Penulis, aktivis, sociopreneur.\xd\xd\xd Menyuarakan nalar kritis dan semangat mandiri dari pesantren ke publik digital #LuffyNeptuno

Menelusuri Jejak Suku Tolaki, Warisan Budaya di Jantung Sulawesi Tenggara

Minggu, 27 Juli 2025 08:12 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Suku Tolaki (Sulawesi Tenggara)
Iklan

Di tengah arus modernisasi, Suku Tolaki tetap teguh menjaga warisan leluhur. Dari ritual penyucian negeri hingga tarian Lulo yang mendunia,

***

Di balik gemuruh modernisasi dan geliat pembangunan di Sulawesi Tenggara, berdiri teguh sebuah suku tua yang masih menjaga nilai-nilai leluhur dan budaya lokalnya: Suku Tolaki.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sebagai suku mayoritas di wilayah ini, Tolaki bukan hanya menjadi identitas etnis, tetapi juga simbol dari peradaban lama yang kaya akan filosofi hidup, seni, dan struktur sosial yang kompleks.

Warisan dari Kerajaan Konawe

Menurut sejarah lokal, Suku Tolaki merupakan keturunan langsung dari kerajaan-kerajaan kuno di jazirah tenggara Sulawesi, khususnya Kerajaan Konawe. Hingga kini, banyak tradisi dan sistem sosial masyarakat Tolaki yang masih diwarisi dari era kerajaan tersebut.

Nama-nama kampung seperti Unaaha, Pondidaha, hingga Abuki masih menyimpan jejak linguistik dan struktur sosial khas Tolaki.

Mosehe Wonua: Penyucian Negeri

Salah satu ritual adat yang masih lestari hingga saat ini adalah Mosehe Wonua, sebuah upacara adat untuk menyucikan negeri dari bencana dan marabahaya. Dalam upacara ini, tokoh adat memimpin serangkaian doa, penyembelihan hewan, dan prosesi simbolis yang menyatukan seluruh komunitas.

"Mosehe bukan sekadar tradisi, tapi ini bagian dari cara kami menjaga harmoni dengan alam dan leluhur," kata La Ode Sabil, seorang tokoh adat Tolaki di Kecamatan Abuki.

Bahasa dan Struktur Sosial yang Terjaga

Meski arus globalisasi perlahan mengikis penggunaan bahasa daerah, Bahasa Tolaki masih digunakan aktif dalam keluarga, forum adat, dan beberapa sekolah lokal. Bahasa ini kaya dengan metafora dan ungkapan filosofis, mencerminkan pandangan hidup masyarakat Tolaki yang egaliter namun berjenjang.

Dalam struktur sosial, Tolaki mengenal sistem Ombahe, yang membagi masyarakat ke dalam kelas-kelas sosial tertentu. Hal ini berdampak pada tata cara perkawinan, pewarisan, bahkan penempatan tokoh dalam upacara adat.

Pernikahan dan Mas Kawin Berlapis Makna

Pernikahan dalam adat Tolaki tak hanya menyatukan dua insan, tetapi juga dua keluarga besar. Prosesnya bisa memakan waktu berbulan-bulan karena adanya negosiasi Pabise (mas kawin) dan Panati (sistem perundingan). Pabise bisa berupa emas, perak, atau bahkan kerbau, tergantung pada status sosial mempelai.

"Kalau dulu, pernikahan bisa batal hanya karena gagal sepakat soal panati," kata Nani, seorang ibu rumah tangga di Lambuya yang masih menjaga tradisi keluarga besar Tolaki.

Seni Lulo yang Mendunia

Salah satu warisan budaya Tolaki yang kini dikenal luas adalah Tarian Lulo. Tarian ini dulunya merupakan simbol kebersamaan dan persatuan, kini sering ditampilkan dalam berbagai acara nasional bahkan internasional.

Namun, masyarakat adat mengingatkan bahwa di balik gerakan memutar tangan dan kaki itu, tersimpan nilai tentang harmoni sosial dan etika hidup bersama.

Antara Modernitas dan Pelestarian

Kini, masyarakat Tolaki tersebar tidak hanya di pedalaman Konawe dan Kolaka, tetapi juga menjangkau kota-kota besar. Mereka terjun dalam berbagai profesi dari birokrat, pengusaha, hingga akademisi. Meski demikian, semangat menjaga adat dan budaya tetap menyala.

Banyak komunitas muda Tolaki kini mendirikan sanggar budaya, forum pemuda adat, dan media sosial khusus pelestarian Bahasa Tolaki.

"Bagi kami, menjadi moderen bukan berarti meninggalkan akar," ujar Arman Dula, pemuda Tolaki yang aktif mengarsipkan naskah-naskah adat digital.

Menatap Masa Depan

Suku Tolaki hari ini berdiri di persimpangan zaman. Di satu sisi mereka dituntut beradaptasi dengan arus global, di sisi lain mereka memikul tanggung jawab besar menjaga warisan budaya leluhur. Perjalanan mereka bukan hanya kisah etnis, tetapi juga cermin bagaimana kearifan lokal bisa tetap hidup dalam dunia yang terus berubah.

Kalau bukan kita yang menjaga, siapa lagi?" — Itulah kalimat yang terus digaungkan di tanah Tolaki, sebagai pengingat bahwa warisan budaya bukan hanya untuk dikenang, tapi juga untuk dilestarikan.

 

 

Bagikan Artikel Ini
img-content
Lutfillah Ulin Nuha

Sociopreneur | Founder Neptunus Kreativa Publishing

8 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler