Epigon

Kamis, 1 Februari 2024 19:05 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Panorama cerpen, imaji mengurai sel-sel otak agar tetap sehat walafiat. Tak ada pembaca tak ada seni susastra. Jelajah imajinasi.

Kalau namamu Epigon, lantas namaku siapa? Oh, aku tambahkan saja huruf 's' di belakangnya. Namaku menjadi Epigon's saja. Jangan salah paham maksudku hanya Epigon's tanpa embel-embel, emblem atau merek dagang apapun. Cocokan? Tak saling merugikan ataupun menguntungkan. Dua belas pas. Pas-pasan saja titik.

Pas masuk gawang. Pas menang, pas waktu tendengan pisang. Gol! Sebuah harapan kemenangan. Merangsek dari lini tengah. Pas! Gol! Tepat di pluit akhir sebuah pertandingan sportivitas. Bola menyasar lawan menembus benteng pertahanan mereka. Yes! Gol! Woo! Hore! Malaikat fortuna mengibarkan bendera. Juara! 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Gubrak! Gelundung jatuh kelantai dari atas tempat tidur. Mimpi. Bermimpi lebih baik. Punya mimpi menjaga kesehatan optimisme berpikir maju melintas limit. Melupakan kemunduran lampau. Menghapus masa lawas. Sportif. Ya, pertarungan gelanggang sportivitas terdepan saling mengagumi, membuang pikiran receh.

Menggunakan inteligensi kesantunan dalam khidmat taklimat saksama. Mendahulukan risalah makrifat terangnya matahari, indahnya panorama rembulan pesona alam manuver keadaban fitrah semesta, menyuburkan pikiran jernih menyampaikan risalah senyum kemenangan teduh sukma mata air bumi sejati.

Edukasi dialogis mendahulukan performa komunikasi beradab. Bukan sekadar ajang manuver alih.; Fatal jika saling mengejek, pertanda tipis kepercayaan diri pada tujuan cita-cita, apapun itu. Tentu saja sebuah cita-cita selalu ingin meraih pelangi pertumbuhan kebaikan dari benih telah di tanam. Bukan sekadar bibit tebar pesona gayahidup-konsep itu sudah terbelakang di kekinian. Norak banget.

Sudut lain semesta "Ayolah kawan kereta langit menunggumu."
"Tak mudah mengendalikan kereta langit sobat." Para saksi estetis mengamati dari ketinggian.

Sublimasi kesadaran mengarungi jiwa sebelum menulis di lembaran cita-cita lantas di terbangkan angin kembara kepada tujuan-tujuan. Risalah mumpuni tak sekadar menghimpun skala luas kabar wara-wiri, menghembuskan tendensi absurd terbungkus ambisi lelembut tak mencapai tujuan nirwana.

Kehidupan diberikan kepada bumi untuk kesuburan benih natural lanjutan. Pada waktunya iman bimasakti akan hadir di pelupuk mata. Menampakan sesungguhnya kemukjizatan.; Berjuta terang cahaya menyinari kudus inteligensi. Mengemban tugas menjaga ekosistem Ilahi.; Bukanlah konsep tak mencapai kebijaksanaan kehendak langit maha luas.

Sudut lain perguruan Pedang Aksara "Hamba tak ingin menyandang dua nama itu Epigon ataupun Epigon's sekaligus, lantas jadi makhluk invalid."
"Katakan kehendakmu lantang terbuka. Selaku salah satu dari sejumlah satria bumi."

"Hamba bersedia hadir di arena untuk mendidik murid lanjutan sebagaimana risalah pengetahuan hamba. Sejak saat Guru mengijinkan hamba turun gunung beberapa ratus tahun lampau."
"Eh. Halah. Kemuliaan itu milikmu."

Berjuta rembulan
Berjuta matahari
Berlapis-lapis langit
Bukan milik bumi

Semesta berseri 
Perubahan waktu 
Komposisi cuaca
Bukan milik bumi

"Tabik Guru. Hamba tak bermaksud lancang."
"Silakan kendarai kereta langit sesuai dengan surat ijin mengemudi milikmu." Guru menyirna. Mungkin kembali menuju takhta setinggi maha kehendak sebagaimana miliknya.

***

Jakarta Indonesiana, Februari 01, 2024.
Salam NKRI Pancasila. Banyak kebaikan setiap hari.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Taufan S. Chandranegara

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

img-content

Eskrim Pop Up (37)

Rabu, 16 Oktober 2024 13:31 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler











Terkini di Fiksi

img-content
img-content
img-content
img-content
img-content
Lihat semua

Terpopuler di Fiksi

img-content
img-content
img-content
img-content
img-content
Lihat semua