x

Ilustrasi investasi. Sumber foto: layarberita.com

Iklan

Sutri Sania

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 20 Januari 2021

Jumat, 4 November 2022 06:50 WIB

Langit Gelap Investasi Indonesia di 2023

Para ekonom, lembaga internasional hingga para pemimpin dunia kompak mengabarkan 2023 kemungkinan akan diwarnai resesi. Ancaman resesi akan diikuti menurunnya realisasi investasi di Indonesia, baik dari investor luar negeri maupun investor dalam negeri. Tapi apakah Indonesia harus pasrah saja pada keadaan perekonomian global yang sedang tidak baik-baik saja? Indonesia selalu mempunyai peluang untuk membuat iklim investasi yang lebih bisa menarik investor asing. 

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Menatap tahun baru yang akan datang, biasanya orang-orang akan penuh dengan sukacita, namun kali ini mungkin akan berbeda. Bagaimana tidak? Para ekonom, lembaga internasional hingga para pemimpin dunia kompak mengabarkan bahwa 2023 kemungkinan akan diwarnai dengan resesi. Tentunya, resesi bukanlah kabar yang membahagiakan karena akan berdampak besar pada perekonomian negara-negara di dunia.

Orang nomor 1 di Indonesia saja sudah pernah mewanti-wanti tentang 2023 yang akan ‘gelap'. Ia mendapatkan informasi tersebut dari Sekjen PBB Antonio Guterres, para kepala lembaga internasional hingga anggota G7 lainnya, “Beliau-beliau menyampaikan, Presiden Jokowi, tahun ini kita akan sangat sulit, terus kemudian tahun depan seperti apa? Tahun depan akan gelap. Ini bukan Indonesia, ini dunia, hati-hati, bukan Indonesia, yang saya bicarakan tadi dunia,” ujar Jokowi, Jumat (5/8/2022).

Resesi dipicu oleh ragam fenomena kenaikan-kenaikan, mulai dari inflasi hingga terkereknya suku bunga tiap negara untuk meredam inflasi. Uang yang akan digelontorkan warga dunia mungkin akan lebih sedikit dari tahun-tahun biasanya, sehingga berimbas pada perlambatan roda perekonomian termasuk uang yang dikucurkan oleh para investor untuk Indonesia.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ya, karena kondisi inflasi di beberapa negara maju yang rumah para investor di Indonesia serta ancaman resesi, maka hal ini dipastikan berpengaruh pada perekonomian terutama dari realisasi investasi. Jangan lupa, realisasi investasi tak hanya dari investor dalam negeri namun juga investor luar negeri.  

Dengan adanya ancaman resesi, investasi asing bisa lebih turun dari sebelumnya yang sudah turun, dari peringkat 15 di 2020 ke peringkat 20 di 2021. Informasi ini berdasarkan data United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) dalam World Investment Report 2022. UNCTAD mengatakan, melorotnya posisi Indonesia yang turun lima peringkat disebabkan lambatnya gerak kita untuk menggaet investasi asing, sehingga kalah cepat dari negara-negara lainnya di sepanjang tahun lalu. 

Sebagai  informasi, realisasi investasi selama periode Januari hingga Desember 2021 mencapai Rp901,02 triliun. Lebih lanjut BKPM juga menyebutkan bahwa kontribusi PMA (penanaman modal asing) dan PMDN (penanaman modal negeri) masih seimbang. Namun dibalik angka yang melebihi target, Indonesia malah turun peringkat dari negara yang dipilih investor asing.

Tentunya hal ini menimbulkan pernyataan, apa ada yang salah dari Indonesia? Pasalnya Indonesia saat ini memang masih membutuhkan tak hanya investor dalam negeri namun juga investor asing untuk bersama membantu perekonomian. 

Di dalam kondisi seperti ini, kita tidak cukup hanya berpasrah pada keadaan perekonomian global yang sedang tidak baik-baik saja. Investor memang akan lebih pilih-pilih dalam berinvestasi karena pasti lebih memilih untuk memulihkan negaranya terlebih dahulu. Namun, Indonesia selalu mempunyai peluang untuk membuat iklim investasi yang lebih bisa menarik investor asing. 

Tapi apakah ini sudah terealisasi, atau menuju lebih baik? Sebuah kritik dilayangkan dari lembaga internasional Institute for Management Development (IMD) dalam laporan berjudul World Competitiveness Yearbook 2022. Laporan tersebut mengungkap bahwa daya saing kemudahan berusaha di Indonesia turun ke peringkat 44 di tahun 2022 dari posisi 37 di tahun lalu. 

Salah satu indikatornya ada pada efisiensi birokrasi yang buruk. IMD juga melaporkan bahwa Indonesia punya kendala dalam menciptakan ekonomi investasi dan kemudahan berusaha bagi investor karena salah satunya terkait regulasi.

Mengenai hal ini, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Bahlil Lahadalia menjelaskan alasan mengapa iklim investasi Indonesia belum sempurna. Katanya, ada 3 kendala penting yang masih dihadapi pemerintah yaitu perihal lahan, tumpang tindih hingga tingginya ego sektor lintas kementerian/lembaga.

Akan tetapi, bukanlah permasalahan tersebut seharusnya bisa segera diselesaikan oleh pemerintah sendiri? Terlebih untuk alasan masih tingginya ego lintas sektor kementerian/lembaga. Lantas, mengapa persoalan tersebut menjadi batu sandungan untuk menciptakan iklim investasi yang lebih baik di Tanah Air?

Masalahnya, para investor bukan hanya dipusingkan dengan masalah ribetnya regulasi, namun juga kebijakan pemungutan “uang ini” dan “itu”. Masih fresh from the oven, pemerintah berencana memungut pajak ekspor progresif untuk 2 produk nikel hasil hilirisasi yaitu feronikel dan NPI. 

Ada juga kebijakan bagi pengusaha batu bara yang harus memasok ke pasar domestik dengan harga yang lebih murah ketimbang harga global. Selain itu, di sektor lainnya seperti timah, tarif royalti juga direncanakan akan naik sesuai dengan naiknya harga timah dunia.

Para investor, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri bagai sudah jatuh dan tertimpa tangga. Sudah terjerembab di dalam perekonomian global yang diwarnai ancaman resesi, eh, ketika mencoba peruntungan dan berinvestasi di Indonesia, bukan cuma modal namun juga teknologi dan pengetahuan untuk membantu pembangunan industri, eh, malah dibikin ribet dengan regulasi dan pungutan uang.  

Kalau begini, para investor bisa tak betah dan terkena rayuan negara-negara lain yang mungkin lebih banyak memberikan kemudahan berinvestasi dan berusaha untuk investor asing. Waduh, bagaimana nih nasib perekonomian Indonesia tanpa investor? 

Semoga saja, pemerintah, khususnya kementerian-kementerian yang terkait dalam sektor ekonomi, sudah punya strategi untuk menghadapi, tak hanya ancaman resesi namun juga ancaman hengkang & semakin sepinya iklim investasi di Indonesia. 

Ikuti tulisan menarik Sutri Sania lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB