Falsafah Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah sebagai Pedoman Hidup Masyarakat Minangkabau

Minggu, 12 Desember 2021 10:58 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Iklan

Falsafah Adat Basandi Syara, Syara Basandi Kitabullah merupakan suatu pepatah yang ada pada Minangkabau semenjak masuknya Islam ke dalam Masyarakat Minangkabau. Hingga saat ini Adat Basandi Syara, Syara Basandi Kitabullah menjadi suatu pedoman hidup bagi masyarakat Minangkabau sehingga hal ini menjadi suatu hal yang telah tertanam didalam adat Minangkabau.

Minangkabau merupakan etnis atau entitas yang ada di kepulauan Sumatera Barat yang telah dikenal oleh banyak orang dari berbagai provinsi. Namun tidak semua orang di eraini apalagi era globalisasi ini yang telah tau akan Minangkabau karena terserabutnya masyarakat dari nilai-nilai kearifan lokal seperti budaya ataupun adat. Masyarakat Minangkabau memiliki suatu pedoman hidup atau dasar yaitu adat basandi syara’, syara’ basandi kitabullah dimana pedoman hidup msyarakat merupakan integrasi adat dan syara’, dan dalam hal ini syara’ mangato dan adat memakai.

            Menurut masyarakat Minangkabau, adat merupakan suatu peraturan dalam hidup, sehingga jika tidak adanya aturan dalam hidup, maka hal ini disebut juga dengan tidak beradat. Berdasarkan dari bahasa sansekerta “a” berarti tidak dan “dato” merupakan sesuatu yang bersifat kebendaan sehingga adat merupakan sesuatu yang bukan benda. Selain itu adat dapat disebut juga sebagai alat dimana adat mengatur hubungan manusia dengan manusia lainnya. Singkatnya adat merupakan kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat di suatu tempat. Hal inilah yang membuktikan bahwa adat disebut juga sebagai hukum yang tidak tertulis karena adat mengatur kebiasaan atau hidup dari masyarakat Minangkabau. Namun adat harus memiliki sendi yaitu syara’ dan syara’ memiliki sendi Kitabullah sesuai dengan syara’ mangato adat mamakai.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

            Adat Minangkabau merupakan adat yang supel dan dinamis, dikarenakan masyarakat Minangkabau dapat menyesuaikan diri dengan keadaan serta situasi yang dialaminya. Adat Minang sendiri memiliki empat tingkatan yang terdiri dari adat nan sabana adat, adat nan diadatkan, adat nan teradat, dan adat istiadat. Adat nan sabana adat bermakna bahwa aturan pokok yang mendasari kehidupan minang yang telah ada secara turun temurun tanpa mengenal tempat. Adat nan diadatkan merupakan peraturan yang telah disepakati oleh masyarakat Minangkabau setempat secara umum di suatu nagari. Adat nan teradat memiliki makna seperti suatu aturan yang sunnah (boleh dilakukan, boleh ditinggalkan). Dan adat istiadat merupakan suatu kelaziman yang mengikuti situasi dari masyarakatnya seperti adanya acara-acara adat atau kehidupan sehari-hari oleh masyarakat Minangkabau.

            Adat basandi syara’, syara’ basandi kitabullah merupakan sebuah pepatah yang telah digunakan oleh masyarakat Minangkabau sebagai pedoman hidup hingga saat sekarang ini. Syara’ disini bermakna syariat dimana agama Islam datang setelah adanya adat di Minangkabau. Sedangkan kitabullah disini maksudnya adalah kitab Al-Qur’an sebagai sumber ajaran agama Islam. Al-Qur’an menjadi perumusan adat dan sistem hukum bagi masyarakat Minangkabau, hal ini dapat dilihat dari adat Minangkabau dahulu yang suka berjudi, namun semenjak masuknya agama Islam semua itu berubah dan disesuaikan dengan ajaran agama Islam sesuai dengan kitab Al-Qur’an. Hal ini dapat kita lihat dari diharamkannya minum-minuman keras, judi, dan sabung ayam semenjak masuknya Islam.

            Dari yang dapat kita lihat, adat basandi syara’, syara’ basandi kitabullah merupakan pedoman hidup masyarakat Minangkabau yang memang memiliki sendi terhadap syariatnya yaitu syariat agama Islam, sehingga masyarakat Minangkabau lebih tau dan memiliki pedoman dalam hidupnya. Sebagai contoh dapat kita lihat dari masyarakat Minangkabau yang terkenal dengan semangat gotong royongnya yang sangat kuat dalam mencapai tujuan bersama seperti baralek (hajatan) dan musyawarah mufakat. Hal ini juga terdapat dalam pepatah barek samo dipikue, ringan samo dijinjiang, ka bukik samo mandaki, ka lurah samo manurun. Pepatah ini memiliki arti bahwa dalam gotong royong ataupun bekerjasama, sudah pasti akan memiliki resiko, namun resiko ini harus ditanggung bersama. Ini juga berhubungan dengan salah satu surah di dalam Al-Qur’an dalam surah Al-Maidah ayat 2 yang memiliki arti “Dan tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”. Inilah alasan kenapa adat basandi syara’, syara’ basandi kitabullah, banyaknya ajaran-ajaran dalam Al-Qur’an yang memang baik dan dapat diterapkan dalam kehidupan.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Jovan Ali Syahputra

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler