Literasi Digital untuk Mencegah Kekerasan Verbal di Dunia Maya

Kamis, 22 Mei 2025 10:15 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Kampanye selamatkan bumi di ruang digital
Iklan

Media sosial memfasilitasi kekerasan verbal remaja; perlu kerja sama untuk penggunaan sehat.

Perkembangan teknologi informasi telah membawa perubahan signifikan dalam cara remaja berinteraksi dan berkomunikasi. Media sosial, seperti Instagram, TikTok, dan Facebook, menjadi platform utama bagi remaja untuk mengekspresikan diri dan membangun hubungan sosial. Namun, di balik manfaat tersebut, muncul fenomena negatif berupa kenakalan remaja dalam bentuk kekerasan verbal, yang dikenal sebagai cyberbullying.

Cyberbullying merupakan tindakan agresif yang dilakukan melalui media digital dengan tujuan menyakiti atau merendahkan individu lain. Bentuknya beragam, mulai dari penghinaan, pelecehan, hingga penyebaran rumor atau informasi palsu. Menurut data UNICEF, sekitar 45% remaja di Indonesia pernah mengalami cyberbullying, dengan 41% di antaranya mengalami penyebaran foto atau video tanpa izin . Fenomena ini menunjukkan bahwa kekerasan verbal di dunia maya telah menjadi masalah serius yang memengaruhi kesejahteraan psikologis remaja.

Kenakalan remaja merujuk pada perilaku menyimpang yang dilakukan oleh individu dalam masa transisi dari anak-anak menuju dewasa, yang melanggar norma sosial atau hukum yang berlaku. Perilaku ini mencakup berbagai tindakan, seperti perkelahian, penyalahgunaan narkoba, hingga kekerasan verbal. Faktor-faktor penyebab kenakalan remaja antara lain lingkungan keluarga yang kurang harmonis, pengaruh teman sebaya, serta kurangnya pengawasan dan bimbingan dari orang tua dan sekolah.

Kekerasan verbal adalah bentuk agresi non-fisik yang dilakukan melalui kata-kata atau ucapan yang menyakitkan, menghina, atau merendahkan orang lain. Bentuk-bentuk kekerasan verbal yang umum terjadi di kalangan remaja meliputi ejekan, penghinaan, ancaman, dan komentar negatif yang dapat merusak harga diri korban.

Dampak dari kekerasan verbal sangat serius, termasuk menurunnya kepercayaan diri, gangguan kesehatan mental seperti depresi dan kecemasan, serta isolasi sosial. Korban kekerasan verbal sering kali mengalami trauma psikologis yang dapat memengaruhi perkembangan emosional dan sosial mereka.

Media sosial telah menjadi bagian integral dalam kehidupan remaja, berfungsi sebagai sarana untuk berkomunikasi, mengekspresikan diri, dan membentuk identitas sosial. Namun, penggunaan media sosial juga membawa dampak negatif, seperti meningkatnya risiko terjadinya cyberbullying atau kekerasan verbal secara online.

Remaja dapat menjadi pelaku maupun korban kekerasan verbal di media sosial, yang dapat memperburuk kesehatan mental dan hubungan sosial mereka. Selain itu, ketergantungan pada interaksi digital dapat mengurangi kemampuan remaja dalam berinteraksi secara langsung, yang penting untuk pengembangan keterampilan sosial mereka.

Kekerasan verbal di kalangan remaja sering kali muncul dalam bentuk ejekan, komentar menghina, body shaming, dan sarkasme. Penelitian oleh Agustini dan Nurislami (2022) menunjukkan bahwa dalam kolom komentar akun Instagram @lambe_turah, terdapat berbagai bentuk kekerasan verbal, seperti tindakan mengucilkan, komentar tidak sayang, dan kebiasaan mencela. Komentar-komentar tersebut melanggar norma kesantunan berbahasa dan dapat menyebabkan benturan sosial serta terjadinya kekerasan verbal.

Dampak dari kekerasan verbal ini tidak hanya dirasakan oleh korban, tetapi juga oleh pelaku. Korban sering mengalami trauma psikologis, seperti penurunan kepercayaan diri, kecemasan, dan isolasi sosial. Sebuah studi oleh Sembiring dan Sarajar (2023) di SMA Negeri 2 Metro, Lampung, menemukan bahwa remaja yang terlibat dalam perilaku agresif verbal cenderung mengalami kesulitan dalam bersosialisasi dan membangun hubungan interpersonal yang sehat.

Media sosial menyediakan platform yang memudahkan interaksi antarindividu, namun juga menjadi ruang bagi munculnya kekerasan verbal. Kemudahan akses dan anonimitas yang ditawarkan oleh media sosial memungkinkan individu untuk melakukan tindakan agresif tanpa takut dikenali. Menurut artikel di The Conversation, algoritma media sosial sering kali memperkuat konten dengan reaksi emosional kuat, seperti trolling, sehingga konten semacam ini mudah dibagikan dan dikomentari, memperluas dampak dan jangkauannya .

Selain itu, budaya komentar dan eksistensi digital turut berkontribusi pada penyebaran kekerasan verbal. Remaja sering kali merasa terdorong untuk menunjukkan keberanian atau status sosial mereka melalui komentar-komentar provokatif. Fitur seperti kolom komentar, direct message (DM), dan grup obrolan menjadi ruang interaksi negatif yang memperkuat perilaku agresif verbal di kalangan remaja.

Media sosial tidak hanya menjadi wadah bagi kekerasan verbal, tetapi juga berperan sebagai pemicu dan penyebar kenakalan remaja. Algoritma media sosial yang mempromosikan konten sensasional dapat memperburuk situasi. Artikel di Magdalene.co menjelaskan bahwa algoritma media sosial sering kali memperkuat konten dengan reaksi emosional kuat, seperti trolling, sehingga konten semacam ini mudah dibagikan dan dikomentari, memperluas dampak dan jangkauannya .

Fenomena tantangan viral yang mengandung unsur verbal abuse juga menjadi perhatian. Remaja sering kali terlibat dalam tantangan tersebut untuk mendapatkan perhatian atau validasi dari teman sebaya mereka. Selain itu, peran influencer atau selebgram dalam membentuk norma kasar turut memperburuk situasi. Konten yang dipublikasikan oleh mereka sering kali mengandung unsur kekerasan verbal yang ditiru oleh pengikutnya.

Salah satu contoh nyata dari kekerasan verbal yang terjadi di media sosial adalah kasus yang melibatkan seorang selebgram yang melakukan kekerasan verbal terhadap seorang murid SMK dan memviralkan videonya di TikTok. Menurut artikel di The Conversation, tindakan ini menyebabkan korban kehilangan kepercayaan diri dan terpengaruh secara psikologis. Kasus ini mencerminkan bagaimana media sosial dapat menjadi jembatan dalam menyebarkan dan memperkuat perilaku kekerasan verbal di kalangan remaja. Penting untuk meningkatkan kesadaran dan edukasi digital di kalangan remaja untuk mencegah terjadinya kekerasan verbal di dunia maya.

Keluarga, sekolah, dan masyarakat memegang peranan penting dalam membentuk karakter dan perilaku remaja. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menekankan pentingnya peran orang tua dan pendidik dalam menanamkan nilai-nilai etika digital kepada anak-anak dan remaja. Hal ini dapat dilakukan melalui pembelajaran tentang sikap menghormati orang lain, pentingnya menjaga privasi, serta penggunaan media sosial secara bijak dan bertanggung jawab. Selain itu, masyarakat juga dapat berperan aktif dengan melaporkan konten negatif dan mendukung program-program literasi digital yang diselenggarakan oleh berbagai pihak.

Literasi digital menjadi kunci dalam mencegah penyebaran kekerasan verbal di dunia maya. Kominfo melalui program Gerakan Literasi Digital Nasional berupaya meningkatkan kecakapan masyarakat dalam menggunakan media digital secara etis dan aman. Program ini mencakup empat pilar utama: keterampilan digital (digital skills), budaya digital (digital culture), etika digital (digital ethics), dan keselamatan digital (digital safety). Dengan memahami dan menerapkan pilar-pilar tersebut, diharapkan masyarakat dapat lebih bijak dalam mengonsumsi dan menyebarkan informasi di ruang digital.

Selain upaya dari individu dan komunitas, kampanye online dan regulasi platform digital juga diperlukan untuk menanggulangi kekerasan verbal di media sosial. Kominfo bekerja sama dengan berbagai platform digital untuk memblokir konten negatif dan memberikan edukasi kepada pengguna tentang pentingnya etika bermedia sosial. Selain itu, masyarakat juga dapat memanfaatkan portal-portal seperti aduankonten.id dan turnbackhoax.id untuk memverifikasi informasi sebelum menyebarkannya. Dengan adanya regulasi yang jelas dan dukungan dari berbagai pihak, diharapkan ruang digital dapat menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi semua pengguna.

Media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan remaja saat ini. Namun, platform ini juga berperan besar dalam memfasilitasi penyebaran kekerasan verbal, yang merupakan salah satu bentuk kenakalan remaja. Kemudahan akses, anonimitas, dan budaya interaksi yang terkadang kurang terkendali membuat media sosial menjadi medium yang efektif bagi muncul dan berkembangnya perilaku verbal agresif seperti ejekan, hinaan, dan pelecehan. Dampak negatifnya tidak hanya dirasakan oleh korban, tetapi juga berpotensi merusak kualitas hubungan sosial serta kesehatan mental remaja secara luas.

Oleh karena itu, upaya menanggulangi kekerasan verbal di media sosial membutuhkan kerja sama multipihak yang melibatkan keluarga, sekolah, masyarakat, pemerintah, dan platform digital itu sendiri. Pendidikan literasi digital dan etika bermedia sosial harus terus digalakkan agar remaja mampu menggunakan media sosial secara sehat dan bertanggung jawab. Selain itu, regulasi yang tegas dan kampanye kesadaran publik juga sangat penting untuk menciptakan ruang digital yang aman dan nyaman bagi semua pengguna, khususnya generasi muda. Dengan langkah bersama ini, diharapkan media sosial dapat berfungsi sebagai jembatan positif yang membangun, bukan justru memperkuat kenakalan verbal di kalangan remaja.

 

Referensi:

Akmal, F. (2024, 22 Mei). 45 persen remaja di Indonesia jadi korban cyberbullying, ini contoh kasus yang terjadi. Radar Solo. https://radarsolo.jawapos.com/pendidikan/844678168/45-persen-remaja-di-indonesia-jadi-?utm

ANTARA News Megapolitan. (2025, Mei 21). Pentingnya literasi digital cegah konten kekerasan di medsos. https://megapolitan.antaranews.com/berita/198061/pentingnya-literasi-digital-cegah-konten-kekerasan-di-medsos?utm_

Astuti, W. (2024, Desember 3). Pengaruh media sosial terhadap interaksi sosial di kalangan remaja. Kumparan. https://kumparan.com/windiyani-astuti/pengaruh-media-sosial-terhadap-interaksi-sosial-di-kalangan-remaja-2400WWUJ09t

Perdana, A. (2024, September 5). Bagaimana mencegah kekerasan verbal di ruang digital. The Conversation Indonesia. https://theconversation.com/bagaimana-mencegah-kekerasan-verbal-di-ruang-digital-237770

Sinaba, R. (2024, Desember 17). Tawuran remaja: Penyalahgunaan medsos untuk kekerasan. Pewarta Indonesia. https://pewarta-indonesia.com/2024/12/tawuran-remaja-penyalahgunaan-medsos-untuk-kekerasan/

Bagikan Artikel Ini
img-content
Syahrani Annisa Zahra

Mahasiswa S1 Hubungan Internasional

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler