Dursila

Selasa, 1 Maret 2022 12:02 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Prawira Pranowo adalah seorang penyidik yang bertugas di salah satu kantor polsek yang berada di Jayaprasasti bagian utara. Dia mendapatkan sebuah kasus anak kembar hilang, bernama Zayn dan Shabila. Apakah Prawira akan berhasil menemukan mereka?

Di perbatasan antara Jayaprasasti bagian utara dengan Banten, tampak sebuah kompleks pecinan yang luar biasa, tapi entah bagaimana tidak sepopuler kawasan Glodok di Jakarta Barat. Di sana ada sebuah kasus tidak biasa, sehingga daerah tersebut mendapat perhatian publik dan memenuhi pers. Prawira Pranowo adalah seorang penyidik yang bertugas di salah satu kantor polsek yang ada di Jayaprasasti bagian utara, lebih tepatnya di daerah pecinan. Dia adalah petugas yang bertanggung jawab atas kasus tersebut, dan sekarang dia sedang menjalani cuti panjang demi menstabilkan mentalnya.

Semua berawal pada satu malam, sekitar pukul setengah delapan, terdapat sepasang suami-istri yang datang ke kantor polsek dalam keadaan panik, terutama sang istri yang sangat histeria. Mereka adalah Pak Loma dan Bu Sherly. Histeria dari Bu Sherly itulah yang membuat laporannya jadi sulit dimengerti, sekaligus menciptakan kegaduhan yang menarik perhatian seisi kantor polsek. Prawira yang masih berada di kantor, dia segera mendatangi sepasang suami-istri itu dan menenangkannya. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Setelah berhasil ditenangkan, Bu Sherly lekas melapor dengan suara yang bergetar, bahwa kedua anaknya tidak kunjung kembali setelah pergi jajan di sebuah warung depan Taman Pecinan tadi sore. Mereka berdua masih berusia delapan tahun dan kembar fraternal, bernama Zayn untuk yang laki-laki dan Shabila untuk yang perempuan.  

Karena Prawira juga memiliki seorang anak yang seusia dengan kedua anak tersebut, maka tergeraklah hatinya untuk membantu. Sebab sebagai sesama orang tua, dia dapat memahami rasa kehilangan dan kekhawatiran mereka. Dengan inisiatif, Prawira segera meminta kronologi hilangnya kedua anak tersebut.

Berdasarkan dari keterangan Bu Sherly, pada sekitar pukul empat sore, Zayn dan Shabila meminta izin untuk pergi jajan ke sebuah warung yang terletak di depan Taman Pecinan. Tetapi sampai pukul enam sore, mereka masih belum kembali. Lantas Bu Sherly bergegas pergi ke warung tersebut untuk mencari mereka. Namun, menurut kabar dari si ibu penjual warung, Zayn dan Shabila sudah pergi meninggalkan warung sejak sore setelah membeli empat butir permen gula. Si ibu penjual warung juga mengatakan, bahwa dia melihat mereka bersinggah ke Taman Pecinan saat dalam perjalanan pulangnya. Setelah mendengar kesaksian tersebut, Bu Sherly lekas menuju Taman Pecinan dan mencari kedua anaknya. Tetapi nahas, dia masih belum menemukan mereka. Bu Sherly sempat bertanya ke beberapa orang di taman, tapi tidak ada satupun dari mereka yang melihatnya. Walhasil, kepanikan akut mulai menerjang batin Bu Sherly dan dia segera menceritakan perihal tersebut ke suaminya. Maka dari itulah, mereka bergegas pergi ke polsek terdekat untuk melapor.

Setelah mendengar kronologi tersebut, Prawira segera kembali menenangkan mereka dan meyakinkan bahwa pihak kepolisian akan segera menindaklanjuti laporan mereka, sekaligus akan menemukan kedua anaknya. Sesudah dari itu, sepasang suami-istri tersebut pulang dan Prawira segera menghubungi atasannya, untuk meminta izin melakukan pencarian anak hilang. Setelah izin diperoleh, Prawira segera mengatur metode penyelidikan.

Awalnya Prawira berharap dapat melacak mereka melalui rekaman kamera pengawas publik. Namun nahas, kamera pengawas publik di Jayaprasasti sangatlah minim, serta sebagian besar hanya berpusat di tempat wisata yang berada di luar daerah pecinan. Sedangkan di daerah pecinan sendiri, hanya ada dua kamera pengawas publik yang telah usang, itupun berada di luar jangkauan lokasi kejadian. Alhasil, Prawira harus menggunakan metode manual.

****

Sesudah melakukan evaluasi yang mendalam; Prawira segera membuat tim penyelidik untuk mendatangi Taman Pecinan; demi mencari bukti dan saksi akan eksistensi Zayn dan Shabila. Lalu mereka segera melancarkan operasi penyelidikannya pada keesokan hari, lebih tepatnya di waktu fajar. Setelah operasi dilakukan selama seharian penuh, akhirnya mereka hanya mendapatkan beberapa orang saksi.

Si ibu penjual warung, mengatakan bahwa kemarin sore Zayn dan Shabila datang ke warungnya untuk membeli empat butir permen gula. Arkian mereka pergi meninggalkan warung, tapi di tengah jalan mereka memilih untuk singgah ke Taman Pecinan. Tampaknya ada orang yang mengundang mereka berdua di tempat tersebut. Setelah dari itu, dia tidak melihat mereka lagi.

Para pedagang kaki lima di pinggir Taman Pecinan, mengatakan bahwa kemarin sore mereka melihat sekumpulan anak kecil - berusia di bawah 10 tahun - sedang bermain di taman. Tidak jelas permainan apa yang dimainkan oleh mereka; yang pasti mereka semua pulang di sekitar pukul enam sore.

Juru parkir, mengatakan bahwa kemarin sore dia melihat ada anak-anak kecil yang sedang bermain di taman. Secara sekilas, tampaknya mereka sedang bermain petak umpet. Dia tidak memperhatikan mereka secara rinci. Yang pasti semua anak kecil itu sudah tidak ada di taman saat setelah magrib.

Untuk para tukang ojek, dari lima orang yang sedang mangkal di pinggir Taman Pecinan, hanya ada dua dari mereka yang berada di tempat saat anak-anak sedang bermain kemarin. Mereka mengatakan bahwa anak-anak itu tampaknya sedang bermain kejar-kejaran atau petak umpet, tapi mereka sudah tidak terlihat lagi setelah magrib.

Petugas kebersihan di Taman Pecinan, mengatakan bahwa ada anak-anak yang bermain di taman saat kemarin sore. Tampaknya mereka sedang bermain petak umpet. Jumlah mereka sekitar tujuh orang dan tiga di antaranya adalah perempuan. Salah seorang dari mereka membuang air kecil di bustan bunga, sehingga dia langsung memarahinya. Sesudah dari itu, dia tidak memperhatikan mereka lagi, karena sibuk membersihkan daun-daun kering dan sisa dari air kencing di bustan bunga.

Satpam penjaga Taman Pecinan, mengatakan bahwa kemarin sore ada sekitar tujuh anak kecil bermain kejar-kejaran atau petak umpet di taman. Tetapi saat menjelang magrib, mereka tampak gugup saat sedang mencari beberapa orang temannya. Entah bagaimana kelanjutannya, mereka semua pulang di sekitar pukul enam sore.

Prawira dan rekan-rekannya tidak dapat menemukan informasi lebih daripada ini. Berdasarkan dari observasi visual para tim penyelidik, semua saksi tampak bingung, ragu-ragu, dan berusaha mengingat kembali peristiwa kemarin. Sepertinya mereka semua kurang acuh dengan aktivitas anak-anak kecil di taman, dan tenggelam pada kesibukannya masing-masing.

Walaupun begitu, apabila bersumber pada kesaksian mereka, tampaknya Zayn dan Shabila menyempatkan diri untuk untuk bermain bersama dengan teman-temannya di taman, sepulang dari jajan di warung. Kemudian mereka menghilang di saat atau setelah bermain dengan teman-temannya. Alhasil, Prawira segera mengatur waktu untuk kembali mendatangi Pak Loma dan Bu Sherly, demi meminta identitas dari teman-teman Zayn dan Shabila. 

****

Pada keesokan harinya, Prawira mendatangi tempat tinggal Pak Loma dan Bu Sherly, dengan ditemani oleh salah seorang rekannya yang bernama Bima. Bima adalah petugas polisi yang masih berusia 25 tahun; dia sangat kompeten dan mudah bergaul; sehingga mampu membuat nyaman orang-orang yang sedang ditanyai demi keperluan penyelidikan. Perihal itulah yang membuat dia direkrut oleh Prawira sebagai rekan utamanya untuk menangani kasus ini. 

Setibanya di rumah Pak Loma dan Bu Sherly, mereka mendapati sebuah bangunan ruko toko yang rangkap dengan rumah, berdesain konvensional retro 90an. Di sana, mereka disambut oleh seorang perempuan berusia muda yang bekerja sebagai pekerja rumah tangga, sekaligus karyawan toko. Ketika Prawira mengutarakan kehadirannya untuk menemui Pak Loma dan Bu Sherly, perempuan itu mengatakan bahwa mereka sedang pergi ke kedai bakpao milik Bu Yuna, berlokasi di sebuah ruko yang terpisah oleh dua gang ke timur. Lantas mereka berpamit dan lekas menuju ke tempat tersebut.

Sesampainya di lokasi, tampak sebuah kedai dengan desain modern minimalis. Tempatnya tidak terlalu besar, tapi nyaman untuk dijadikan tempat berkumpul atau bersinggah, selayaknya cafe-cafe di Jakarta. Walaupun begitu, kedai itu tampak sepi. Tidak ada pengunjung lain, selain Pak Loma dan Bu Sherly yang sedang duduk di sebuah meja makan bundar, dengan ditemani oleh hidangan bakpao-bakpao isi daging, beserta teh herbal hangat yang mengeluarkan aroma wangi organik yang memikat. Mereka sedang mencurahkan kegelisahannya kepada seorang perempuan, bernama Bu Yuna, sambil melahap bakpao-bakpao tersebut. Lagi-lagi perihal yang ganjil dan mencolok, di kedai itu juga tidak memiliki pekerja selain Bu Yuna seorang diri.

Ketika Bu Sherly dan Pak Loma menyadari kehadiran Prawira dan Bima, sontak mereka segera memberondongnya dengan pertanyaan seputar hasil penyelidikan dan kabar dari kedua anaknya. Lalu dengan upaya menenangkan, Prawira membocorkan secara ringkas kesaksian dari para saksi yang ada di Taman Pecinan. Meski itu tidak memuaskan, Pak Loma berusaha untuk menerimanya, tapi tidak bagi Bu Sherly yang tampak kecewa. Bu Sherly malah melempar kritikan subjektif untuk kinerja Prawira; bahkan dia mulai asal menuduh para saksi sebagai pelaku penculikan dari kedua anaknya dengan alasan yang bias; sambil memakan bakpao-bakpao di atas mejanya dengan belalah. 

Prawira sangat paham dengan perasaan Bu Sherly. Sebab sangat berat bagi seorang ibu untuk kehilangan anaknya. Itu seperti sebuah pukulan kuat bagi batinnya. Di lain sisi, Bima berusaha menenangkan Bu Sherly dengan cara yang hangat. Berkat dari kemampuannya yang penuh simpatik, akhirnya Bu Sherly dapat kembali tenang dan mengundang mereka berdua untuk ikut makan bersama. Pak Loma juga menegaskan bahwa bakpao itu berisi daging ayam, sehingga Prawira dan Bima dapat mengonsumsinya.

Akhirnya mereka berdua setuju untuk ikut bergabung makan. Lantas Pak Loma lekas memesan kembali bakpao isi daging - serupa dengan pesanannya - untuk Prawira dan Bima. Alhasil, kedua penyidik itu akhirnya ikut menyantap bakpao-bakpao tersebut. Ternyata bakpao itu terasa sangat lezat; dagingnya sangat lembut; bumbu rempahnya sangat terasa; sehingga sangat gurih di lidah. Sampai-sampai Bima jadi ketagihan, sekaligus melempar pujian terhadap Bu Yuna atas kecakapannya dalam memasak. Bu Yuna hanya bisa tersenyum sayu yang manis setelah mendengar pujian dari Bima.

Arkian Prawira segera mengutarakan niat dari kedatangannya, yaitu meminta Bu Sherly dan Pak Loma untuk memberitahukan identitas dari teman-teman Zayn dan Shabila, terutama bagi mereka yang sering bermain bersamanya. Tanpa keraguan atau sungkan, Bu Sherly segera memberikan identitas mereka. Baik dari namanya; keluarganya; gambaran fisiknya; hingga alamat dan nomor telepon rumahnya. Mereka semua adalah Dalu, Yahud, Bohir, Tanto, Wila, dan Legi. 

Setelah sudah mendapat informasi yang diperlukan, Prawira dan Bima segera pamit, serta hendak membayar bakpao yang telah mereka makan. Namun aksi mereka segera ditolak oleh Pak Loma, dengan alasan dia telah mentraktir mereka berdua sebagai ucapan terima kasih atas usahanya untuk mencari kedua anaknya. Selain itu, Pak Loma juga berupaya membelikan dua bungkus bakpao isi daging kepada Prawira dan Bima. Namun upaya itu berhasil ditolak dengan halus.

****

Sekembalinya mereka di kantor polsek, Prawira segera merancang penyelidikan terhadap enam teman dari Zayn dan Shabila, sekaligus membagi tim penyelidik untuk tiap anak. Sesudahnya dari rapat itu, Prawira bersama tim penyelidik yang dibentuknya segera bergerak menuju ke tiap lokasi yang telah ditentukan.

Proses penyelidikan berlangsung dari sore hingga malam hari. Pada awalnya banyak dari mereka yang ketakutan saat menerima kunjungan dari tim penyelidik, terutama para orang tua mereka. Namun berkat metode tim penyelidik yang cerdik dan bersahabat, akhirnya para orang tua mau kooperatif. Begitu juga dengan anak-anaknya; dari yang awalnya takut-takut; akhirnya mereka mau menceritakan semua kejadian saat sedang bermain dengan Zayn dan Shabila secara antusias.

Walhasil, proses penyelidikan berhasil mendapatkan cerita yang cukup beragam. Walaupun begitu, hanya ada lima dari enam anak yang bermain bersama Zayn dan Shabila di Taman Pecinan. Karena salah seorang dari mereka - bernama Tanto - sedang sakit pada hari itu, sehingga dia tidak ikut bermain.

Bohir, seorang bocah laki-laki botak, dia mengatakan bahwa di hari itu dia sedang berencana untuk memulai permainan petak umpet bersama teman-temannya di Taman Pecinan. Seketika dia melihat Zayn dan Shabila yang baru pulang dari warung, sehingga secara antusias dia mengundang mereka untuk bergabung. Ketika permainan di mulai, dia mendapat bagian menjaga dan mencari teman-temannya. Namun di akhir permainan, dia tidak menemukan Zayn dan Shabila di seluruh penjuru Taman Pecinan.

Legi, seorang gadis kecil berkacamata, dia mengatakan ketika permainan dimulai, dia bersembunyi di sekitar tempat main perosotan bersama Shabila dan Wila. Namun saat Bohir mendekat ke tempat persembunyian mereka, lantas mereka berlari kocar-kacir. Akibat itulah, dirinya tertangkap oleh Bohir. Tetapi nahas, dia tidak melihat arah perginya Shabila dan Wila. 

Wila, seorang gadis kecil yang bersembunyi bersama Legi dan Shabila, dia menceritakan awal kejadian yang sama dengan Legi. Setelah berlari menghindar dari Bohir, dia melihat Shabila lari ke arah bustan bunga, sedangkan dirinya memilih untuk bersembunyi di sekitar lapangan basket. Dia tidak tahu apa yang terjadi dengan Shabila setelah dari itu, karena dia berada di lapangan basket sampai tertangkap oleh Bohir.

Yahud, seorang bocah laki-laki kurus, dia menceritakan bahwa pada saat itu dia sedang bersembunyi di atas pohon, dan melihat Zayn sedang berjalan mengendap-ngendap di dalam semak-semak yang berada di belakang pos satpam. Dia tidak begitu memperhatikan Zayn; tapi dia yakin bahwa tidak lama setelah itu Zayn pergi ke bustan bunga. Tampaknya di sana dia bertemu dengan Shabila. Setelah itu dia tidak tahu lagi keberadaannya, hingga tertangkap oleh Bohir.

Dalu, seorang bocah laki-laki gemuk, dia menceritakan bahwa saat itu dia sedang bersembunyi di bustan bunga. Karena kebelet pipis dan takut ketangkap Bohir saat sedang menuju ke toilet umum, sehingga dia terpaksa membuang air kecil di tempat persembunyiannya. Di saat itulah, Zayn dan Shabila tiba di lokasinya dan mereka langsung menertawainya. Alhasil, seorang petugas kebersihan taman segera mengetahui dan langsung memarahinya. Lantas dia segera lari dari petugas kebersihan taman itu, sedangkan Zayn dan Shabila tampak berlari ke arah bangunan gereja tua yang bersebelahan langsung dengan sisi timur Taman Pecinan. Dia tidak tahu keadaan mereka setelah dari itu, dan dia tertangkap oleh Bohir selang beberapa menit kemudian.

Mereka semua bersaksi, ketika sudah berkumpul bersama, mereka mencari-cari keberadaan Zayn dan Shabila, termasuk di sekitar halaman bangunan gereja tua. Tetapi setelah lebih dari setengah jam, mereka masih belum menemukan Zayn dan Shabila. Maka dari itulah, mereka mengira Zayn dan Shabila telah pulang lebih awal. Apalagi Zayn dikenal sebagai anak yang bandel dan suka bertindak sesuka hatinya. Sedangkan Shabila tidak sebandel Zayn, tapi dia selalu ikut bersama saudara laki-lakinya, seperti biji kacang dan kulitnya. Berdasarkan kesaksian tersebut, para penyelidik mendapatkan petunjuk bahwa Zayn dan Shabila pergi ke bangunan gereja tua yang bersebelahan dengan sisi timur Taman Pecinan.  

****

Di awal senja keesokan hari, Prawira dan Bima mendatangi bangunan gereja tua tersebut. Sebuah bangunan peninggalan Belanda; berdesain arsitektur perpaduan gaya Italia dan Portugis yang konvensional; warna dinding yang pucat dan kaku; perihal tersebut seakan memberi nilai tambahan yang intim pada bangunan tersebut. Lebih-lebih tidak ada bagian yang diubah dari bangunan itu, sehingga masih memiliki nilai warisan sejarah yang murni. 

Sesampainya di sana, mereka segera mendatangi ruang sekretariat, yang ada di dalam sebuah bangunan yang terletak di sisi kanan gereja, demi memulai penyelidikan. Di dalam ruangan itu hanya ada seorang suster yang sedang berjaga, bernama Suster Maria Sinaro. Lantas Prawira segera menjelaskan maksud dari kedatangannya, sekaligus ingin mengajukan beberapa pertanyaan demi kepentingan penyelidikan.

Suster Maria sangat terkejut setelah mendengar maksud kedatangan mereka, terlebih setelah mendengar ada dua anak kecil yang diduga hilang di gerejanya. Walaupun begitu, Suster Maria juga sedih karena tidak dapat membantu proses penyelidikan. Karena dia berjaga di dalam ruang sekretariat pada waktu kejadian, sehingga dia tidak tahu menahu keadaan di luar ruangan. 

Setelah beberapa waktu kemudian, datang seorang pastor ke dalam ruang sekretariat dan menyambut mereka berdua dengan ramah. Dia adalah pastor kepala gereja, bernama Pastor Fransiskus Gunawan. Dia tampak seperti seorang pria berusia lanjut; bertubuh kurus tapi terlihat segar; berambut putih; serta memiliki raut wajah harmonis yang didukung oleh senyuman lebar yang murah. 

Sekali lagi - dengan dibantu penjelasan dari Suster Maria - Prawira menceritakan maksud dari kedatangannya kepada Pastor Fransiskus, sekaligus ingin mengajukan beberapa pertanyaan demi keperluan penyelidikan. Setelah mendengar itu, Pastor Fransiskus mengeluarkan ekspresi yang serupa dengan Suster Maria. Dia sangat terkejut dan hatinya ikut tergerak. Lantas Pastor Fransiskus segera mengundang Prawira dan Bima ke ruang kantornya yang terletak di depan ruang sekretariat gereja, demi mempermudah sesi tanya jawab.

Di sana terjadi penggalian informasi yang cukup intens. Pastor Fransiskus mengatakan bahwa di waktu itu, dia sedang keliling di halaman gereja sebagai rutinitas sorenya. Pastor Fransiskus mengatakan bahwa dia melihat Zayn dan Shabila yang tampak sedang bermain di Goa Maria yang terletak di belakang gereja. Goa Maria adalah tempat yang dipusatkan untuk berziarah dan devosi kepada Bunda Maria bagi umat Katolik. Tempat itu juga didesain sedemikian mirip dengan taman, sehingga sangat wajar jika banyak anak kecil yang suka bermain di sana. Selain itu, Pastor Fransiskus sangat mengenal Zayn dan Shabila, karena keluarganya adalah jemaat aktif di gereja. Selain itu, Zayn dan Shabila juga tidak jarang datang ke gereja di waktu sore untuk bermain di Goa Maria. Namun pada waktu itu, mereka berdua sedang bersama dengan seorang wanita, dan tampaknya mereka saling mengenal. Wanita itu sedang bercakap dengan Zayn dan Shabila, hingga akhirnya dia mengajak pergi kedua anak tersebut.

Pastor Fransiskus menjelaskan bahwa dia tidak terlalu dekat dengan wanita tersebut karena dia jarang bersosialisasi dengan orang sekitar. Walaupun begitu, Pastor Fransiskus masih mengenalinya sebagai salah seorang jemaat gereja yang pasif, sekaligus teman dari ibunya Zayn dan Shabila. Apabila dideskripsikan; wanita itu kelihatannya berusia sekitar kepala empat pertengahan; berambut bob sebahu dengan poni belah tengah; bertubuh kecil; berkulit pucat; berwajah oriental yang muram tapi cantik menawan; serta memiliki mata panda yang menonjol. Di akhir keterangannya, Pastor Fransiskus berusaha mengingat kembali nama dari wanita itu dengan ingatan yang buyar. Tiba-tiba Bima menjerit;

"Bu Yuna!"

Setelah mendengar itu, ingatan Pastor Fransiskus kembali utuh dan dia segera mengiyakan bahwa nama dari wanita tersebut adalah Bu Yuna. Bima dapat mengetahuinya, karena ciri-ciri wanita itu sangat sesuai dengan ciri fisik dari Bu Yuna, terutama mata pandanya yang muram.

Berdasarkan observasi visual, Pastor Fransiskus tampak tidak membual, salah mengingat, atau menuduh asal demi kabur dari kecurigaan petugas penyidik. Malahan dia tampak terkejut, sekaligus khawatir dengan keadaan Zayn dan Shabila. Walhasil, kesaksiannya berhasil mengarahkan mereka kepada Bu Yuna. 

****

Di petang hari yang sama, Prawira dan Bima kembali datang ke kedai bakpao milik Bu Yuna. Di sana mereka mendapati sebuah pemandangan yang serupa dengan kemarin; Bu Sherly dan Pak Loma sedang berkunjung ke kedai dan menjadi satu-satunya pelanggan yang ada; mereka sedang memakan bakpao yang sama; sambil berbincang dengan Bu Yuna dengan topik yang juga sama. Setelah mereka menyadari kedatangan Prawira dan Bima, mereka segera menyambutnya dengan pertanyaan perihal hasil penyelidikan, sekaligus kabar dari kedua anaknya.

Dengan cara yang cerdik dan bervariasi; jawaban yang santai dan hati-hati; dialog yang bijaksana; Prawira dan Bima berhasil meredam kekhawatiran kalut dari Bu Sherly dan Pak Loma. Sesudah dari itu, Prawira dan Bima segera bergabung dengan Bu Sherly dan Pak Loma untuk kembali menyantap bakpao isi daging yang lezat itu. Kali ini metode penyelidikan yang dipakainya sangat berbeda; mereka terlebih dahulu melakukan observasi visual terhadap Bu Yuna dengan cara yang tidak mencolok; daripada langsung menginterogasinya.

Di saat itulah mereka menemukan tanda-tanda yang menyangsikan pada tingkah laku Bu Yuna. Dia sangat tenang dan dingin, seolah tidak ada yang terjadi. Padahal bagi orang yang mengenal Zayn dan Shabila, seharusnya terlihat khawatir. Terlebih lagi, Bu Yuna diduga sebagai orang yang terakhir kali bertemu dengan Zayn dan Shabila.

Di waktu yang tepat dan tidak terduga, Prawira mulai membuka topik pembicaraan yang serius. Dia menceritakan hasil penyelidikan terbarunya. Sontak, perihal itu membuat Bu Sherly dan Pak Loma tercengang, sehingga mereka menatap keras ke arah Prawira.

Lalu Prawira menceritakan, bahwa di waktu kejadian ada seorang pastor yang melihat Zayn dan Shabila di gereja - yang bersebelahan dengan Taman Pecinan - sedang bermain di Goa Maria. Tetapi Zayn dan Shabila tidak sendirian, alias ditemani oleh seorang wanita. Bu Sherly dan Pak Loma tampak tertegun dan berusaha mendengar kelanjutan dari cerita tersebut, sedangkan Bu Yuna tampak hanya terdiam dingin.

Prawira juga menjelaskan bahwa tampaknya mereka saling mengenal, sehingga wanita itu dapat membawa pergi Zayn dan Shabila tanpa ada paksaan maupun kekerasan. Lalu Prawira mendeskripsikan fisik dari wanita tersebut, yang mana itu sangat sesuai dengan fisik Bu Yuna. Cerita diakhiri dengan tatapan elang Prawira terhadap Bu Yuna, sekaligus sebuah pertanyaan;

"Apakah wanita itu anda, bu?"

Sontak Bu Sherly yang sudah tidak berpikir sehat, dia langsung mengamuk dan menyerang Bu Yuna. Tetapi beruntung, Bima dan Pak Loma berhasil mencegahnya. Bu Sherly menjadi sangat kalut dan melempar makian terhadap Bu Yuna.

"Perempuan sundal! Apa yang kau perbuat terhadap anakku?" teriak Bu Sherly.

Tetapi Bu Yuna masih tampak tenang dan menatapi Bu Sherly yang meronta-ronta seperti orang kesetanan. 

Lantas Prawira meminta kejelasan dari Bu Yuna atas kebenaran dari kesaksian Pastor Fransiskus, sekaligus kejelasan tentang apa yang telah terjadi sebenarnya. Namun tanpa diduga-duga, Bu Yuna langsung tertawa terbahak-bahak selayaknya seorang psikopat. Kini tatapannya berubah, dari tatapan yang melankolis menjadi durjana yang mengancam. Tanpa keraguan dan penuh kesombongan, Bu Yuna mengakui perbuatannya. Walhasil pengakuan itu membuat seluruh orang di tempat tersebut jadi terguncang. Bahkan Bu Sherly yang awalnya mengamuk kalut, kini dia tampak terdiam dengan tubuh bergetar.

"Jahanam! Iblis! Di mana kedua anakku sekarang?" teriak Pak Loma dengan penuh amarah yang bercampur kengerian.

Bu Yuna tersenyum dengan ekspresi yang menakutkan, seolah dia sangat mengharapkan pertanyaan tersebut.

"Mereka semua ada di situ." jawab Bu Yuna sambil menunjuk ke arah bakpao isi daging yang disajikannya di atas meja makan mereka.

"Ma... maksud kamu?" tanya Bu Sherly.

"Jangan bercanda! Katakan di mana mereka!" teriak Pak Loma dengan penuh amarah.

Tetapi Bu Yuna malah kembali tertawa, sembari berkata;

"Aku sudah bilang! Mereka semua ada di situ!" ujarnya.

"Apa maksudmu mereka di dalam situ?" tanya Prawira kepada Bu Yuna.

"Sepertinya kalian masih belum paham." jawab Bu Yuna, "Kalau begitu... ikuti aku! Biar kuperjelas!"

Lantas Bu Yuna pergi ke ruang penyimpanan daging yang berada di ruang dapur. Sedangkan Bu Sherly dan Pak Loma segera mengikutinya dari belakang. Prawira segera memberikan aba-aba kepada Bima untuk menghubungi pihak kantor, demi melancarkan operasi penangkapan, sambil menyusuli mereka.

Setibanya mereka semua di dapur, terlihat sepasang pakaian anak-anak bernoda darah yang mirip dengan pakaian Zayn dan Shabila - waktu terakhir kali terlihat - yang berada di dalam sebuah kardus sampah yang kotor, beserta dengan dua butir permen gula kesukaan mereka. Keadaan makin mencekam, setelah Bu Yuna menggeser pintu ruang penyimpanan daging yang terbuat dari besi tebal, dan mempertontonkan sebuah kegilaan yang tidak manusiawi. Di dalam sana terdapat mayat Zayn dan Shabila yang sudah tidak utuh; tergantung mengerikan di kail daging selayaknya binatang. Pemandangan itu kian membuat semua orang yang melihatnya jadi terguncang. 

Arkian, Bu Yuna menceritakan bahwa memang benar dia telah menculik Zayn dan Shabila. Sesudah itu dia memutilasi mereka; mengambil daging dan beberapa organ tubuhnya untuk dimasak; lalu dijadikan daging di dalam bakpao. Kemudian bakpao-bakpao itu disajikan kepada Bu Sherly dan Pak Loma, agar mereka dapat memakan daging kedua anaknya sendiri.

Setelah mendengar itu, semua orang kian terguncang secara mental, sehingga mereka semua memuntahkan seluruh isi perutnya dan melemas di atas lantai yang dingin dengan pandangan kabur. Bu Sherly terjatuh pingsan setelah muntah dan menjerit histeris. Sedangkan Pak Loma tidak berbeda jauh dengan istrinya, hanya saja dia masih dapat bertahan untuk tetap sadar. Lantas Bu Yuna tertawa keji sambil melihat reaksi orang-orang di depannya.

****

Penangkapan Bu Yuna berhasil membuat gempar, sekaligus mencuri perhatian publik dari seluruh penjuru negeri. Lantas kasus itu diambil alih oleh tim penyelidik yang lain, karena kondisi mental Prawira tidak stabil, terutama setelah sadar bahwa dia ikut mengkonsumsi daging Zayn dan Shabila. Alhasil Prawira memutuskan untuk cuti panjang, demi menstabilkan kembali mentalnya. Sedangkan Bima yang memiliki mental lebih stabil, dia tetap bertugas meski tidak seceria seperti sebelumnya dan tampak lebih suram.

Berdasarkan hasil interogasi, Bu Yuna menceritakan secara gamblang motif dari aksi kejahatannya, seperti anak kecil yang sedang memamerkan hasil karya seninya. Alasan dari kejahatannya adalah niat untuk membalas dendam terhadap Bu Sherly.

Semua bermula dari kematian suami Bu Yuna, pada tiga tahun yang lalu, sehingga membuat dirinya berstatus janda. Seperti pada umumnya, wanita yang berstatus janda dan masih berusia muda sering mendapat stigma dari orang sekitar - terutama dari kalangan ibu rumah tangga - serta menjadi target gosip. Pada awalnya Bu Yuna masih dapat bertahan dari badai yang menerjang, karena Bu Sherly sering datang untuk menghiburnya dan menjadi satu-satunya teman cerita.

Namun kondisi tidak kunjung membaik. Perlahan-lahan toko kedai bakpao yang dibangun bersama sang suami mulai sepi pengunjung. Bahkan tagihan listrik dan pajak kian mencekik, sehingga Bu Yuna harus memberhentikan seluruh pekerja di kedainya. Semenjak itulah, Bu Yuna mulai mengurusi kedai bakpaonya seorang diri, terlebih lagi dia belum memiliki anak dari hasil pernikahannya.

Alih-alih terjangan badai mereda, keadaan malah kian memburuk saat Bu Yuna secara tidak sengaja menangkap basah percakapan Bu Sherly bersama ibu-ibu tetangga lainnya di pasar tradisional. Bu Yuna sangat ingat betul, bahwa Bu Sherly membocorkan rahasia pribadinya dengan penuh bumbu busuk, sehingga memberi kesan buruk terhadap dirinya. Bahkan Bu Sherly juga menyebarkan berita palsu, bahwa Bu Yuna adalah perempuan nakal yang gemar menggoda suami orang. Belum lagi kebohongan mengenai bakpao di kedainya yang dibuat dari bahan yang kedaluwarsa, sehingga kedai bakpaonya mengalami penurunan pengunjung yang dramatis. Bila berdasarkan dari spekulasi Bu Yuna, motif kedurjanaan Bu Sherly adalah rasa iri terhadap bisnis kedai bakpao miliknya, sekaligus persaingan bisnis yang tidak sehat.

Hari demi hari dilewati oleh Bu Yuna bagaikan di neraka. Dia dikucilkan secara tidak langsung oleh orang sekitar akibat fitnah Bu Sherly. Akibatnya dia menjadi tidak berani keluar rumah - kecuali untuk keperluan tertentu - dan membatasi kehidupan sosialnya, dengan lebih banyak mengurung diri di dalam rumah atau kedainya, sehingga warna kulitnya memucat akibat jarang terkena sinar matahari. Bu Yuna juga mulai terserang insomnia akut akibat kondisi mentalnya, sehingga kulit di sekitar kelopak matanya mulai menghitam seperti mata panda. Walhasil Bu Yuna mengalami gangguan mental.

Gangguan mental itulah yang melahirkan sebuah dendam kronis terhadap Bu Sherly. Seorang teman palsu yang datang hanya kalau ada maunya; menusuk dari belakang; menghancurkan usaha dan kehidupan sosialnya. Semenjak itu jugalah, Bu Yuna sering mengimajinasikan dirinya sedang membunuh Bu Sherly dengan berbagai cara. Sampai pada satu waktu dia secara tidak sengaja berjumpa dengan Zayn dan Shabila - anak kembar dari Bu Sherly - ketika sedang melintasi depan bangunan gereja, saat di perjalanan pulang dari pasar tradisional.

Lantas terlintas sebuah ide dursila di benak pikirannya, sehingga Bu Sherly lekas menghampiri Zayn dan Shabila, sekaligus mengajak pergi mereka ke kedainya, dengan sebuah provokasi hadiah mainan. Alhasil, mereka mengikuti Bu Yuna dengan penuh antusias. Setibanya di kedai, dia mengajak Zayn dan Shabila ke ruang dapur, dengan dalih mainannya berada di dalam sana. Dengan polosnya mereka segera mengikuti ajakan Bu Yuna. Lalu sesampainya di dalam ruang dapur, Bu Yuna segera memukuli kepala mereka hingga pecah dan tidak sadarkan diri dengan sebuah tongkat besi. Dia melakukannya dengan darah dingin.

Arkian Bu Yuna memutilasi; menguliti; mengambil daging dan beberapa organ tubuh mereka; lalu menjadikannya sebagai daging cincang. Karena kepiawaiannya terhadap perihal yang berhubungan dengan daging, Bu Yuna dapat melakukannya kurang dari 24 jam. Lebih-lebih tubuh Zayn dan Shabila yang gemuk, sehingga daging mereka dapat menjadi persediaan daging bakpao untuk tiga hari. Setelah semua aksinya telah usai, dia tinggal menunggu kedatangan Bu Sherly dalam kondisi panik, sambil menangis-nangis atas kehilangan anak-anaknya. 

Saat lusa setelah hari aksinya, seperti prediksi Bu Yuna menjadi kenyataan. Bu Sherly datang ke kedai bersama suaminya, dalam keadaan yang kalut akibat kehilangan kedua anaknya, sehingga dia hanya bisa menangis seperti bayi. Di saat itu jugalah, Bu Yuna bersikap tenang dan dingin. Lalu dia segera menghiburnya, sekaligus menghidangkan bakpao-bakpao yang telah diisi daging kedua anaknya kepada Bu Sherly dan Pak Loma. Bu Yuna tahu betul bahwa Bu Sherly akan jadi rakus seperti babi yang kelaparan, saat sedang tertekan. Alhasil Bu Sherly lekas mengonsumsi bakpao tersebut, sedangkan Bu Yuna hanya menikmati adegan itu, hingga kedatangan Prawira dan Bima.

Di akhir pengakuannya, Bu Yuna tidak menyesali perbuatannya terhadap Bu Sherly dan Pak Loma. Dia juga tidak menyesal telah membunuh Zayn dan Shabila. Tetapi Bu Yuna menyesal telah membiarkan Prawira dan Bima ikut mengonsumsi bakpao isi daging Zayn dan Shabila. Sebab Bu Yuna tidak memiliki masalah terhadap mereka berdua. Maka dari itulah, Bu Yuna dijatuhi hukuman mati atas kejahatannya. Walaupun begitu, Bu Yuna tampak tidak bergetar saat mendapat vonis tersebut. Dia malah tersenyum lebar, sehingga publik menjulukinya sebagai "Iblis Jagal" dan "Wanita Dursila".

Sedangkan untuk kondisi Bu Sherly sangatlah buruk. Mentalnya sangat hancur setelah mengetahui bahwa dia telah memakan daging kedua anaknya sendiri, sehingga dia menderita katatonia dan kini sedang dirawat di rumah sakit jiwa. Kelihatannya dia tidak punya harapan untuk bisa pulih. Sedangkan Pak Loma juga tidak jauh berbeda dengan Bu Sherly, hanya saja dia masih memiliki sedikit peluang untuk membaik. Tampaknya perbuatan dursila dapat menciptakan iblis yang lebih buruk daripada penciptanya sendiri.

****

Bagikan Artikel Ini
img-content
Elnado Legowo

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler











Terkini di Fiksi

img-content
img-content
img-content
img-content
Lihat semua