x

Iklan

Nuraz Aji

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Kamis, 17 Oktober 2019 14:50 WIB

Cewek Nyoba Stand Up (Nggak Lucu)

stand up comedy

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sejak nonton SUCA 3, gue jadi suka sama yang namanya Stand Up Comedy. Apalagi, gue fansnya Bang Raditya Dika yang penulis novel Manusia Setengah Salmon itu. Belakangin ini gue sering nonton youtube channelnya yang kocak abis. Mulai dari Cowok Suka Bohong, sampai ngikutin gaya pacarannya Bang Radit sama Mbak Anisa Aziza.

Nah kebetulan, kemarin gue baru jadian sama pacar gue. Namanya Cathur. Dari namanya, doi udah kayak permainan aja ya. “Chess Titans tahu kan? Skak Mate, Bang!” Pertama kali ketemu dia di Omah Ndeso, tempat makan di daerah Pedan. Cathur itu orangnya tidak terlalu ganteng, badannya cungkring, dan punya tahi lalat di antara mulut dan hidung, kira-kiranya ukuran tahi lalatnya 0,1 inchi. Tapi untungnya dia sedikit lebih tinggi dari badan gue.

Sore itu, gue pesen Timlo sama Strawberry Shake. Udah lama, gue  nggak makan Timlo. Terakhir makan, setelah acara Bibit Puisi Minggu Pagi, di belakang Gramedia, tepatnya di depan rumah Mbak Fanny. Udah lama banget itu ya. Sedangkan Cathur pesen Udang Goreng sama minum es teh. Dia bilang dia nggak alergi Udang, padahal aku alergi Udang.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sambil makan kita ngobrol-ngobrol, akhirnya gue tahu dia kerja di Sukoharjo, terus punya empat saudara, yang lainnya di Batam semua, yang udah nikah; dua. Cathur nggak terlalu banyak ngomong, cenderung pendiem. Dan orangnya grogian. Udah ditungguin, katanya mau ngomong, tapi nggak ngomong-ngomong. Absurd.

Ya udah akhirnya gue bilang, besok aja. Sehari setelah itu, dia berbicara panjang lebar, kesana-kemari, intinya dia bilang suka sama gue. Karena gue lagi jomblo, ya udah akhirnya gue terima, dan gue bilang ke dia, ya udah jalanin dulu aja.

Tanggal 9 Oktober 2019, gue dapat whats app dari panitia DNP 9. “Jadi dikirim nggak bukunya?” Terus gue bales, “jadi.” Sedangkan transferan gue yang kemarin, ATM gue saldonya abis, sisa 70.000 doang. Aduh, gue minta tolong sama siapa. Terus gue whatt app Cathur, gue minta tolong sama dia. Kebetulan banget ATM-nya BCA. Wah, jodoh nih. Dan Cathur bilang dia mau bantuin gue.

Akhirnya, sorenya dia transfer, dan gue bisa bernapas lega. Dia kirim bukti transfernya, terus gue bilang “makasih ya, kamu penyelamat aku.” Sumpah baru kali ini gue minjem duit. 77.000 doang. Ya nggak ada salahnya sesekali gue ngasih kesempatan orang lain untuk jadi pahlawan ya kan? Padahal bokap gue yang bayarin sekolah dan ngasih makan gue tiap hari, seumur-umur gue nggah pernah bilang, “ ayah, terima kasih ya.” Kira-kira gitu, nggak pernah! Serius, nggak pernah!

Semakin ke sini, aku jadi semakin tahu kalau dia itu Citizens. Haduh, jadi inget mas mantan yang The Gooners. Bikin galau aja. Mudah-mudahan Kencur nggak baca ya. Sebenarnya aku agak nggak enak nulis ini, tapi ya mau gimana lagi. Namanya unek-unek ya harus dikeluarin. Ada satu temen cowok juga yang lagi deket sama aku, dia temennya temenku, tapi ternyata dia sudah punya pacar! Anak SMK lagi yang dipacarin, nyebelin nggak? Rasanya pengen gue jambak-jambak rambutnya sampai botak. Ya udahlah nggak usah dibahas.

Hari Sabtu sore, bukunya udah datang. Tiba-tiba aja ada di atas mesin jahit. Terus aku lihat tulisan di kertas payung cokelatnya. Sebelum nama gue ditulis ada kata “Ibu” Memangnya gue setua itu ya? Terus aku buka paketannya, sampul bukunya berwarna biru tua dan tebalnya 412 halaman. Judulnya timbul pakai warna merah, bertuliskan “Pesisiran.” Gue baca, ada 189 penyair, 4 di antaranya dari luar Indonesia yaitu Malaysia, Singapura, Swiss dan Australia. Dan 20%nya itu bergender perempuan. Jadi, gue termasuk yang 20% itu. Bukunya datang dari Tangerang, atas namanya hanya KKK, Penerbit Kosa Kata Kita.

Lalu gue pura-pura bahagia, gue foto bukunya, terus gue upload di whats app sama facebook. Biar temen-temen gua pada tahu. Seandainya aja gue bisa datang ke acara peluncuran bukunya, yang ternyata hanya di Semarang, pasti rasanya indah banget. Gue kira acaranya di Tegal lagi, terus gue telat update info press releasenya. Padahal aslinya, gue lagi nggak punya duit.

Nama-nama penyair di buku ini banyak yang tidak gue kenal. Yang gue kenal hanya dalam hitungan jari. Tidak ada nama guru puisi gue, Bang Asqa. Tidak ada nama Mbak Purnama juga. Hanya nama penyair senior yang sekarang bermukim di Bali.

Di sela-sela gue membaca buku DNP 9 yang tebel ini, sampai di halaman 154, yang setengah halamannya belum dapat. Cathur selalu kasih semangat buat gue. “Semangat ya, Mbak.” Dia bilang gitu. Terus gue bilang “iya.” Aduh, bagian ini penting nggak sih? “Tiada hari tanpa puisi.” Dia bilang gitu, seolah-olah dia ngerti segalanya tentang gue. Aduh terima kasih ya.

DNP 10 udah di depan mata, aku harus kerja lagi nih.

 

Ikuti tulisan menarik Nuraz Aji lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler