x

Iklan

Syarifudin

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 29 April 2019

Rabu, 18 Maret 2020 09:27 WIB

Kenapa Taman Bacaan Kalah Dibandingkan Kedai Kopi? Ini 3 Alasannya

Taman bacaan kalah dibandingkan kedai kopi. Itulah sebab taman bacaan "mati suri". Kok bisa?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

TIGA SEBAB TAMAN BACAAN MATI DI INDONESIA

Di negeri ini sekarang, bisa jadi kedai kopi atau tempat nongrong lebih ramai daripada taman bacaan. Kenapa? Kata mereka pengagum kedai kopi, karena kedai kopi lebih asyik daripada tempat baca. Ah, yang benar? Orang kalau malas baca emang ada saja alasannya.

Faktanya, memang begitu. Karena mengelola Taman Bacaan Masyarakat (TBM) di Indonesia sungguh tidak mudah. Maka wajar, tidak sedikit taman bacaan masyarakat yang seakan mati suri. Kurang diminatim seakan hidup segan mati tak mau. Taman bacaan di negeri ini seolah ada tapi tiada. Apalagi di zaman now, taman bacaan pasti tergilas oleh era digital, era serba instan yang makin menjauhkan orang dari tradisi baca.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Jadi jelas, memang kedai kopi atau tempat nongkrong pasti lebih diminati daripada taman bacaan. Di manapun. Bila begitu, lalu siapa yang harus peduli terhadap eksistensi taman bacaan masyarakat?

Setidaknya ada  3 (tiga) sebab taman bacaan “mati” di Indonesia. Yaitu 1) karena ada buku tapi tidak ada anak, 2) karena ada anak tapi tidak ada buku, dan 3) karena komitmen pengelola taman bacaan yang “setengah hati” ibarat "anget-anget tai ayam" istilahnya. Wajar bila taman bacaan mati, taman bacaan kurang diminati. Apalagi sifatnya yang sosial, sangat tergantung kepedulian orang lain. Baik untuk donasi buku, biaya operasional, atau lainnya. Sementara di luar sana, katanya, mari tegakkan terus tradisi baca dan budaya literasi anak-anak kita.

Maka, harus ada cara yang beda dalam mengelola taman bacaan. Taman bacaan di manapun, harus lebih kreatif dan inovatif dalam mengelola taman bacaan. Agar tidak monoton dan tidak membosankan.

Sebut saja, Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka yang saya dirikan di Kampung Warung Loa Desa Sukaluyu Kec. Tamansari Kab. Bogor di Kaki Gunung Salak. Sejak didirikan 3 tahun lalu, kini setidaknya ada 60 anak usia sekolah yang aktif membaca buku. Secara rutin, seminggu 3 kali anak-anak ke taman bacaan. Bahkan bisa “melahap” 5-8 buku per minggu habis dibaca. Semua itu berjalan lancer berkat model “TBM Edutainment” yang saya terapkan. Sebuah cara tata kelola taman bacaan yang memadukan konsep edukasi dan entertainmet.

TBM Edutainment, intinya cara mengelola taman bacaan yang unik dan kreatif. Agar anak-anak tidak bosan berada di taman bacaan. Model TBM Edutainment bertumpu pada ciri-ciri seperti: 1) ada salam literasi, 2) ada doa literasi, 3) ada senam literasi tiap kali mau membaca, 4) membaca bersuara tidak boleh dalam hati, 5) ada laboratorium baca seminggu sekali untuk melatih pemahaman dan motivasi baca, 6) ada event bulanan dengan mendatangkan tamu dari luar, dan 7) ada jajanan kampung gratis tiap bulan. Bahkan kini di TBM Lentera Pustaka, anak-anak pembaca aktif mulai diajarkan untuk bercocok tanam sayuran plus tersedia fasilitas “kebun baca”, tempat membaca di alam terbuka yang hijau dan asri.

Saking peduli dan gandrung terhadap taman bacaan, saya pun menjadikan TBM Edutainment sebagai bahasan untuk disertasi saya sendiri sebagai kandidat Doktor Manajemen Pendidikan Pascasarjana Universitas Pakuan Bogor. Insya Allah, disertaasi saya mengangkat judul “Peningkatan Minat Baca dan Budaya Literasi Masyarakat melalui Model TBM Edutainment pada Taman Bacaan di Kabupaten Bogor”. Disertasi yang saya dedikasikan khusus untuk taman bacaan di Indonesia dan para pegiat literasi agar tetap termotivasi dalam mengelola taman bacaan.

Dan satu hal yang penting. Mengelola taman bacaan saat ini tidak bisa lagi sendirian. Harus ada kolaborasi dan sinergi dengan individu atau korporasi. Seperti TBM Lentera Pustaka pun punya banyak relawan individual yang secara ikhlas membantu dan mengabdi taman bacaan, baik untuk membimbing baca, isi acara, atau donasi buku. Begitu pula komunitas atau korporasi yang terlibat, seperti BEM Faperta IPB sebagai relawan tetap di TBM Lentera Pustaka, termasuk CSR korporasi dari AJ Tugu Mandiri, Asosiasi DPLK, dan Bank Sinarmas yang membantu operasional taman bacaan.

Sungguh, taman bacaan tidak akan mati. Bila ada kepedulian dan komitmen semua pihak. Untuk saling membantu dan bergotong royong demi tegaknya tradisi baca dan budaya literasi anak-anak Indonesia. Agar taman bacaan “tidak kalah” dari kedai kopi atau tempat nongkrong.

 

Jadi, mending baca atau ngopi? Jawabnya, terserah Anda … Salam literasi #TBMLenteraPustaka #BacaBukanMaen #BudayaLiterasi

Ikuti tulisan menarik Syarifudin lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Sengketa?

Oleh: sucahyo adi swasono

2 jam lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB