Tidur yang Sehat Ada Caranya

13 jam lalu
Bagikan Artikel Ini
img-content
Tidur Yang Teratur Dan Jangan Begadang
Iklan

Tidur bukan sekadar istirahat, melainkan kebutuhan vital yang menjaga fisik, mental, imun, serta mencegah penyakit serius bila terpenuhi.

 

Tidur Yang Teratur Dan Jangan Begadang

Penulis: Aisyah Umaira, Luthfiah Mawar MKM, dan Dr. M. Agung Rahmadi, M.Si. Lalu diedit oleh Andieni Pratiwi, Andine Mei Hanny, Dwi Keisya Kurnia, dan Naila Al Madina dari IKM 6 Stambuk 2025, Fakultas Kesehatan Masyarakat, UIN Sumatera Utara.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Tidur adalah suatu kondisi alami ketika kesadaran manusia berada pada tingkat relatif tidak aktif, namun tetap dapat dipengaruhi oleh rangsangan sensoris tertentu. Fase ini bukan sekedar istirahat, melainkan memasuki rangkaian siklus kompleks yang mempengaruhi fisiologis, tingkat kesadaran, serta respons terhadap rangsangan dari luar (Hidayat, 2009).

Tidur yang berkualitas tidak hanya menjadi penopang kesehatan fisik, tetapi juga keseimbangan mental, karena berhubungan erat dengan fungsi otak, metabolisme, sistem kekebalan tubuh, hormon, hingga kesehatan kardiovaskular. Tidur yang sehat ditandai dengan durasi yang cukup, keteraturan waktu, serta terbebas dari gangguan yang mengintervensi ritme biologis (Paruthi et al., 2016).

 

Peranan tidur dalam mempertahankan integritas tubuh sungguh krusial. Ia menjaga metabolisme, memperkuat sistem imun, dan memastikan organ vital bekerja dengan stabil. Survei Kurious–Katadata Insight Center (KIC) tahun 2023 mencatat bahwa hampir separuh responden di Indonesia, tepatnya 46,2 persen, hanya tidur antara empat hingga enam jam setiap malam. Fakta ini memperlihatkan betapa seriusnya masalah kurang tidur di tengah masyarakat, padahal termasuk tidur yang cukup mampu melindungi tubuh dari penyakit, meningkatkan daya tahan, serta mengoptimalkan kemampuan berpikir dan konsentrasi.

 

Bagi orang dewasa, kebutuhan tidur rata-rata berkisar tujuh hingga delapan jam per malam. Dalam masa dewasa, terjadi penurunan fase Non-Rapid Eye Movement (NREM) stadium IV, yang merupakan fase penting dalam pemulihan tubuh (Alfi dan Yuliwar, 2018). Fase ini biasanya mencakup 75 hingga 80 persen dari keseluruhan waktu tidur orang dewasa normal.

Bukti penelitian menunjukkan bahwa durasi tidur yang terlalu singkat, kurang dari tujuh jam, menambah peningkatan risiko penyakit jantung koroner, stroke, hingga kematian akibat gangguan kardiovaskular. Namun tidur yang berlebihan, lebih dari sembilan jam, juga berhubungan dengan peningkatan risiko serupa. Hal ini menegaskan bahwa tidur dengan durasi tepat merupakan kebutuhan vital yang memberi perlindungan menyeluruh bagi kesehatan tubuh sekaligus menjaga fungsi kognitif.

 

Lebih jauh lagi, kualitas tidur terbukti sebagai indikator yang bahkan lebih menentukan dari sekadar durasi. Ia berpengaruh langsung pada risiko hipertensi, diabetes, dan gangguan kesehatan mental. Tidur dianggap berkualitas apabila seseorang tidak menunjukkan gejala kekurangan tidur dan terbebas dari gangguan tidur kronis.

Sebaliknya, tidur yang buruk sering kali menyebabkan tekanan darah tidak normal, menurunkan energi, serta mengganggu aktivitas sehari-hari (Sulistiyani, 2012). Bahkan, penelitian mengungkapkan bahwa kualitas tidur yang rendah dapat menurunkan produksi sel darah merah serta meningkatkan sistem imun, sehingga meningkatkan risiko anemia (Sari, 2020). Anemia adalah kondisi di mana jumlah sel darah merah atau kadar hemoglobin berada di bawah batas normal, yang menyebabkan kelelahan, kelemahan, dan beragam masalah kesehatan lainnya. Dengan demikian, kualitas tidur yang baik merupakan bagian integral dari upaya pencegahan anemia.

 

Buruknya kualitas tidur  berdampak pada kesehatan mental. Pola tidur yang terganggu sering memicu depresi dan kecemasan, yang kemudian berimplikasi pada pola makan serta gaya hidup sehari-hari. Orang dengan gangguan tidur cenderung mengabaikan asupan gizi seimbang, yang justru berpotensi memperparah defisiensi nutrisi penting bagi pembentukan sel darah merah. Oleh karena itu, menjaga kesehatan mental bersamaan dengan kualitas tidur adalah langkah strategis dalam mencegah terjadinya anemia (Wulandari, 2023).

 

Gangguan tidur tidak muncul dalam ruang hampa. Ia dapat dipengaruhi oleh pola hidup, faktor lingkungan, tekanan psikososial, hingga kondisi medis yang mendasarinya. Aktivasi berlebihan pada sistem saraf simpatis, misalnya meningkatkan produksi hormon stres seperti epinefrin, kortisol, dan norepinefrin, yang pada akhirnya mengganggu ritme tidur (Ajeng et al., 2021). Stres kronis salah satu pemicu utama insomnia. Berbagai penelitian mengonfirmasi bahwa individu dengan insomnia lebih rentan terhadap masalah psikiatris dibandingkan mereka yang memiliki pola tidur normal, serta lebih bergantung pada layanan kesehatan untuk mengatasi keluhan yang alami.

 

Sleep apnea, gangguan tidur serius yang ditandai dengan berhentinya pernapasan atau menurunnya aliran udara secara signifikan selama tidur, adalah salah satu bentuk gangguan tidur yang paling membebani kesehatan. Penderitanya kerap mengalami peningkatan tekanan darah saat tidur serta rasa kantuk ekstrem pada siang hari. Namun, masalah tidur sering kali dipandang remeh oleh masyarakat karena biasanya muncul bersamaan dengan kondisi medis lainnya. Akibatnya, banyak orang menganggap gangguan tidur hanyalah gejala tambahan, bukan masalah utama yang harus diatasi.

 

Sesungguhnya tidur bukanlah jeda singkat dari rutinitas, melainkan fondasi utama bagi kesehatan menyeluruh. Kurangnya maupun kelebihan tidur sama-sama berisiko menimbulkan penyakit serius. Lebih jauh, tidur yang buruk berpotensi mencakup kesehatan mental, memperlemah sistem pertahanan tubuh, dan menurunkan produktivitas. Selama tidur berlangsung, tubuh memperbaiki sel-sel yang rusak, memperkuat sistem imun, dan memperbarui energi fisik serta mental. Otak, pada saat yang sama, memproses informasi, mengatur emosi, dan membersihkan racun, sehingga tidur yang cukup memainkan peran fundamental untuk kestabilan suasana hati dan keseimbangan mental. Oleh karena itu, tidur seharusnya tidak dianggap sekadar pilihan, melainkan kebutuhan pokok yang wajib diprioritaskan dalam gaya hidup untuk mencapai kesehatan dan kebahagiaan yang optimal.

 

Penulis Koresponden, Aisyah Umaira (email: [email protected])

Bagikan Artikel Ini
img-content
Aisyah Umaira

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler