Gemar berbagi melalui ragam teks fiksi dan nonfiksi.

CO2 Bukan Hanya Gas Rumah Kaca yang Menghangatkan Planet

Selasa, 5 November 2024 09:39 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Metana, atau CH4, adalah gas rumah kaca terpenting kedua yang terkait dengan aktivitas manusia setelah CO2.\xd\xd

Oleh Slamet Samsoerizal

Gas rumah kaca yang paling terkenal adalah karbon dioksida, namun sejumlah gas lainnya, seperti dinitrogen oksida dan metana, juga berkontribusi terhadap pemanasan global dan mengubah iklim bumi. Menurut laporan Organisasi Meteorologi Dunia yang dirilis pada bulan Oktober, konsentrasi ketiga gas tersebut di atmosfer mencapai titik tertinggi di tahun 2023, yang memastikan peningkatan suhu di tahun-tahun mendatang.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Metana

Karbon dioksida, CO2, menyumbang sekitar dua pertiga dari pemanasan yang disebabkan oleh gas rumah kaca, kata Piers Forster, seorang ahli di University of Leeds dan penulis laporan IPCC, panel ilmu iklim PBB. Metana, atau CH4, merupakan gas rumah kaca terpenting kedua yang terkait dengan aktivitas manusia setelah CO2. Sekitar 40% metana berasal dari sumber-sumber alamiah, khususnya lahan basah, namun sebagian besar (sekitar 60%) terkait dengan aktivitas manusia seperti pertanian (peternakan ruminansia dan budidaya padi), bahan bakar fosil, dan limbah.

Kekuatan pemanasannya lebih dari 80 kali lebih besar selama 20 tahun dibandingkan dengan CO2, tetapi umurnya lebih pendek, sehingga menjadikannya pengungkit penting dalam upaya membatasi pemanasan global dalam jangka pendek.

“Mengurangi emisi metana akan memberikan efek pendinginan jangka pendek yang kuat, karena konsentrasi metana di atmosfer akan menurun dengan cepat," ujar Mathijs Harmsen, seorang peneliti dari Badan Pengkajian Lingkungan Hidup PBL Belanda seperti dikutip thenews.com.pk.

Selanjutnya, ia menyatakan ebijakan-kebijakan yang ada seharusnya berfokus untuk menangkap buah yang tidak terlalu banyak menghasilkan emisi, yaitu tindakan-tindakan yang berbiaya rendah, seperti mengurangi kebocoran gas alam.

Meskipun ada komitmen global untuk mengurangi emisi pemanasan bumi yang ditandatangani oleh banyak negara, termasuk Uni Eropa dan Amerika Serikat, trennya tidak positif.

"Metana meningkat lebih cepat secara relatif dibandingkan dengan gas rumah kaca utama lainnya dan saat ini 2,6 kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan masa pra-industri," ujar sekelompok peneliti internasional yang berada di bawah naungan Global Carbon Project, dalam sebuah penelitian yang diterbitkan di jurnal akademis Environmental Research Letters.

Nitrogen oksida Nitrogen oksida, atau dinitrogen protoksida (N2O), merupakan gas rumah kaca besar ketiga dan hampir 300 kali lipat lebih kuat dibandingkan dengan CO2. Emisi ini terutama dihasilkan oleh pupuk nitrogen sintetis dan pupuk kandang yang digunakan di bidang pertanian.

Emisi lainnya berasal dari aktivitas manusia (industri kimia, air limbah, bahan bakar fosil) atau sumber-sumber alami (tanah dan lautan).

"Emisi global yang disebabkan oleh manusia, yang didominasi oleh penambahan nitrogen pada lahan pertanian, meningkat sebesar 30% dalam empat dekade terakhir," demikian simpulan dari sebuah penelitian besar yang dimuat di jurnal Nature pada tahun 2020.

Kunci dari masalah ini terletak pada penggunaan pupuk yang lebih efisien.

"Dua pertiga dari potensi mitigasi perubahan iklim N2O dapat direalisasikan dengan mengurangi penggunaan pupuk hanya pada 20% lahan pertanian di dunia, terutama di wilayah pertanian subtropis yang lembab," tulis peneliti asal Prancis, Philippe Ciais, pada tahun 2021.

Gas-gas berfluorinasi

Gas rumah kaca berfluorinasi (PFC, HFC, dan SF6) ditemukan pada lemari es, freezer, pompa panas, AC, dan jaringan listrik. Meskipun dalam jumlah kecil, gas-gas ini memiliki kapasitas pemanasan yang sangat tinggi. Sebagai contoh, SF6, yang ditemukan pada trafo listrik, memiliki efek rumah kaca 24.000 kali lebih besar daripada CO2 dalam kurun waktu 100 tahun.

Protokol Montreal yang ditandatangani pada tahun 1987, dan diratifikasi oleh 195 negara, telah secara signifikan mengurangi keberadaan CFC di atmosfer, gas berfluorinasi perusak ozon lainnya. Pada tahun 2016, perjanjian Kigali juga mengatur tentang penghapusan secara bertahap HFC.

Tahun lalu, Uni Eropa menandatangani sebuah perjanjian untuk secara progresif melarang penjualan peralatan yang mengandung gas berfluorinasi, terutama HFC. Apa tujuannya? Ini  bertujuan untuk menghapuskannya sama sekali pada tahun 2050. ***

 

Bagikan Artikel Ini

Baca Juga











Artikel Terpopuler