x

cover buku Indonesia Wo Ai Ni

Iklan

Handoko Widagdo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Selasa, 6 Juli 2021 06:05 WIB

Indonesia Wo Ai Ni, Suka Duka Wartawati Tiongkok di Indonesia

Setelah bertugas di Indonesia, Yunyun Dou merasa persepsi generasi muda Tiongkok tentang Indonesia tidaklah benar. Sesaat sebelum berangkat ke Indonewsia, Dou pun sempat memiliki persepsi keliru. Bagaimana wartawan Tiongkok ini memandang Indonesia masa kini?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Judul: Indonesia Wo Ai Ni

Penulis: Yunyun Dou

Tahun Terbit: 2018

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penerbit: Penerbit Buku Kompas            

Tebal: xxii + 258

ISBN: 978-602-412-410-6

 

Yunyun Dou adalah wartawan CCTV, sebuah media dari negeri Tuongkok yang bertugas di Indonesia sejak tahun 2010. Dou datang saat hubungan diplomatik Indonesia  - Tiongkok sudah dipulihkan. Hubungan diplomatik Indonesia – Tiongkok dibekukan pasca tragedi 30 S 1965. Hubungan diplomatik ini dipulihkan setelah Indonesia mengalami reformasi yang ditandai dengan lengsernya Suharto sebagai Presiden Republik Indonesia.

Dou menyadari bahwa ada gap pengetahuan orang-orang di Tiongkok terhadap Indonesia. Terutama para anak mudanya. Bahkan dia sendiri merasa khawatir saat akan ditugaskan ke Indonesia Pandangan orang muda Tiongkok terhadap Indonesia diungkapkan oleh Dou sebagai berikut: Ketika mendapat tugas ke Indonesia, aku merasa waswas karena tidak banyak tahu tentang negara ini. Informasi yang kudapatkan kebanyakan tentang pengucilan warga keturunan China dan bencana alam (hal. xix). Di Indonesia banyak hantu. Aku mengira bahwa Indonesia adalah pulau yang lusuh, yang tidak ada apapun selain bencana alam (hal. 25).

Buku ini awalnya ditulis dalam bahasa Mandarin untuk pembaca di Tiongkok. Namun kemudian buku ini diterjemahkan (dan disesuaikan?) ke dalam Bahasa Indonesia untuk pembaca Indonesia.

Setelah bertugas di Indonesia, Dou merasa bahwa persepsi generasi muda Tiongkok tentang Indonesia tidaklah benar adanya. Makai a mulai mengumpulkan bahan untuk membuat buku yang ditujukan kepada generasi baru Tiongkok. Informasi positif tentang Indonesia ini sangat penting diberikan karena hubungan Indonesia – Tiongkok semakin rekat. Sejak dipulihkannya hubungan diplomasi pasca turunnya Suharto, hubungan perdagangan dan pertukaran budaya semakin marak (hal. x).

Diijinkannya kembali bahasa Mandarin untuk dipelajari ternyata disambut begitu antusias oleh anak muda Indonesia. Bukan hanya orang-orang muda Tionghoa yang tertarik belajar bahasa mandarin, tetapi semua suku ternyata kemaruk mempelajari bahasa yang semakin penting dalam perdagangan internasional ini. Pembangunan infrastruktur di Indonesia yang bekerjasama dengan Tiongkok juga semakin banyak. Artinya tenaga kerja dari Tiongkok juga banyak masuk ke Indonesia. Sehingga sangat penting para tenaga kerja yang akan bekerja di Indonesia tersebut mempunyai informasi yang memadai tentang Indonesia yang baru.

Dou menuliskan pengalamannya tinggal di Indonesia melalui singgungannya dengan 15 kota/tempat yang pernah dikunjunginya. Beruntung Dou sempat berkunjung ke hampir semua tempat penting di Indonesia, mulai dari Papua sampai Aceh. Bukan hanya kota-kota besar yang diuraikannya. Tetapi juga tempat terpencil seperti Tambling dan Pulau Komodo.

Tulisan Dou tentang Indonesia sangat positif. Namun dia juga mengungkap hal-hal yang kurang dari Indonesia. Walau dia mengungkapnya dengan sangat-sangat sopan. Di setiap tempat yang dikunjungi, Dou selalu mempromosikan keindahan alam dan hal-hal yang berpotensi untuk dijadikan obyek wisata bagi orang-orang Tiongkok. Tentang Bandung ia berkisah tentang Taman Safari, sebuah kebun binatang yang dikelola dengan cara yang berbeda (hal. 70). Tentang Jogja dia memamerkan Borobudur (hal. 87), Sam Po Kong di Semarang (hal. 95). Dou menulis tentang keindahan Bali panjang lebar (hal. 103). Selain Bali, Dou juga menulis panjang tentang Danau Toba yang indah (hal 170). Sebab Pulau Bali dan Danau Toba memang menjadi ikon pariwisata Indonesia. Ia memamerkan Gunung Bromo yang indah saat bercerita tentang Surabaya (hal. 147). Dou mengisahkan cukup detail tentang petualangannya di Pulau Komodo (hal. 207) dan tentu saja Raja Ampat di Papua (hal. 219) dan Bunaken (hal. 229) yang lautnya sangat indah.

Dou juga memperkenalkan kuliner khas Indonesia. Ia menjelaskan tentang kopi Jawa (hal. 79). Ia membahas tentang mie yang ada di Indonesia yang menurutnya agak membosankan (hal. 75), masakan berbahan babi di Bali yang menurutnya enak (hal. 119). Saat di Padang ia sempat mencicipi makanan Padang. Karena kagum, ia menulis agak panjang tentang kuliner Minangkabau ini (hal 187).

Salah satu topik bahasan Dou di buku ini adalah tentang budaya. Saat di Jakarta ia banyak menemukan pengalaman pernikahan orang-orang kaya yang menurut dia sangat spektakuler dan kadang berlebihan. Ia mengamati pernikahan orang-orang Tionghoa kaya yang bahkan mengundang tamu dari Tiongkok atau aktor dari Hongkong (hal. 19). Ia membahas tradisi orang Tionghoa di Semarang dan Solo (hal. 95) yang menurutnya kental dengan budaya Tiongkok kuno yang bahkan di Tiongkok sendiri sudah tidak lagi dilaksanakan. Saat meliput Aceh yang dilanda tsunami, Dou melihat hubungan Tionghoa dan penduduk setempat di Aceh yang sangat mesra (hal. 155). Di Padang ia menemukan kemiripan budaya Minang dengan budaya di Yunnan (hal. 180). Tentang Padang ia menulis panjang budaya matrilineal yang mungkin asing bagi pembaca di Tiongkok.

Seperti saya tulis di atas, Dou tidak hanya menulis tentang hal-hal indah tentang Indonesia. Ia juga mengungkapkan kemiskinan Jakarta dimana orang-orangnya sampai menyewakan diri menjadi joki three in one dan masalah banjir yang menyiksa. Ia juga menyoroti kebakaran hutan di Riau yang menimbulkan polusi asap (hal. 192). Secara sangat sopan ia mengatakan bahwa budaya menerima persenan – besar dan kecil, sebagai ungkapan terima kasih adalah membudaya di Indonesia. Mungkin Dou mau menyampaikan bahwa urusan tidak akan selesai tanpa ada tips yang harus diselipkan.

Selain Jakarta yang menjadi markas utama Yunyun Dou, tempat-tempat lain yang ditulisnya hanya dikunjungi dalam waktu yang cukup singkat. Karena ia hanya berkunjung ke wilayah tersebut dalam tugas peliputan. Itulah sebabnya Dou menulis pendek-pendek tentang wilayah-wilayah/kota-kota tersebut kecuali Jakarta dan Bali. Ia menulis panjang tentang Bali karena ia sangat sering bertugas ke Bali. Banyak even internasional yang dilaksanakan di Pulau Bali yang harus diliputnya. Meski ia mempunyai waktu yang sangat singkat, tetapi Dou melengkapi tulisannya dengan riset pustaka yang membuat tulisannya kaya. 606

 

Ikuti tulisan menarik Handoko Widagdo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Establishment

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Rabu, 10 April 2024 09:18 WIB

Terkini

Terpopuler

Establishment

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Rabu, 10 April 2024 09:18 WIB