x

Sejumlah pelajar yang bermitra dengan Mahasiswa PKM-PM IPB memasang rambu-rambu di mata air Campaka.

Iklan

Joseph Hiwakari

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 24 Maret 2023

Minggu, 21 Mei 2023 17:50 WIB

Apresiasi Kebudayaan pada Pelajar, Apa Benar Ambang Kepunahan Semakin Dekat?

Artikel ini akan membahas mengenai kebudayaan yang ada di Indonesia dan bagaimana para pemuda di era sekarang memberikan apresiasi terhadap hal tersebut. Analisis dilakukan melalui survei yang dilaksanakan kepada puluhan pelajar SMA di Kabupaten Tangerang, Banten. Hasilnya terbilang mengejutkan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Ini adalah kisah tentang Indonesia, tanah yang penuh dengan simpati, harmoni, dan semangat untuk bersosialisasi tanpa memandang sebelah mata budaya yang heterogen. Anda dan saya, sebagai warga negara Indonesia, tidak akan terlepas dari yang namanya kebudayaan. Kebudayaan itu ada di dalam diri leluhur yang diturunkan kepada diri kita di masa kini, sadar maupun tak sadar. Kebudayaan itu ada di dalam genetika kita, di dalam darah kita, dan variasi kebudayaan tersebut adalah setiap elemen yang satu esensi; tidak dapat dipisahkan satu sama lain dan saling bertalian atau saling asosiatif untuk membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tercinta.

Beberapa hari lalu, Tim Nasional Sepak Bola U-22 Indonesia baru saja memenangkan pertandingan SEA Games 2023 di Phnom Penh, Kamboja, setelah membuat Thailand harus berpuas diri dengan medali perak dengan skor 5-2. Kemenangan tersebut memang membawakan arti tersendiri bagi Indonesia. Penantian setelah 32 tahun, kata mereka. Ketika melaksanakan peninjauan lebih lanjut, apakah setiap anggota tim berasal dari suku yang sama? Apakah mereka dibesarkan di provinsi atau saat ini eksisten pada usia yang sama dengan sejawatnya? Tentu tidak. Namun, apakah mereka berhasil mengharumkan nama Indonesia? Iya banget.

Peristiwa kemenangan Indonesia ini menunjukkan bahwa sebenarnya, perbedaan kebudayaan yang ada bukan untuk membuat kita semakin seperated, melainkan semakin incorporated. Saya tidak peduli apabila sekitar mau menertawakan; I don't care kalau dunia menganggap saya gila karena hanya membanggakan tanah sendiri ketimbang berusaha untuk terbuka dengan kebudayaan yang ditawarkan oleh negara mereka melalui kemajuan teknologi, industri, maupun globalisasi; sikap itu yang seharusnya benar-benar diprakarsai pada setiap diri pelajar di zaman sekarang. Namun, secara aktual, apakah benar seindah itu?

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Saya mencoba untuk bertanya kepada 14 pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten, mengenai definisi kebudayaan menurut mereka, secara subjektif. Pada dasarnya, hampir seluruh responden pelajar menyetujui bahwa kebudayaan merupakan suatu keunikan, identitas utama, dan pola pikir yang dapat dipengaruhi oleh kebudayaan lain, bersifat turun-temurun, dan dapat punah apabila tidak dilakukan pelestarian, pemuda yang lebih menggemari globalisasi, atau ditinggalnya suatu daerah.

Selain itu, para pelajar menuturkan bahwa budaya tidak bisa lepas dari faktor sejarah, linguistik, hingga empirisme (proses analisis secara saintifikal di dalam benak manusia, baik disadari maupun tidak disadari, tersurat maupun tersirat, lama atau cepat). Sampai di sini, dapat disimpulkan bahwa sebenarnya, pelajar di Indonesia tidak memiliki keterbatasan atau kesulitan dalam memberikan definisi akan budaya. Mereka sadar bahwa identitas mereka sebagai warga negara Indonesia dan keunikan yang tersisip di dalamnya hanya datang dari karunia Sang Pencipta, yang atas kasih dan kebaikanNya telah mengaruniakan kebudayaan yang begitu berlimpah, unik, nan elok.

Kendati demikian, ketika ditanya mengenai apakah mereka mencintai kebudayaan dan mau untuk mengembangkan kebudayaan, sejumlah pelajar menjawab bahwa mereka mencintainya dan khawatir apabila ini akan tergantikan dalam skala yang besar dengan kebudayaan mancanegara, ataupun punah secara full. Sejumlah pelajar menjawab belum mendapatkan kesempatan, baik dalam hal pengajaran ataupun keterlibatan di dalam sanggar budaya, dan sebagian kecil pelajar menjawab merasa biasa saja karena tidak pernah memiliki rasa yang wah banget akan kebudayaan Indonesia (peduli, namun tidak yang sampai fans banget). Selain itu, dalam hal penguasaan bahasa daerah, ditemukan fakta bahwa pelajar yang asal kotanya dari Jabodetabek cenderung tidak menguasai bahasa asli daerah mereka, yang dapat disimak di dalam tabel berikut:  

Nama Lengkap Kota Asal Bahasa Daerah
Deanna D***** Tangerang Jawa
Maria Karenina Ha***** Tangerang Selatan -
Jocelyn S**** Kota Jambi -
Josephine ***** Tangerang Jawa, Bangka
Nadine Mar***** Tangerang Selatan -
Angelica Rachel Grac***** Tangerang Haka
Jason Nathan Wi***** Purwokerto Jawa
Aaron Sammuel ***** Tangerang -
Dominique A***** Tangerang -
Lareina Mic***** Tangerang -
Krista Net***** Balikpapan -
Bernice Cla***** Balikpapan -
Nikita Novena N***** Makassar Makassar
Joseph Matthew Hiw***** Tangerang Bangka, Betawi Pinggiran, Sunda Banten

Perlu diketahui bahwa budaya bisa dikuasai seseorang karena asal-usul orangtua atau penggunaan secara masif dalam lingkungan keluarga, pertemanan, pekerjaan, pelayanan, dinas, dan lain-lain, seperti yang dialami oleh pelajar bernama Deanna. Ia mengatakan bahwa ayah dan ibunya berasal dari Jawa Tengah dan Jawa Timur. 

Selain bahasa daerah, sebagian besar responden mengaku bahwa mereka merasa kendati ada banyak sanggar kebudayaan di Indonesia, pemuda yang sebagian besar malah tertarik ke dalam hal-hal budaya global, seperti Anime dan Manga (Jepang), Manhwa (Mandarin), hingga K-Drama (Korea Selatan) akan semakin menguatkan peluang (alias mendekatkan) kebudayaan Indonesia menuju ambang kepunahan.

Para pelajar berpendapat, perlu ada neraca keseimbangan antara budaya luar dan budaya lokal, diiringi filterisasi dalam skala memadai. Saya berharap, artikel ini bisa membuat setiap dari kita semakin mengutamakan kebudayaan Indonesia dan memiliki rasa bangga akan tanah air. Menggunakan batik setiap hari Jumat atau mendengarkan lagu-lagu daerah Indonesia, misalnya, sudah merupakan salah satu step permulaan yang baik. Selalu ingat bahwa sebagai pemuda, apa yang kita lakukan sekarang akan menjadi sejarah di masa depan. Apa yang mau kita torehkan dan wariskan kepada generasi tanah air masa depan yang notabenenya akan dipengaruhi kemajuan teknologi secara lebih masif lagi?

Ikuti tulisan menarik Joseph Hiwakari lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler