x

cover buku Sang Dirigen

Iklan

Handoko Widagdo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Kamis, 6 Mei 2021 06:22 WIB

Mencicipi Jahja Setiaatmadja

Jahja Setiaatmadja tumbuh dalam keluarga sederhana yang taat beriman, tekun bekerja sehingga sukses dalam karirnya sebagai bankir. Buku ini mengisahkan bagaimana Jahja meniti karir sehingga sampai pada posisi CEO Bank Centra Asia (BCA).

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Buku Sang Dirigen – Perjalanan Jahja Setiaatmadja Hingga Menjadi CEO BCA karya Sumarsono ini secara singkat mengungkap kehidupan sang tokoh, yaitu Jahja Setiaatmadja. Mengapa saya sebutkan secara singkat? Sebab buku ini memang hanya menulis tentang sedikit sisi kehidupan dari sang CEO BCA tersebut. Saya lebih suka menggunakan istilah “mencicipi Jahja Setiaatmadja,” saat membaca buku ini. Buku pendek ini mengisahkan Jahja sebagai anak keluarga sederhana yang taat beriman dan tekun bekerja sehingga akhirnya sukses dalam karir dan keluarga.

Sumarsono memang tidak mengambil topik-topik keras dari riwayat hidup Jahja. Ia hanya menggambarkan Jahja sebagai manusia biasa yang baik-baik saja sejak kecil sampai kemudian berhasil menduduki posisi yang sangat penting di bank swasta terbesar di Indonesia tersebut. Buku ini mengisahkan masa kecil Jahja alias Tio Sie Kian. Jahja lahir dari keluarga sederhana, bersekolah dengan baik, aktif di organisasi sekolah, khususnya organisasi yang berhubungan dengan gereja.

Sumarsono menjelaskan bahwa peristiwa-peristiwa dalam kehidupan Jahja di masa kecil adalah suatu kejadian yang memang dirancang oleh Sang Pencipta. Kejadian bibir sobek karena main becak, kacamata pecah karena dilempar dengan kerikil oleh temannya adalah contoh dua peristiwa yang direfleksikan oleh Jahja sebagai seorang yang beriman. Kecelakaan saat bermain becak membuatnya terhindar dari pergaulan berandalan. Kacamata pecah adalah cara Tuhan memberitahu bahwa ada penyakit yang lebih ganas yang ada di mata Jahja. Jahja memang seorang Kristen yang meyakini bahwa jalan hidupnya berada dalam rencana Allah.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dalam hal keluarga Sumarsono menggambarkan perjalanan cinta Jahja. Percintaannya berjalan mulus-mulus saja. Jahja dan Winarsih – yang dipanggil dengan panggilan Winny berkenalan dalam acara gereja, berpacaran dan kemudian menikah. Mereka dikaruniai dua orang putri.

Kalau ada sedikit yang dramatis di buku ini adalah tentang peristiwa 1998. Saat terjadi kerusuhan anti cina di Jakarta. Sumarsono mengungkapkan kegalauan Winny dan Jahja terhadap situasi yang mencekam tersebut. Banyak orang Tionghoa, khususnya para pengusaha yang pindah ke luar negeri untuk menghindari amok kepada etnis Tionghoa ini. Atau setidaknya memikirkan untuk pergi dari Indonesia. Tak terkecuali Jahja dan Winny. Namun Winny berketetapan untuk tetap tinggal di Indonesia.

Sebenarnya banyak aspek kehidupan Jahja yang menarik untuk diketahui publik. Sebagai seorang yang merangkak dari bawah di BCA, Jahja tentu bisa bercerita banyak tentang dinamika bank yang awalnya menjadi milik keluarga Salim tersebut. Kita tahu bahwa tahun 1997-1998 terjadi krisis ekonomi yang parah di Indonesia. Krisis tersebut juga mengimbas pada sektor perbankan. Bahkan banyak bank, termasuk BCA yang akhirnya diambil alih oleh Pemerintah. Sayang sekali bagian ini tidak diungkap secara mendalam oleh Sumarsono. Padahal dinamika pengambil alihan BCA oleh Pemerintah dan kemudian berganti pemilik bisa menjadi kisah yang menarik sebagai bahan sejarah.

Mungkin ada pertimbangan tertentu sehingga buku ini tidak mengisahkan Jahja sebagai bankir. Mungkin Jahja sendiri belum berniat untuk menuliskan kisahnya sebagai seorang pengekola bank. Tetapi semoga suatu saat nanti Jahja mau berbagi tentang kisah badai perbankan yang disaksikannya dan bahkan dia berada di dalamnya. Sebab bukankah catatan sejarah berguna supaya kita tidak mengulangi kebodohan yang sama?

Jika melalui buku ini kita baru “mencicipi Jahja Setiaatmaja,” semoga buku berikutnya akan memberikan kepada kita menu utama – kisah keras kehidupan Jahja Setiaatmadja. Kita tunggu saja. 588.

Ikuti tulisan menarik Handoko Widagdo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler