Pengajar Tetap di Poltekkes Kemenkes Banjarmasin Jurusan Keperawatan Programa Studi Sarjana Terapan. Bidang fokus yaitu Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan.

Jumlah Tenaga Kesehatan Tak Merata antara Daerah Urban dan Rural di Indonesia

Jumat, 8 November 2024 20:10 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Tidak hanya pemerataan kualitas fasilitas kesehatan tapi isu terkait ketidakmerataan tenaga kesehatan juga sangat berdampak terhadap akses layanan kesehatan yang berkualitas.

***

Permasalahan ketidakmerataan tenaga kesehatan di daerah urban dan rural di Indonesia merupakan isu yang kompleks dan berdampak besar terhadap akses serta kualitas layanan kesehatan, terutama di daerah rural. Sebagai negara dengan geografi yang luas dan beragam, Indonesia menghadapi tantangan signifikan dalam mendistribusikan tenaga kesehatan secara merata, terutama di daerah pedesaan terutama pada daerah 3T yaitu daerah terdepan, terpencil, dan tertinggal.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Data dari Kementerian Kesehatan tahun 2024 menunjukkan bahwa 34% Puskesmas (PKM) di Indonesia belum memiliki Tenaga Kesehatan (Nakes) dokter gigi, 33% belum memiliki Nakes Kesehatan Masyarakat, 19,3% belum memiliki Nakes Kesehatan Lingkungan.

Papua adalah salah satu kabupaten dengan rata-rata rasio perbandingan Nakes terhadap jumlah penduduk terendah. World Health Organization (WHO) menetapkan standar 1 dokter per 1.000 penduduk. Namun, rasio saat ini di Indonesia hanya 0,36 per 1.000 orang. Distribusi 8 Nakes prioritas lain seperti Kesmas, Gizi, Kesling, dokter, bidan dan ATLM juga masih jauh dari standar

Berikut adalah beberapa faktor utama yang menyebabkan ketidakmerataan ini:

1. Ketimpangan Distribusi Tenaga Kesehatan  
   Banyak tenaga kesehatan cenderung memilih bekerja di daerah urban karena peluang karier, fasilitas yang lebih memadai, serta insentif yang lebih menarik. Sementara itu, daerah rural seringkali kekurangan tenaga kesehatan, seperti dokter umum, dokter spesialis, perawat, dan bidan.

2. Keterbatasan Fasilitas dan Infrastruktur 
   Fasilitas kesehatan di daerah rural sering kali terbatas baik dari segi jumlah maupun kualitas. Klinik, puskesmas, dan rumah sakit di daerah rural umumnya memiliki peralatan yang terbatas dan sering kali tidak didukung oleh teknologi medis yang memadai. Hal ini membuat tenaga kesehatan ragu untuk bekerja di sana karena tidak bisa memberikan pelayanan yang optimal.

3. Kendala Finansial dan Insentif yang Kurang Memadai  
   Sistem insentif bagi tenaga kesehatan yang bekerja di daerah rural sering kali kurang menarik dibandingkan dengan di daerah urban. Walaupun pemerintah memiliki program insentif khusus, namun implementasinya terkadang tidak konsisten. Rendahnya gaji dan fasilitas tambahan menjadi salah satu alasan tenaga kesehatan enggan bekerja di daerah rural.

4. Kesulitan Akses dan Transportasi 
   Banyak daerah rural yang sulit dijangkau karena masalah infrastruktur, seperti jalan yang tidak memadai atau transportasi umum yang terbatas. Hal ini tidak hanya menyulitkan akses pasien ke fasilitas kesehatan, tetapi juga mempersulit tenaga kesehatan untuk tinggal dan bekerja di daerah tersebut. 

5. Perbedaan Kultural dan Bahasa 
   Tenaga kesehatan yang berasal dari luar daerah rural sering kali menghadapi kendala bahasa dan budaya, terutama ketika berinteraksi dengan masyarakat lokal. Pemahaman terhadap nilai-nilai lokal, adat, dan bahasa menjadi tantangan bagi tenaga kesehatan yang bertugas di daerah terpencil.

6. Keterbatasan Akses Pendidikan dan Pelatihan  
   Di daerah rural, kesempatan bagi tenaga kesehatan untuk mengikuti pelatihan dan pendidikan lanjutan terbatas. Hal ini berdampak pada keterampilan mereka yang mungkin tidak berkembang secepat tenaga kesehatan di daerah urban yang memiliki akses lebih mudah terhadap berbagai pelatihan dan workshop.

7. Program Pemerintah yang Belum Optimal 
   Meski pemerintah memiliki program seperti Nusantara Sehat dan program penempatan dokter PTT (Pegawai Tidak Tetap), program-program ini terkadang mengalami kendala implementasi. Durasi penempatan yang singkat dan tidak adanya keberlanjutan juga membuat dampak positif program-program tersebut tidak selalu terasa di masyarakat rural.

Secara keseluruhan, ketidakmerataan tenaga kesehatan ini membutuhkan solusi yang holistik, termasuk kebijakan insentif yang lebih kuat, perbaikan infrastruktur, serta pendekatan yang mempertimbangkan konteks sosial dan budaya lokal.

 

Ns. Rutmauli Hutagaol, M.Kep. 

Bagikan Artikel Ini
img-content
Rutmauli Hutagaol

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler