Matahari Merah Bulan Mei Saksi Kekerasan Seksual 1998

3 jam lalu
Bagikan Artikel Ini
img-content
Matahari Merah Bulan Mei
Iklan

Novel ini menggunakan dua masa berbeda untuk untuk mewadahi bagian yang kaya fakta dimana Ali Akbar menuangkan pendapatnya.

Judul: Matahari Merah Bulan Mei

Penulis: Ali Akbar

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tahun terbit: 2008

Penerbit: Maju Mbojo

Tebal: 241

ISBN: 978-979-17816-0-2

Novel Matahari Merah Bulan Mei adalah salah satu novel yang ditulis berdasarkan peristiwa kerusuhan Mei 1998. Ali Akbar menulis kisahnya dari kacamata seorang demonstran pelaku. Ali Akbar memang terlibat langsung dalam aksi mahasiswa UI yang menjadi salah satu pilar penumbangan Suharto. Ali Akbar banyak menggunakan fakta-fakta yang dia ketahui dan ia alami. Namun dia juga memasukkan seorang tokoh perempuan Tionghoa yang mati dibunuh saat akan memberi kesaksian ke luar negeri.

Ali Akbar menggunakan masa Januari sampai akhir Mei 1998 sebagai latar utama ceritanya. Di bagian akhir, ia menulis tentang 5 tahun setelah kerusuhan usai. Penggunaan dua masa berbeda untuk ini untuk mewadahi bagian novel yang kaya fakta dan bagian dimana Ali Akbar menuangkan pendapatnya. Sekaligus mempercantik cerita dengan balutan asmara antara Andreans dengan Mei yang tak jadi nyata.

Dengan menggunakan nama Andreans, Ali Akbar menuliskan perjalanan demo mahasiswa UI mulai dari Januari 1998. Ali Akbar cukup rendah hati menyampaikan bahwa Andrians bukanlah tokoh utama gerakan mahasiswa. Ada tokoh-tokoh yang dinamainya David, Okto, Diana dan Cakra yang diperankan lebih menonjol dalam aksi-aksi demo mahasiswa UI.

Ali Akbar mencatat bahwa tanggal 22 Januari, seorang mahasiswa UI sudah menuntut pengunduran diri Suharto dalam sebuah demo di Kampus Depok. Ia mengisahkan dengan detail demo-demo sejak Januari sampai Mei 1998. Demo-demo yang skalanya semakin hari semakin besar. Demo-demo yang awalnya tidak direstui oleh pejabat kampus, menjadi serangkaian demo yang melibatkan para akademisi.

Ali Akbar memasukkan seorang tokoh demonstran bernama Suma. Suma adalah seorang mahasiswa keturunan Tionghoa yang sangat aktif mengorganisir demo. Masuknya tokoh mahasiswa Tionghoa di novel ini menunjukkan bahwa sesungguhnya demo-demo mahasiswa tidak ada hubungannya dengan kerusuhan yang menyasar pada orang-orang Tionghoa.

Ali Akbar sekali lagi sangat rendah hati. Alih-alih menggambarkan kerusuhan demo di Trisakti yang membawa korban meninggal 4 orang secara langsung, ia memilih menyampaikannya melalui laporan mahasiswa Trisakti yang memang menjadi saksi mata. Ali Akbar pasti tidak sedang ikut demo di Trisakti saat penembakan terjadi. Itulah sebabnya ia menggunakan orang ketiga untuk mengisahkan kejadian yang membawa korban jiwa tersebut.

Apalagi dalam novel ini, sejak awal Bulan Mei disampaikan bahwa ada sekelompok masa terorganisir yang berasal dari luar masa mahasiswa. Masa ini memrovokasi supaya para demonstran melakukan tindak kekerasan dan penjarahan. Masa inilah yang meneriakkan anti cina sehingga akhirnya masa yang bercampur dengan msyarakat melakukan aksi penjarahan.

Kita semua tahu bahwa ada seorang perempuan Tionghoa yang mati terbunuh saat sudah siap menjadi saksi kerusuhan Mei 1998. Dalam novel ini, Ali Akbar mempersonifikasikan tokoh tersebut pada diri Mei. Mei adalah seorang mahasiswa keturunan Tionghoa yang kuliah di Jurusan Sastra di UI. Ia pulang saat demo besar di Bulan Mei akan dilakukan. Dalam perjalanan pulang inilah ia diperkosa. Setelah menghilang ke Cirobon beberapa waktu, Mei memutuskan untuk mengungkapkan perkosaan yang menimpa para perempuan Tionghoa. Namun sayang, sebelum kesaksiannya didengar, ia keburu dibunuh dan diperkosa. Mayatnya ditemukan dengan luka tusukan di sekujur tubuhnya.

Jika ada hal yang kurang dalam novel ini adalah dua kisah tambahan yang sepertinya dipaksakan. Kisah pertama adalah tentang Marno. Marno digambarkan sebagai seorang desertir TNI yang sudah dihukum mati. Ia berhasil melarikan diri dan menjadi seorang pembunuh bayaran. Ia beberapa mendapatkan order untuk membunuh pengusaha dan pejabat yang menghalangi pengambilan modal oleh pengusaha lain. Modal ditarik supaya bisa dibawa ke luar neger.

Kisah kedua adalah kisah warung kopi Tante Yeni. Berkedok sebagai Balai Latihan Kerja bagi para perempuan yang akan bekerja ke luar negeri, Tante Yeni memanfaatkan para calon TKW tersebut untuk berjualan kopi. Tentu saja bukan hanya kopi yang dijual, tetapi para calon TKW tersebut dipaksa untuk menjual diri.

Dua kisah di atas kurang menyatu dengan kisah demonstrasi dan tumbangnya Suharto. Seandainya kisah ini dibuat lebih kuat menempel pada cerita, niscaya kisah akan menjadi lebih enak dibaca. Apakah Ali Akbar bermaksud untuk menunjukkan bahwa sebelum dan selama menjelang tumbangnya Orde Baru kondisi ekonomi begitu genting? Ekonomi morat-marit tidak hanya di kalangan konglomerat, tetapi juga pada masyarakat lapis bawah? 957

Bagikan Artikel Ini

Baca Juga











Artikel Terpopuler