x

Iklan

Muh. Yazid Alfatih

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 22 Februari 2020

Rabu, 26 Februari 2020 11:52 WIB

Pacaran Adalah Petaka Organisasi

membahas pacaran yang dapat merusak organisasi pada mahasiswa.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Bukan tanpa alasan mengapa saya memilih menulis tentang judul tersebut di atas. Saya melihat fenomena pacaran yang kian banyak dilakukan oleh anggota-anggota organisasi, baik organisasi kemahasiswaan, organisasi paguyuban, organisasi keagamaan, organisasi kesukuan, organisasi sosial dan politik serta banyak pula organisasi lainnya.

Sebelum saya lanjut, saya akan runut secara singkat sejarah pacaran. Kata pacaran berasal dari daun pacar atau inai dalam istilah Melayu klasik. Daun pacar atau inai ini digunakan sebagai pewarna kuku pada perempuan  Melayu sebagai bukti bahwa ia telah dilamar oleh seorang pria. Setelah warna pada kuku itu luntur, baru kemudian si pria dapat menikahi si perempuan tersebut. Selama kuku yang telah diwarnai daun pacar tadi belum luntur, maka selama itu pula di antara mereka tidak boleh ada interaksi apapun, sampai warna kuku itu luntur dan mereka bertemu di pernikahan.

Nah, itu sejarah istilah pacaran, menurut saya sejarah pacaran mirip dengan cara-cara Islam, tapi dengan budaya yang sedikit berbeda, bisa dikatakan masih lebih baik daripada eksistensi pacaran zaman now. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Namun apa yang terjadi pada saat ini, makna pacaran telah melenceng dari pemaknaan sesuai sejarah aslinya. Sepasang pemuda bebas bersama tanpa ikatan halal, berinteraksi layaknya suami istri, harus selalu bersama seperti dunia sudah milik mereka berdua, sudah seperti raja dan ratu sejagad, bahkan tidak jarang mereka saling marah dan berkelahi serasa seperti perang dunia ketiga.

Mereka merasa hidupnya tak berarti lagi tanpa pacarnya, padahal baru pacaran, belum pasti juga dihalalkan, sudah seperti membeli buah, boleh dicium wanginya, boleh dipegang dan diremas apakah buahnya mengkal atau tidak, bahkan boleh dicicipi, meski pada akhirnya tak jadi membeli. Ala maak.. 

Lantas pacaran seperti apa yang dimaksud dalam tulisan ini? 

Pada tulisan ini saya lebih ingin menyoroti kebiasaan pacaran mahasiswa yang bergabung sebagai anggota organisasi. Spesifiknya adalah aktivitas pacaran yg dilakukan oleh antar anggota dalam satu organisasi.

Mengapa tidak? Aktivitas pacaran yg dilakukan anggota organisasi seperti sudah menjadi budaya dalam organisasi, bahkan cenderung sering membuat resah organisasi. Akibatnya anggota organisasi yang sebelumnya sangat aktif dan antusias dalam berorganisasi makin lama makin kendor bahkan hilang jejak entah ke mana.

Hal ini terjadi jika di dalam organisasi ada anggota yang berpacaran lalu kemudian putus, ini membuat satu sama lain saling marah dan tidak aktif lagi dalam berbagai kegiatan organisasi.

"Di organisasi ada si dia, aku tak ingin melihat dia lagi, setiap aku melihatnya aku merasa sakit hati"

Bla bla bla...
Begitulah salah satu alasan mengapa anggota organisasi tidak lagi aktif di organisasi. Alasan sakit hati katanya..

Padahal keaktifan anggota dalam mengisi kegiatan organisasi sangat dibutuhkan guna memajukan organisasi. Selain itu organisasi adalah wadah menyatukan dan menguatkan silaturahmi antar anggota. Terlebih organisasi kemahasiswaan tersebut dilatarbelakangi organisasi paguyuban yang rata-rata para perantau dari jauh, harusnya bisa lebih menyatu dan menguatkan silaturahmi di daerah rantauan.

Oleh karenanya pacaran ini menjadi momok dan salah satu sumber problem organisasi. Sudah banyak kasus-kasus yang sama biasa terjadi hampir di berbagai organisasi. Tidak jarang anggota yang merasa sakit hati disebabkan pacaran, lantas ia mempengaruhi teman-temannya atau anggota lain untuk tidak perlu aktif lagi di organisasi, terjadilah istilah stereotype, yg tersakiti oleh pacarnya dengan mudah menyalahkan semua anggota lainnya, miris.

Lah, pacaran itu kan urusan privat, gak ada hubungannya dengan organisasi, buat apa urusin masalah privat?

Baiklah, fakta masalah seperti yang saya jelaskan di atas sudah banyak terjadi. Kalau memang pacaran dianggap urusan privat, lantas mengapa anggota yang telah putus dari pacarnya tadi tidak aktif lagi di organisasi padahal sebelumnya ia sangat aktif dan antusias dalam berbagai kegiatan organisasi? Hayoo dijawab dong.. !!!

Artinya ia tidak bijak, ia tidak profesional sebagai aktivis organisasi. Tak ada orang yang ingin mengurusi masalah pribadi seseorang, itu menjadi urusannya dan itu menjadi pilihan hidupnya. Hanya saja sangat di sayangkan jika anggota organisasi tidak memiliki profesionalitas dalam beroganisasi. Nyatanya masih mencampuadukan masalah pribadi dan organisasi.

Di sisi lain, sering kali aktivitas pacaran anggota organisasi yang rata-rata adalah laki-laki ini seperti merasa tak punya dosa dan merasa tidak bersalah setelah berpacaran dan membuat anggota lainnya tidak aktif di organisasi. Parahnya adalah ketika ia tidak belajar dari kesalahan yang sebelumnya, ia tetap menjadi playboy, memacari banyak perempuan dan membuatnya sakit hati, khususnya si perempuan adalah anggota di organisasi yang sama, itulah sebab tidak aktifnya beberapa anggota yang potensial di organisasi.

Pacaran hanya menambah masalah. Kita banyak dipusingkan dengan berbagai beban hidup, tapi malah menambah beban hidup yg penuh dengan ketidakmanfaatan. Akhirnya anggota organisasi yang harusnya dapat mengembangkan potensi positif yang dimiliki dalam organisasi, tapi justru pupus hanya karena urusan pacaran, Unfaedah.

Lalu solusinya apa?

Sebelum saya menawarkan solusi, saya akan paparkan secara lebih rinci lagi masalah pacaran.

Pacaran hanya akan menambah dosa. Kita telah memiliki banyak dosa yang lain, jangan pula kita tambahkan dosa kita hanya karena pacaran. Islam yang sempurna mengajarkan cara terbaik untuk mencari pasangan hidup, yaitu menikah.

"Tapi kan aku masih kuliah, masih ingin aktif di organisasi"

Ya sudah kuliah dulu, tidak perlu pacaran atau segera nikah.

Pacaran itu hanya akan menghambat potensi baik yang dimiliki. Ada yang bercita-cita ingin jadi hebat ketika kuliah, hebat di organisasi dan hebat dengan apapun visi hidup. Tapi dengan masalah pacaran itu menghambat harapan baik yang harusnya dicapai oleh mahasiswa dan anggota organisasi. Terlebih banyak yang telah hamil di luar nikah hanya karena pacaran, kuliah terhambat dan organisasi pun musnah.

Pacaran itu lebih banyak memproduksi mindseat negatif. Ada yang menganggap pacaran itu positif, bisa saling memberi semangat dan bisa saling mengingatkan. Memangnya alarm hp pakek saling mengingatkan? Wkwk

Tapi ketika memiliki masalah, muncullah perasaan saling tidak suka, saling marah dan berkelahi yang berujung putus. Belum lagi aktivitas pacaran yang dilakukan seringkali membuat para aktivis pacaran ini berinteraksi layaknya suami istri, baik pikiran, perasaan bahkan tindakan.

Sejak pacaran telah banyak memproduksi aktfitas-aktifitas negatif, setelah putus pun masih tetap memproduksi hal-hal negatif seperti sakit hati, galau, tidak mau makan, tidak bisa tidur, tidak semangat belajar, tidak mau kemana mana, tidak aktif organisasi dan sebagainya. Apa yang terjadi? Potensi baiknya menjadi terhambat. Inilah sumber masalah pacaran, salah satu sebab mengapa pacaran itu adalah petaka organisasi. Hidupnya makin rumit.

Langsung aja dong solusinya apa?

Tanpa saya jelaskan solusinya pun semua sudah pasti tahu solusinya berdasarkan masalah yang saya paparkan secara rinci di atas. Tinggal di pahami secara terbalik saja maksud dari pokok-pokok masalah pacaran.

Maksudnya gimana?

Begini.
Karena pacaran adalah salah satu sumber dosa, maka jangan pacaran. Perdalam ilmu agama sebagai pondasi menguatkan akidah dan akhlak kita, sehingga tidak mudah terjerumus ke dalam lembah kemaksyiatan seperti pacaran.

Kemudian karena pacaran menghambat potensi baik sebagai mahasiswa dan aktivis organisasi, maka solusinya adalah fokuslah belajar, libatkanlah diri pada aktivitas-aktivitas positif di organisasi ataupun komunitas, sehingga potensi baik yang dimiliki dapat terus berkembang dan terbentuk menjadi karakter baik yang dimiliki oleh mahasiswa dan anggota organisasi secara individu.

Perbanyak aktivitas positif seperti banyak membaca, banyak menulis, banyak berdiskusi, banyak melakukan kajian-kajian keilmuan lainnya, sehingga segala pikiran dan perasaan kita hanya berisi pengetahuan-pengetahuan yang baik saja, dan tidak ada celah bagi kita mengisi pikiran, perasan dan tindakan dengan hal-hal negatif.

"Sungguh segala kebaikan-kebaikan yang terstruktur akan mengalahkan segala kebatilan-kebatilan/kejahatan yang terstruktur. " (Ali bin Abu Thalib)

Itulah mengapa pacaran menjadi petaka dan momok dalam organisasi. Terlebih jika itu organisasi daerah yang anggota di dalamnya adalah para perantau.

Cinta itu fitrah, tapi jika cinta diekspresikan dengan cara dan jalan yang salah, maka tetap menjadi salah. Pacaran adalah aktivitas seseorang dalam rangka mengekspresikan cinta dengan jalan yang salah. Maka pacaran adalah haram apapun alasannya. 

Terakhir, Selain dari pandangan Islam bahwa pacaran itu jelas haram, maka saya pun menyatakan hukumnya HARAM pacaran di dalam satu organisasi. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga kondusifitas organisasi, kita harus jaga dan saling menguatkan ikatan silaturahmi dan kekeluargaan kita bersama. Karena ungkapan cinta satu sama lain bisa dengan melalui silaturahmi dan kekeluargaan yang yang terus dipupuk dan dijaga. 

Sekian...

25 Februari 2020

Ikuti tulisan menarik Muh. Yazid Alfatih lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler