Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Ketua Dewas DPLK SAM - Asesor LSP Dana Pensiun - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Doktor Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 54 buku. Salam literasi

Hadiah di Ujung Perjalanan

1 jam lalu
Bagikan Artikel Ini
img-content
Kisah pensiunan
Iklan

Kisah Pak Darto si pensiunan. Berjuang menabung di masa bekerja, akhirnya berbuah manis di hari tua

***

Di pagi yang cerah, Pak Darto berdiri di halaman rumahnya yang sederhana tapi nyaman. Usianya sudah 65 tahun. Suara burung berkicau, angin membawa aroma tanah basah setelah hujan semalam. Ia tersenyum, menghirup udara dalam-dalam. Kini, setiap hari baginya terasa seperti liburan panjang yang tak ada habisnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Namun, jalan menuju hari tua yang tenang itu bukanlah hal yang mudah. Ketika masih muda, Pak Darto hanyalah staf administrasi di sebuah perusahaan distribusi. Gajinya pas-pasan, apalagi ia sudah berkeluarga dengan dua anak yang masih kecil. Tahun 1995, gajinya hanya sekitar Rp2,5 juta per bulan. Dari jumlah itu, ia nekat menyisihkan Rp500 ribu ke dalam program dana pensiun yang ditawarkan perusahaan. Banyak rekan kerjanya yang mencibir, “Setengah juta tiap bulan? Sayang sekali! Lebih baik buat cicilan motor atau beli perhiasan istri.”

 

Pak Darto hanya tersenyum. ia selalu teringat pesan almarhum ayahnya: “Kalau kamu bekerja, jangan hanya pikirkan hari ini. Pikirkan juga bagaimana hidupmu saat tak lagi mampu bekerja.” Cita-citanya sederhana, selagi kuat ia akan bekerja keras. Tapi saat pensiun, ia hanya ingin menikmatinya dengan tenang. “Hidup memang cuma sekali, tapi aku ingin sekali itu bisa kujalani dengan tenang sampai akhir” Pak Darto membatin.

 

Puluhan tahun berlalu. Kadang gajinya naik, cicilan rumah dan biaya sekolah anak menekan dompetnya, bahkan sempat ada krisis ekonomi yang membuat banyak harga melonjak. Berkali-kali ia tergoda berhenti menabung untuk pensiun. Tapi setiap kali melihat kalender di meja kerjanya, ia sadar: waktu terus berjalan, dan suatu hari tenaganya akan habis. Ia sadar, cepat atau lambat dirinya pasti akan pensiun.

 

Akhirnya, di usia 56 tahun, Sembilan tahun lalu, ia resmi pensiun. Saat itu, tabungan dana pensiunnya telah berkembang dari setoran Rp500 ribu per bulan menjadi lebih dari Rp1,2 miliar, hasil akumulasi iuran ditambah pengelolaan investasi. Dari jumlah itu, ia kini menerima manfaat bulanan sekitar Rp7 juta. Sangat ukup untuk hidup nyaman bersama istrinya di hari tua. Apalagi anak-anaknya sudah berkeluarga dan tidak tinggal serumah lagi.

 

Kini, di usia senjanya, Pak Darto berkiprah sosial di taman bacaan. Menjadikan salah satu rumahnya di kaki Gunung Salak sebagai tempat membaca anak-anak kampung. Membimbing anak-anak membaca setiap week end. Hampir semua aktivitasnya dijadikan ladang amal di hari tua. Kini ia mampu membayar kebutuhan hidupnya sehari-hari, menjaga kesehatan tanpa merepotkan anak-anak, bahkan sesekali mengajak istrinya berlibur. Sebuah ujung perjalanan seoarag pekerja yang sangat indah.

 

Suatu sore, ketika cucu-cucunya datang berkunjung, salah satu dari mereka bertanya polos,
“Kakek, kok Kakek enggak kerja lagi tapi tetap bisa senang-senang?”

Pak Darto hanya tertawa kecil. Ia mengelus kepala cucunya sambil menjawab,
“Kakek dulu waktu muda rajin menabung untuk masa tua. Jadi sekarang, meskipun Kakek sudah berhenti kerja, alhamdulillah masih bisa hidup tenang, bahkan bisa main sama kalian setiap hari.”

 

Matanya berkaca-kaca. Ada rasa haru yang sulit dijelaskan. Semua perjuangan kecil Pak Darto di masa mudanya terbayar sudah. Ketika masih bekerja, ia selalu menahan diri untuk bergaya hidup, ia selalu menyisihkan gaji untuk masa pensiun yang kini berbuah manis di hari tua.

 

Malam itu, ketika duduk di teras bersama istrinya, ia berbisik pelan, “Syukurlah Bu, kita dulu tidak menyerah. Selalu menabung untuk hari tua. Sekarang lihatlah, semua pengorbanan kita akhirnya membuahkan hasil. Pensiun tanpa merepotkan anak-anak, Bisa cukup tanpa perlu utang atau bekerja lagi”

Istrinya menggenggam tangannya erat. “Iya, Mas. Hari tua kita ini benar-benar hadiah terindah. Kita tinggal menikmati dan bersyukur. Sambil tetap menebar manfaat ke orang lain lewat kegiatan sosial ”

 

Dan di bawah langit malam yang bertabur bintang, Pak Darto menutup matanya sejenak, menikmati kedamaian. Ia sadar, keputusan sederhana di masa muda, menyisihkan Rp500 ribu per bulan untuk dana pensiun telah berubah menjadi warisan yang tak ternilai: masa tua yang penuh ketenangan, kebebasan, dan cinta. Sebuah hadiah indah di ujung perjalanan.

 

Bagikan Artikel Ini
img-content
Syarifudin Yunus

Penulis Indonesiana

2 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler











Terkini di Fiksi

img-content
img-content
img-content

Tontonan

Rabu, 10 September 2025 07:13 WIB

Lihat semua

Terpopuler di Fiksi

img-content
img-content
img-content

Tontonan

Rabu, 10 September 2025 07:13 WIB

Lihat semua