Tentang Penulis.\xd \xd Ahmad Wansa Al-Faiz lahir di Tanjung Karang, Bandar Lampung, 7 April 1984. Ia adalah putra pertama dari pasangan Muhammad Ichwan dan Yulisa Iriani. Pernah nyantri di Pesantren La-Tansa, kemudian melanjutkan studi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta jurusan Sejarah Peradaban Islam (2002), meski tidak selesai. Ia kemudian menamatkan pendidikan di Ilmu Pemerintahan Universitas Jenderal Achmad Yani (Unjuang 45), dengan tugas akhir mengenai kinerja berbasis kompensasi pendapatan di IAIN Lampung.\xd \xd Sejak 2003, Ahmad aktif sebagai relawan di KontraS. Kini bermukim di Bandar Lampung, ia produktif menulis di berbagai media seperti - Geotimes - dan - Indonesiana -, dengan minat pada tema orientalisme, epistemologi hukum Islam, serta analisis sosiologi politik. Ia juga menulis karya eksperimental berjudul *Is This Your Personality Number 085156532367.\xd \xd

Klasika Lampung Menolak Diam di Tengah Vakum Politik Nasional

7 jam lalu
Bagikan Artikel Ini
img-content
Bandar Lampung \x2013 Kelompok Studi Kader (Klasika) Lampung kembali menggelar dialog rutin, kali ini bertajuk DialoKlasika dengan tema \x201cDehumanisasi Profesi Guru\x201d di Rumah Ideologi Klasika, Sukarame, Bandar Lampung, pada Minggu (8/12) malam.
Iklan

Politik Indonesia sedang mengalami jeda panjang. Pemerintahan nasional terlihat pasif, cenderung hanya mengelola birokrasi ketimbang menawarkan

 

 

A.W. Al-faiz.


Politik Indonesia sedang mengalami jeda panjang. Pemerintahan nasional terlihat pasif, cenderung hanya mengelola birokrasi ketimbang menawarkan visi besar. Konstelasi ini berimbas ke daerah, termasuk Lampung, yang akhirnya larut dalam arus kebijakan pusat tanpa gairah membangun inisiatif lokal.

Di tengah vakum itu, muncul  Klasika Lampung, sebuah kelompok studi kader yang berusaha menolak diam. Mereka membaca politik bukan sebatas perebutan kekuasaan, melainkan arena pertarungan ide. Kehadiran mereka adalah kritik terhadap politik nasional yang pasif: bahwa ruang kosong ini tak bisa terus-menerus dibiarkan hampa.

Vakum politik harus diisi. Jika tidak, ia akan menjadi ladang subur bagi oportunisme elite yang hanya memperkuat oligarki. Klasika Lampung memilih jalur berbeda: menghidupkan wacana, mengasah intelektualitas, dan menyiapkan kader untuk melawan kepasifan yang sistemik.

Pesannya jelas: daerah tidak boleh hanya menjadi penonton dalam drama politik nasional. Dari ruang studi, diskusi, dan kaderisasi, Klasika Lampung ingin membuktikan bahwa vakum bisa diubah menjadi momentum lahirnya politik alternatif. Dan jika pusat terus pasif, maka perubahan akan bermula dari pinggiran.


 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Bagikan Artikel Ini

Baca Juga











Artikel Terpopuler