Dahulu, semenjak mata melihat kehidupan ini,
banyak tempat yang saya tahu,
di mana burung-burung berayun rendah,
tanaman yang merambat memangkang berkeliaran,
marmer memarcarkah wajah-wajah pribumi,
cendana semerbak di atas batu-batu karang,
dan ribuan lambaian yang belum tuntas dihitung.
Hari-hari berlalu—rupa bumi memucat,
dalam kesuraman wangi dan matanya perlahan sayup,
seperti tidak ada lagi keadilan—semua dibutakan perihal ketamakan,
dengan menertawakan suara-suara yang hidup,
tanpa sadar—di kandungan ibu sungguh sakit menahan luka.
Lihatlah, seekor burung kecil yang gemetar mencari perlindungan,
melihat ke segala arah—tidak memberitahu apa-apa,
dan detik-detik mulai berhenti—tergeletak di tanah,
induknya tertunduk diam—seperti kematian juga hendak merenggutnya,
dan di sanalah akan tinggal sampai hari gelap,
mendirikan sebuah monumen kematian.
Atambua, 02 Februari 2022
--- Aku Tidak Pernah Berpikir Bahwa Mereka Akan Bernyanyi Untuk Bumi ---
Ikuti tulisan menarik Silivester Kiik lainnya di sini.