengenai desa-desa yang diduga bermasalah. Kementerian yang dipimpinnya kini membekukan sementara penyaluran dana desa tahap ketiga tahun 2019 khususnya bagi desa yang bermasalah sembari menunggu identifikasi dari Kementerian Dalam Negeri.
"Setelah itu akan kami cairkan sampai ada klarifikasi yang jelas. Jangan sampai nanti ada yang kelepasan, sudah terlanjur disalurkan," kata Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan, Astera Primanto Bhakti, Selasa, 19 November 2019.
Menurut dia, dana desa disalurkan melalui rekening kas negara kepada rekening pemerintah daerah tingkat II kemudian dari pemerintah daerah tingkat II menyalurkan kepada rekening pemerintah desa. "Ini yang nanti akan kita bekukan sejumlah apa yang direkomendasikan Kemendagri," katanya
Bukan fiktif, tapi bodong?
Heboh soal “desa fiktif” mula-mula dipicu oleh pernyataaan Menteri Sri Mulyani beberapa waktu lalu. Ia mensinyalir adanya desa yang berpenduduk amat sedikit. Kasus yang terjadi di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara tersebut memang sudah lama diselidiki oleh kepolisian setempat, tapi tak kunjung beres.
Setelah tim Kementerian Dalam Negeri turun ke Kabupaten Kanowe. Di sana memang ada sejumlah desa yang bermasalah. . Tim Kemendagri menemukan sejumlah desa dari sebanyak 56 desa yang diteliti diduga cacat hukum karena dibentuk lewat perubahan peraturan pemerintah daerah yang melanggar prosedur pada 2011.
Dari sejumlah desa itu, tim Kemendagri menyimpulkan bahwa 34 desa telah memenuhi syarat. Sebanyak 18 desa masih perlu pembenahan dan empat desa yang perlu dievaluasi. Keempat desa yang bermasalah itu adalah Arombu , Lerehoma, Wiau, dan Napooha. Total alokasi dana untuk keempat desa itu selama tiga tahun terakhir mencapai Rp 9,3 miliar, tapi dana yang sudah telanjur dikucurkan Rp 4,4 miliar.
Sesuai data Badan Pusat Stastistik, banyak desa di Konawe yang berpenduduk kurang dari seratus jiwa, jauh di bawah syarat yang diatur dalam Undang-undang No. 6 tahun 2014 tentang Desa. Untuk wilayah Sulawesi Tenggara, syarat minimal jumlah penduduk bagi desa baru adalah dua ribu jiwa.
Data BPS Kecamatan Latoma, Kabupaten Kanowe, 2019
Demi mengakali syarat itu, Kabupaten Konawe diduga memanipulasi pembentukan desa baru itu, sehingga seolah-seolah sudah dilakukan sebelum terbit UU Desa. Kepolisian semestinya mengusut tuntas hal ini dan menyeret pejabat yang terlibat ke pengadilan. Kasus Kanowe tidak hanya menyangkut manipulasi administrasi pemerintahan tapi juga ada indikasi korupsi dana desa.
Pemerintah Kecolongan?
Sejauh ini tim Kementerian Dalam Negeri tidak membeberkan 56 desa yang diverifikasi (ulang) di Kabupaten Konawe. Yang pasti, cukup banyak pembentukan desa baru di Konawe sesuai perda 2011. Diduga kuat desa- desa itu telah masuk dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 137 Tahun 2017 tentang Kode dan Data Administrasi Pemerintahan.
Data Desa Permendagrri no 137 tahun 2017
Data Desa Permendagrri no 137 tahun 2017
Yang jelas, keempat desa yang dianggap bermasalah itu, yakni Arombu, Lerehoma, Wiau, dan Napooha, sudah tercantum dalam Permendagri itu.
Tidak seharusnya desa yang masih bermasalah secara hukum masuk ke dokumen pemerintah itu karena akan mengacaukan perencanaan anggaran.
****
Ikuti tulisan menarik Indonesiana lainnya di sini.