Raja Ampat di Ujung Tanduk Akibat Tambang Nikel

Senin, 16 Juni 2025 07:45 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
4 IUP Nikel Di Raja Ampat Dicabut Pemerintah
Iklan

Tambang nikel mengancam ekosistem Raja Ampat. Aksi warga dan regulasi jadi benteng terakhir menjaga surga laut ini tetap lestari.

Pasokan Nikel Global Terancam? Aksi dan Regulasi Menyelamatkan Ekosistem Raja Ampat

Penolakan publik telah mencapai puncaknya pada awal Juni 2025, ketika masyarakat sipil, organisasi lingkungan, dan pemuda Papua berkumpul di Jakarta untuk menentang tambang nikel di Raja Ampat. Aksi ini dipicu kekhawatiran warga terhadap hancurnya kawasan geopark UNESCO yang dikenal luar negeri sebagai “surga terakhir di bumi” — bukan hanya karena ekosistemnya yang luar biasa, tetapi juga karena masyarakat adat dan nelayan tradisional kehilangan sumber penghidupan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kebijakan pemerintah mulai berubah. Berdasarkan laporan Reuters (10 Juni 2025), digaungkan pencabutan izin empat perusahaan tambang nikel, termasuk PT Nurham, PT Kawei Sejahtera Mining, PT Anugerah Surya Pratama, dan PT Mulia Raymond Perkasa. Pencabutan ini didorong oleh Menteri ESDM Bahlil Lahadalia atas arahan Presiden Prabowo Subianto, sebagai bagian dari komitmen menjaga kawasan ekologis yang sangat rentan.

Dampak Lingkungan Terhadap Terumbu Karang dan Habitat Laut

Data dari lembaga lingkungan seperti Greenpeace menunjukkan lebih dari 500 hektare hutan dan vegetasi pesisir telah rusak akibat aktivitas pertambangan. Kondisi ini menciptakan sedimentasi besar yang menutupi terumbu karang, mengancam habitat ikan, pari manta, dan cenderawasih — makhluk terancam punah yang menjadi ikon Raja Ampat.

Greenpeace menegaskan, akibat bertambahnya jumlah kapal tongkang dan pengerukan, ekosistem laut di Selat Dampier dan Wayag mengalami kerusakan parah. “Di Selat Dampier, arus laut yang kuat adalah habitat alami pari manta. Kehadiran kapal tongkang nikel mengancam keberlangsungan hidup mereka,” jelas Kiki Taufik, Kepala Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia.

Pencabut Izin & Regulasi yang Masih Tertinggal

Dari lima tambang nikel yang aktif sebelum aksi protes, empat telah dicabut izinnya. Namun, PT Gag Nikel — anak usaha BUMN Antam yang berada di kepulauan Gag di luar geopark — masih beroperasi karena secara administratif tidak terletak di kawasan yang dilindungi. Meski begitu, pemerintah menghentikan aktivitas tambang sementara dan menyatakan akan melakukan investigasi regulasi yang ketat.

Rencana ini juga didukung oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Hanif Faisol Nurofiq, yang siap turun langsung meninjau lapangan dan menyiapkan langkah hukum terhadap izin lingkungan yang bermasalah. Greenpeace dan ahli juga menyerukan audit menyeluruh, penegakan PID (Pelanggaran Izin Dunia), dan pemulihan ekosistem parah, serta pengawasan dari kementerian terkait seperti KLHK, ESDM, dan KKP.

Tanggapan Sederhana hingga Tantangan Hukum

Tidak semua pihak mendukung pencabutan izin. Beberapa kelompok lokal menyatakan bahwa moratorium ini menggangu rencana pengembangan ekonomi. Apalagi, empat perusahaan yang izin dicabut mampu menempuh jalur hukum untuk mendapatkan kembali izin mereka . Greenpeace juga mewaspadai bahwa perlawanan hukum ini dapat membatalkan keputusan pencabutan izin.

Peluang Ekonomi Berkelanjutan

Berhentinya aktivitas tambang menyisakan peluang memperkuat ekowisata. Dengan wilayah tersebut menjadi geopark dan memiliki potensi tinggi untuk wisata konservasi, pemerintah diminta lebih proaktif mengembangkan sektor ekonomi berbasis pelestarian lingkungan yang melibatkan masyarakat lokal. Hal ini bisa menjadi jawaban terhadap perdebatan antara kebutuhan eksploitasi nikel global, misalnya untuk baterai kendaraan listrik dengan keberlanjutan ekologis dan sosial.

Keseimbangan adalah Kunci

Aksi #SaveRajaAmpat serta pencabutan izin tambang sudah mewakili suara publik yang ingin membangun keharmonisan antara kemajuan ekonomi dan pelestarian lingkungan. Namun, pencabutan izin bukan akhir dari perjalanan. Perlu adanya komitmen nyata pemerintah dalam penegakan regulasi, pemantauan lapangan, audit independen, dan strategi ekonomi alternatif berkelanjutan.

Melindungi Raja Ampat bukan sekadar menjaga terpaan investor, melainkan menjaga bagian dari identitas dan warisan bumi Indonesia yang tak ternilai. Ini adalah ujian tentang sanggupkah kita mengemban proyek pembangunan tanpa merusak keindahan abadi.

 

 

SUMBER

Redaksi. (2025, June 8). Benturan ekonomi dan lingkungan: Polemik tambang nikel di surga Raja Ampat. Dialeksis. https://dialeksis.com/indepth/benturan-ekonomi-dan-lingkungan-polemik-tambang-nikel-di-surga-raja-ampat/

SuaraBersama. (2025, June). Greenpeace soroti dampak tambang nikel terhadap ekowisata dan ekosistem Raja Ampat. SuaraBersama. https://suarabersama.com/greenpeace-soroti-dampak-tambang-nikel-terhadap-ekowisata-dan-ekosistem-raja-ampat/

Yudha, K Satria. (2025, June 12). Tambang nikel rusak Raja Ampat, Menteri LH siapkan langkah hukum. Republika. https://esgnow.republika.co.id/berita/sxdc3j416/tambang-nikel-rusak-raja-ampat-menteri-lh-siapkan-langkah-hukum

Reuters. (2025, June 10). Indonesia revokes nickel ore mining permits in Raja Ampat after protest. Reuters. https://www.reuters.com/sustainability/indonesia-revokes-nickel-ore-mining-permits-raja-ampat-after-protest-2025-06-10/

Bagikan Artikel Ini
img-content
Amelia Halfa Ramadhani

Penulis Indonesiana

1 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler