x

Pembelajaran Merdeka Belajar

Iklan

Dani Ismantoko

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 24 November 2021

Kamis, 25 November 2021 08:19 WIB

Konsep dan Pelaksanaan Merdeka Belajar: Sebelum, Kini, Nanti

Artikel ini menjelaskan tentang kondisi pendidikan sebelum konsep merdeka belajar dicanangkan, ketika konsep ini dibuat dan dilaksanakan, serta hambatan-hambatannya ke depan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Dunia pendidikan kita pernah diliputi kecemasan. Para pendidik di sekolah-sekolah setiap hari terlihat gelisah, sambil terus bekerja tak kenal waktu, hanya untuk melatih siswa-siswinya mengerjakan soal demi soal. Ya, ranking-rangking buruk nilai-nilai ujian nasional di tingkat kecamatan, kabupaten, provinsi sampai nasional menjadi momok yang begitu mengerikan.

Seperti pandemi, kecemasan menular begitu mudah. Siswa-siswi yang masa depannya digaungkan di sekolahan yang mereka menjadi bagian di dalamnya pun ikut gelisah. Bagaimana tidak, berbagai proses yang dilewatinya selama beberapa tahun hanya ditentukan oleh 3-4 hari melalui ujian nasional. Jika nilai ujian tak memenuhi passing grade, tidak lulus. Dan tentu saja, itu adalah sesuatu yang lebih buruk dari sakit gigi, bahkan lebih terasa suram dibanding putus dengan kekasih.

Efek domino tak bisa dihindari. Di sekolah-sekolah, semenjak kelas awal siswa-siswi sudah diarahkan untuk berhasil di puncak, berupa nilai ujian nasional yang tak sekadar sesuai passing grade, tetapi juga harus menjadi yang terbaik dari yang terbaik. Karena dengan begitu, ke depan, sekolah tak akan kekurangan peserta didik. Tentu saja orang tua tak mau anaknya terganjal masa depannya karena tak lulus ujian nasional.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pada akhirnya, pembelajaran menjadi tak menarik. Hanya dihiasi penjelasan materi, mengerjakan soal, penjelasan materi, mengerjakan soal. Begitu terus, berulang-ulang. Tak cukup sampai di situ, oleh orang tuanya, siswa-siswi dimasukkan ke bimbingan belajar di sore hari. Di sekolah mengerjakan soal, sudah pulang sekolah pun masih berurusan dengan mengerjakan soal.

Efek domino lainnya adalah, munculnya praktik jual beli jawaban ujian nasional. Entah jawaban yang dibeli adalah jawaban akurat atau tidak. Tidak sedikit yang membeli jawaban akurat. Tidak sedikit pula yang membeli jawaban tak akurat, yang alih-alih membuat si pembeli lulus ujian nasional, malah jadi tidak lulus. Yang tentu saja dibersamai dengan kegiatan contek-mencontek dari siswa-siswi.

Kita semua paham, bahwa ujian nasional tidak bertujuan buruk. Ujian nasional bertujuan untuk menjadi tolok ukur hasil belajar secara kuantitatif dalam skala nasional. Kalau secara nasional masih banyak nilai yang buruk berarti proses pembelajaran belum maksimal. Kalau secara nasinal lebih banyak nilai yang baik, berarti proses belajar sudah baik. Namun, kenyataannya tak sesederhana perihal baik buruk semacam itu. Efek domino yang bersifat negatif begitu banyak bermunculan. Potensi-potensi siswa-siswi terkubur hanya karena mengejar nilai demi nilai.

Oleh karenanya konsep merdeka belajar menjadi angin segar bagi dunia pendidikan kita. Ujian kelulusan tidak lagi ditentukan oleh 3-4 hari dalam ujian nasional. Pengukuran kelulusan tidak lagi melulu ditentukan dengan nilai-nilai ujian tertulis. Bisa lebih beragam, seperti portofolio, karya tulis, dan penugasan lainnya.

Hal tersebut tentu saja bisa memicu munculnya kreativitas dari para guru. Guru tidak lagi dibatasi dengan nilai akademik dan rangking-rangking, serta momok kegagalan ujian nasional. Ruang gerak guru menjadi luas. Potensi siswa-siswi lebih bisa dikembangkan.

Saya, sebagai guru mata pelajaran Akidah Akhlak di sebuah Madrasah Tsanawiyah, di daerah Kretek, Bantul, begitu merasakan manfaatnya. Pembelajaran yang saya jalankan di kelas menjadi tidak membosankan. Jujur saja, dulu ketika masih sekolah guru-guru saya seringkali hanya menjelaskan materi, menyuruh mengerjakan soal, menjelaskan materi, menyuruh mengerjakan soal, yang tentu saja membuat pembelajaran menjadi tidak menarik. Ketika saya terjun di dunia pendidikan, sebagai guru, saya akhirnya paham, hal tersebut adalah bagian dari menjalankan tuntutan, berupa mendapat nilai bagus di akhir. Karena, bagaimana pun metode terbaik supaya mendapatkan nilai baik, dalam ujian tertulis adalah adalah menjelaskan materi, latihan soal, penjelasan materi, latihan soal.

Saya tidak ingin hal tersebut dialami oleh murid-murid saya. Dan konsep merdeka belajar yang telah dicetuskan di waktu-waktu sekarang ini sangat mendukung saya untuk mewujudkan harapan saya, supaya siswa-siswa yang saya ampu tidak merasa bahwa belajar itu membosankan, tidak menyenangkan, dan bisa memendam potensi-potensi mereka.

Saya benar-benar melihat dan merasakan bahwa, ketika siswa-siswi diberi kesempatan untuk berpikir melalui diskusi-diskusi, mengutarakan pendapat di depan kelas kepada teman-teman lainnya, sambil sesekali diselingi dengan kegiatan-kegiatan menyenangkan, bisa meningkatkan minat belajar mereka. Bahkan di waktu-waktu siang, ketika kantuk tak bisa lagi ditampik, ketika keinginan tidur lebih tinggi daripada keinginan belajar, ketika pulang menjadi hal-hal yang dielu-elukan dibanding belajar di sekolah, keaktifan mereka dalam belajar bisa menjauhkan hambatan-hambatan dalam belajar tersebut.

Saya sadar bahwa pelaksanaan konsep merdeka belajar ini tidak semudah yang bisa kita bayangkan. Terutama jika sudah berkaitan dengan birokrasi secara hierarkis. Mulai dari tingkat kementerian, dinas-dinas pendidikan, pengawas sekolah sampai ke sekolah-sekolah. Misalnya, perihal ditiadakannya ujian nasional, tetapi di beberapa daerah masih ada asesmen daerah, yang tidak lain berupa pelaksanaan ujian-ujian mata pelajaran yang dulu diujikan dalam ujian nasional. Atau perihal administrasi pembelajaran yang disederhanakan, tetapi ada pengawas-pengawas sekolah yang bersikukuh bahwa penyederhanaan administrasi adalah sebuah kemunduran, karena menganggap administrasi yang detail dan tentu saja membutuhkan halaman yang tidak sedikit akan lebih baik bagi proses pembelajaran yang dilaksanakan.

Namun, saya kira hal tersebut bisa dilewati dengan tidak mengubah substansi konsep merdeka belajar. Perubahan besar memang memerlukan waktu yang tidak sebentar. Dan konsep merdeka belajar ini, jika terus dilaksanakan, tentu saja dengan melalui serangkaian evaluasi, baik secara konsep maupun praktik, serta pembaharuan-pembaharuan, akan membuat masa depan pendidikan kita menjadi lebih cerah.

Ikuti tulisan menarik Dani Ismantoko lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler