x

Tata Krama

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 10 Desember 2022 11:19 WIB

Seluruh Pelatih Sepak Bola, Belajarlah dari Kasus CR7

Sepanjang saya mengelola sepak bola akar rumput, saya selalu menyampaikan kepada para pemain yang terpilih masuk skuat, bahwa semua pemain adalah pemain utama. Namun, yang bermain harus 11 orang dulu. Sementara yang 7 pemain duduk di bench pemain.@ Lalu, yang tidak masuk line up 18 pemain, mohon maaf, duduk di tribune penonton dulu. Pada laga berikutnya, semua pemain akan mendapatkan kesempatan menit bermain. Tidak akan ada 7 pemain di bench abadi. Tidak ada pemain duduk di tribune penonton abadi. Semua akan dapat giliran dan kesempatan.@ Mental dan karakter pemain wajib dikelola dan dijaga, pemain pun dapat belajar dari cara mengelola menurunkan komposisi pemain yang cerdas, tidak menyakiti hati pemain. Tidak ada pemain yang karakter dan mentalnya terbunuh!

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Dalam even resmi sepak bola, semua pemain yang terpilih dan didaftarkan masuk skuad adalah pemain utama. Persoalan siapa yang turun sebagai 11 pemain starter, lalu 7 pemain pengganti, dan siapa pemain yang duduk di tribun penonton, adalah taktik dan strategi. Bila semua pemain mengalami kesempatan menjadi starter, menjadi 7 pemain pengganti dan duduk di tribun penonton secara rotasi, maka itu adalah buah pedagogi pelatih yang cerdas karena percaya kepada semua pemain yang telah dipilihnya sendiri. Tidak ada pemain yang mentalnya terbunuh karena abadi menjadi 7 pemain pengganti atau abadi menghias tribun penonton hingga even selesai. (Supartono JW.09122022).

 

Persoalan CR7 sampai ngambek karena turun bermain dari bangku cadangan adalah persoalan pelatih yang tidak cerdas pedagogi, sehingga tidak mampu mengkomunikasikan antara taktik dan fakta yang sebenarnya kepada pemain, sehingga berujung polemik di publik sepak bola dunia. (Supartono JW.09122022)

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Malam ini, Piala Dunia Qatar 2022, memasuki babak 8 Besar atau babak perempat final, mulai Jumat (9/12/2022) malam WIB. Timnas Kroasia akan berhadapan dengan Timnas Brasil di Stadion Education City, mulai pukul 22.00 WIB. Selanjutnya, Timnas Belanda akan berjumpa Timnas Argentina di Stadion Lusail Iconic, Sabtu 10 Desember 2022 pukul 02.00 WIB.

Berikutnya, pada pukul 22.00 WIB. Maroko vs Portugal di Stadion Al Thumama dan pada Minggu, 11 Desember 2022, pukul 02.00 WIB. Inggris akan meladeni Prancis di Stadion Al Bayt.

Sebelum laga perempat final, publik sepak bola dunia sudah dihebohkan oleh pemberitaan tentang kapten Timnas Portugal, yang beritanya menyedot perhatian dunia, hampir mirip dengan pemberitaan tentang LGBT yang menjadi polemik hebat di awal Piala Dunia Qatar ini.

Kasus Ronaldo, soal pelatih

Jelang laga perempat final, publik sepak bola dunia terus disuguhi berita tentang polemik CR7, yang bisa jadi memang sengaja dijadikan bahan oleh pihak yang terus ingin mengambil keuntungan.

Dalam kasus Ronaldo, mengapa sampai menjadi polemik. Ronaldo pun sampai tidak dapat menyembunyikan kekecewaannya di depan publik dan media, saya melihatnya ini adalah bagian dari kurang cerdasnya pelatih Portugal dalam hal pedagogi.

Sebelum ini, pelatih Juventus mau pun Manchaster United pun setali tiga uang, karena tak mampu meredam Ronaldo, alias para pelatih ini, pun kurang cerdas pedagogi.

Apa pun masalah yang kini dihadapi Ronaldo, meski usia bertambah, performa sudah mulai menurun, mereka tidak boleh melupakan sejarah Ronaldo, karenanya, menghadapi Ronaldo yang menjelang pensiun dari sepak bola, secara pedagogi wajib cerdas.

Dari sisi luar, karena saya tidak tahu apa yang sudah dilakukan para pelatih ini kepada Ronaldo, sepertinya bila melihat sikap Ronaldo yang ditunjukkan ke publik dan media massa, adalah hasil dari komunikasi yang tidak cerdas. Tidak tercapai kesepakatan dan pemahaman dengan maksud taktik atau apa pun, sehingga Ronaldo tetap tidak menerima keputusan yang dibuat pelatih.

Sebagai kapten tim dan punya pengalaman dan prestasi segudang, dibandingkan pelatih yang sekarang memimpin Ronaldo, tentu bagaimana pun Ronaldo adalah pemain yang spesial. Memperlakukannya pun wajib spesial.

Bila saat meladeni Swiss, Ronaldo turun dari bangku cadangan, tetapi tidak menampakkan sikap yang emosional, maka pelatih telah melakukan tugasnya dengan cerdas. Dapat memberikan pemahaman, pengertian, dan alasan yang logis kepada Ronaldo mengapa harus turun dari bangku cadangan.

Namun, apa yang ditunjukkan Ronaldo, nampaknya, belum terjadi pemahaman, pengertian, dan belum ada penjelasan logis oleh pelatih, sehingga Ronaldo meradang.

Ronaldo seolah dibunuh mentalnya, dikecilkan, disepelekan oleh pelatih, meski apa yang dilakukan oleh pelatih juga bukan hal yang salah, mengingat kondisi performa Ronaldo yang sudah menurun.

Ronaldo pun mendapatkan pelajaran pertama sejak Euro 2008, memulai laga dari bangku cadangan. Karenanya, apa pun alasan sang pelatih yang menyebut sebagai bagian dari taktik dengan mencadangkan Ronaldo, tentu memicu polemik.

Ronaldo tidak diturunkan sejak kick off oleh pelatih. Sepanjang laga, para suporter Portugal di dalam stadion pun tak henti meneriakkan dan menyebut nama Ronaldo yang selama ini telah menjadi pahlawan dan ikon sepak bola Portugal dan dunia.

Hal ini, menjadi kelanjutan dari drama saat Ronaldo juga ditarik ke luar oleh pelatih saat Portugal memainkan laga terakhir fase grup versus Korea Selatan di babak fase grup.

Berbagai pihak sangat memaklumi atas sikap Cristiano Ronaldo yang kesal saat dicadangkan. Tidak masuk daftar starter saat Portugal mengalahkan Swiss 6-1 pada babak 16 besar Piala Dunia 2022 di Stadion Lusail Ikonik, Rabu (7/12) dini hari WIB.

Di sisi lain, derita Ronaldo kian bertambah, karena penggantinya, Goncalo Ramos, malah tampil moncer, sukses mencetak hat-trick dalam pertandingan tersebut.

Mirisnya, atas sikap pelatih yang bisa jadi memang tidak melakukan pendekatan khusus kepada Ronaldo, berpotensi kembali mencadangkannya saat Portugal menghadapi Maroko pada laga perempat-final di Stadion Al Thumama, Sabtu malam.

Memang terpublikasi bahwa sang pelatih menyebut tak menurunkan Ronaldo sebagai starter alasannya adalah untuk taktik. Tetapi publik dunia juga tahu bahwa dalam Piala Dunia kelimanya, sejauh ini Ronaldo baru mencetak satu gol.

Persoalan ketajaman yang menurun diiringi dengan sederet masalah nonteknis, serta komunikasi yang menurut saya dilakukan tidak benar oleh pelatih, di Piala Dunia 2022 ini, Ronaldo bertambah banyak menuai kontroversi ketimbang prestasi.

Menghargai, proporsional

Kasus Ronaldo, sampai kapan pun akan terulang, bila pelatih tidak menghargai keberadaan pemain yang dipilih dalam skuatnya secara proporsional.

Bila kali ini, kasus Ronaldo begitu hebat mencuat, tentu bukan karena kehebatan pelatihnya, tetapi karena Ronaldolah yang menjadi tokoh dan peran utamanya. Persoalannya adalah karena komunikasi, penghargaan, dan proporsionalitas.

Selama ini banyak pelatih yang asalnya dari pemain, telah merasakan diperlakukan tidak adil oleh pelatihnya. Tidak dihargai dan diberikan penghargaan yang tidak proporsional dalam tim, namun tidak pula mendapatkan penjelasan dan komunikasi yang benar. Yang ada, sikap pelatih menjadi arogan dan paling merasa benar dalam mengambil keputusan, strategi bermain, dan memainkan pemain sesuai komposisi dan kebutuhan yang diperlukan, meski dalam pandangan publik, pelatih salah mengambil keputusan atau salah menurunkan komposisi pemain, atau salah bersikap.

Yang paling menyedihkan, dalam event sekelas Piala Dunia ini, banyak pemain yang hanya merasakan duduk di tribun penonton, menjadi turis abadi hingga tim yang dibelanya tersingkir. Tidak pernah merasakan menjadi bagian dari 18 pemain yang masuk line-up, mengenakan jersey kebanggaan negaranya. Padahal para pemain ini dipilih oleh sang pelatih.

Bila para pemain ini dianggap tidak layak tampil di Piala Dunia, mengapa mereka dipilih dan masuk skuat timnas negara mereka? Tetapi begitu sampai di Piala Dunia, hanya menjadi turis dan penghias tribun penonton. Ini Piala Dunia, lho.

Perilaku para pelatih yang tidak menghargai keberadaan pemain dalam skuatnya, selama ini jarang menjadi pembahasan media. Seharusnya FIFA ngeh dengan kondisi ini. Sebab, tanpa disadari, para pelatih ini telah membunuh karakter dan mental pemain.

Pelatih Portugal saya sebut sebagai satu di antara sekian pelatih nasional di Piala Dunia yang membunuh karakter dan mental pemain, dan ini adalah cermin sikap dan perilaku pelatih di semua level kompetisi di dunia ini hingga sampai pada pelatih-pelatih kelas kampung/desa/kecamatan/kota/kabupaten/provinsi.

Ayo kita lihat, bagaimana kasus Ronaldo? Apakah Ronaldo akan turun dari bangku cadangan lagi? Bila, ya, apakah sikap Ronaldo akan berubah menjadi legowo, menerima dengan lapang dada? Bila, ya, artinya, pelatih ada kemajuan dalam komunikasi. Bila ternyata Ronaldo tetap meradang, memang pelatih wajib sadar dan perlu belajar lagi.

Semoga, kisah Ronaldo menjadi pelajaran berharga untuk semua pelatih dalam bersikap dan mengambil keputusan. Menjadi pelajaran berharga bagi semua pemain agar tahu diri.

Sepanjang saya mengelola sepak bola akar rumput, saya selalu menyampaikan kepada para pemain yang terpilih masuk skuad, bahwa semua pemain adalah pemain utama. Namun, yang bermain harus 11 orang dulu. Sementara yang 7 pemain duduk di bench pemain.

Lalu, yang tidak masuk line up 18 pemain, mohon maaf, duduk di tribun penonton dulu. Pada laga berikutnya, semua pemain akan mendapatkan kesempatan menit bermain. Tidak akan ada 7 pemain di bench abadi. Tidak ada pemain duduk di tribun penonton abadi. Semua akan dapat giliran dan kesempatan.

Mental dan karakter pemain wajib dikelola dan dijaga, pemain pun dapat belajar dari cara mengelola menurunkan komposisi pemain yang cerdas, tidak menyakiti hati pemain. Tidak ada pemain yang karakter dan mentalnya terbunuh!

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler